Share

Penyidikan

Author: TheCalm
last update Last Updated: 2021-12-24 00:31:01

Pandangan Steven pada para agen penyidik yang seperti sering  dlihatnya di televisi, mereka duduk dengan laptop di depannya satu persatu. Karena Steven tidak megetahui wajah Hamid Khan, dia pun terpaku seperti boneka mematung.

Hamid yang sudah mengantongi identitas Steven, dia pun bergegas menghampiri sambil mengulurkan tangannya, “Aku Hamid, ayo ikut aku!”

Steven meraih jabatan tangan Hamid kemudian mengikutinya.

“Silahkan duduk!” titah Hamid sambil memberikan satu botol coke dingin. Steven yang sudah dahaga dari tadi segera membuka lalu meminumnya.

Hamid menyenderkan badannya sejenak. “Lyn istrimu yang keempat? Istrimu seorang yatim piatu. Sedangkan kamu rajanya b*rahi?” investigasi cepat disertai seringai tawa di bibir Hamid.

Tangan Hamid membuka laptop yang ada di depannya, “Siapa wanita ini?” tanya Hamid menujuk pada video yang direkam dari ruangan CCTV hotel.

Mata biru Steven menyelidiki, “Paula?” kejutnya.

“Siapa dia?” tanya Hamid dengan menegaskan kedua matanya pada wajah Steven.

“Dia....” Ucapan Steven terputus.

“Teman kencan? Lalu menyebar photo dan videomu?” sergahnya  disertai memperlihatkan hasil percakapan antara dirinya bersama Paula.

Ternyata penyidik sudah sampai ke privasi percakapan dalam telepon genggam milik Steven.  Steven bergeming pun mengetahui semua itu.

Selang beberapa jeda, Hamid pun memperlihatkan bukti keterlibatan Paula akan kematian Lyn. “Paula masuk ke kamar istrimu setengah jam setelah kepergianmu, dia meminjam access card dari housekeeping yang sedang bertugas di sekitar kamar.”

Steven tidak percaya, “Tidak mungkin! Untuk apa dia melakukannya? Dia sudah aku bayar!” ucapnya sangat tegas.

Hamid tersenyum hambar, lalu beranjak dari tempat duduknya. “Kamu ini, tidak semua hal bisa diselesaikan dengan uang! Perlu diketahui kalau Paula adalah bukan wanita biasa yang menjajakan diri demi uang! Kamu tahu siapa dia?” tanyanya.

Steven mengernyitkan. Kemudian menjawab, “Dia hanya asisten dari clientku, Mr. Jibs Chaudry!”

Hamid tertawa mendengar ucapan dari Steven. Dia pun menjelaskan siapa Paula Cristian, menurut data yang dimilikinya dia adalah anak dari penguasaha nuklir dunia dan tidak kekurangan apa pun. Ayah tersebut adalah Mr. Jibs Chaudry.

“Paula sepertinya terobsesi padamu, setelah permainan liar bersamamu malam itu! Dia ingin memilikimu seutuhnya,” jelas Hamid.

Sejenak Steven mengingat bagaimana Paula bersikap aggressive dalam waktu semalam. “Artinya kita harus menangkap Paula?” tanyanya sambil menatap mata Hamid.

Hamid menghela napas pendek, kemudian menutup pintu ruangannya dan berbisik, “Dia pernah melakukan pembunuhan berpuluh kali dengan kasus yang sama! Kita harus bekerjasama.”

Steven mengerti apa yang dimaksud dengan Hamid, rasa takut sudah menghantui jiwanya. Karena setelah tahu jati diri Paula, Steven sudah tidak ingin berhubungan dengannya lagi. Kendati itu cara satu-satunya untuk menjebak Paula melalui dirinya.

“Aku tidak ingin tidur bersamanya, karena kalau aku menghubunginya kembali seperti memberikan ikan!” tolak Steven sambil ke luar dari ruangan Hamid.

Hamid menggertak, "Jadi, lupakanlah kasus pembunuhan istrimu itu."

Steven merasa tertampar karenanya.

***

Seminggu sudah kematian Lyn Lyana yang terdeteksi bahwa dirinya meninggal karena bubuk polonium. Jenazah dibawa memakai pesawat pribadi dari Karachi ke Beijing.

Di pemakaman khusus penganut taoisme banyak menyita waktu karena buat mereka meninggal dengan cara dibunuh adalah adanya unsur yang tidak mengenakan bagi jiwa dan harus segera ditemukan pembunuhnya agar Lyn tenang dan damai.

Setelah upacara pemakaman selesai, Steven duduk termenung di dalam mobilnya. 'Aku ditinggalkan istri-istriku yang lain, tetapi tidaklah sangat sesakit ini.' Bathinnya sambil berkaca-kaca.

Lyn adalah wanita yang dipaksa melayani nafsunya atau sebut saja diperkosa di Yi Hotel. Di mana Steven tahu kalau Lyn masih perawan. Lebih parahnya setelah itu Steven meninggalkannya begitu saja. Hingga membuat Lyn mencarinya dan bertemu dengan istri pertamanya yang berkewarganegaraan British.

Seperti wanita pada umumnya, Lyn depresi juga hampir mengakhiri hidupnya setelah mengetahui semua hal tentang Steven. Hanya saja Lyn berusaha kuat karena ada setitik perasaan suka yang membuatnya nekad mengikuti Steven. Kala itu sedang bertugas di Belanda dan di sanalah mereka menikah.

Deringan handphone menghentikan lamunan Steven, dia pun segera memeriksanya. ‘Paula?’ kagetnya.

Ternyata Paula sudah mematai-matai Steven setelah dirinya membunuh Lyn.

“Halo, Paula!” sahut Steven berusaha tenang.

“Aku di sebrang jalan!” jawab Paula sambil membuka jendela mustang merah yang dikendarainya.

Steven menoleh, Paula dengan menawan menyimpulkan senyuman dan mengedipkan matanya. Lalu, dia pun pergi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

“Halo, Paula! Kita perlu bicara!” ucap Steven di telepon karena belum dimatikan.

Di ujung telepon Paula menjawab, “Aku tidak berkencan dengan pria yang sedang berkabung!”

‘Klik’  

Telepon pun dimatikan begitu saja.

Saat bersamaan Hamid menelepon, tanpa berbasa-basi Steven segera memberitahukan keberadaan Paula, “Dia ada di Beijing dan datang ke pemakaman Lyn!”

Hamid menghela napas kasar. Kemudian bertanya, “Sudah terduga! Apa rencanamu?”

Dengan penuh keyakinan Steven menjawab sangat tegas, “Aku akan membuat Paula jatuh cinta padaku! Tanda pembalasan untuk istriku! Setelahnya, aku akan menyerahkan padamu.”

Setelah mengucapkan itu, suasana menjadi sangat menakutkan. Langit menjadi gelap ditambah suara gemuruh angin dan petir yang menyambar. Seolah ini adalah awal dari perjanjian antara Steven dengan tubuh Lyn yang sudah membujur kaku meminta dipenuhi.

Hamid yang masih di dalam telepon mewaspadai, “Ingat, dia bukan wanita sembarangan, dia tidak segan – segan untuk membunuh dengan cara halus. Bubuk polonium bukanlah seberapa!”

Steven seperti pasrah dengan apa pun yang akan terjadi. Di dalam pikirannya dia harus mendapatkan Paula dalam keadaan hidup.

Besoknya Steven pergi ke Fenghuang tempat pengembangbiakan hewan peliharaan milik Lyn. Dia menemui para staff istrinya. Mereka pun berdiskusi akan kelanjutan bisnisnya. “Tuan, biarlah kami berdelapan yang mengurus ini semuanya. Juga, kami tidak tahu harus berbuat apalagi, karena inilah satu-satunya tempat cari nafkah kami!” ujar salah satu Staff Senior.

“Baiklah, kalian lakukan dengan baik. Karena aku sendiri tidak tahu menahu persoalan ini.” Jelas Steven sambil berdiri.

Tiba-tiba salah satu dari mereka berkata, “Nyonya Lyn meninggal karena apa?”

Steven bungkam sejenak.  “Nanti aku beritahu setelah semua terselesaikan, jaga diri kalian!” ungkapnya singkat.

Setelahnya, Steven pun segera berjalan ke arah mobil sambil berbicara sendiri dan agak bingung, “Bagaimana caranya aku harus mendapatkanmu, Paula?”

“Tentu saja ke tempat dunia malam!” tiba-tiba suara lelaki datang dari belakang.

“Bapak siapa?” tanya Steven kaget karena Bapak berpostur tubuh pendek, bermata sipit dan memakai topi dari anyaman daun pandan yang usianya hampir 65 tahun sudah ada di sebelahnya.

Bapak itu hanya menatap wajah Steven dengan tajam, lalu tidak begitu lama dia pun meninggalkannya.

Steven pun mencoba mengejar. Akan tetapi Bapak Tua ini jalannya begitu sangat cepat. Dengan masih bertanya-tanya dia pun kembali ke mobil dengan napasnya megap-megap.

Setelah beberapa jeda beristirahat, Steven melajukan mobilnya ke arah kota Beijing. Kendati butuh puluhan kilometar untuk mencapai tujuan itu. Karena di pikiran Steven hanya ingin cepat membalas dendam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebuah Penyesalan   Akhir Cerita

    Semua yang ada di dalam ruangan mengarah ke arah Jibs dengan terheran-heran.Tidak untuk Dexe juga Mawar yang memang masih ada di dalam rumah, mereka dengan cepat memberitahukan kepada atasannya akan keberadaan Jibs di sini. "Bagaimana bisa lelaki ini ada di sini?" Dexe bergumam dan hampir bersamaan dengan Mawar. Jibs berjalan ke arah sofa, kemudian dengan santainya duduk disertai dengan menopang kaki. Matanya pada Amie, kemudian pada Jhon. Lama sekali pandangan mengarah pada lelaki bertubuh kurus itu. "Akhirnya, Kamu menghirup udara bebas juga setelah berpuluh tahun lamanya menjadi budakku!" Ucapan terlontar begitu saja dari mulut Jibs. "Pacarmu, aku rampas kehormatannya. Kepintaranmu pun, Aku yang dikenal banyak orang. Aku sudah puas menikmati semua milikmu. Jadi, tidak apa-apa jika sekarang giliran Kamu yang menikmatinya." tambahnya lantang. Jhon mengepalkan kedua tangannya, dia sangat marah begitu mendengar kejujuran dari Jibs. Namun, Steven mengelus halus pundaknya, memberikann

  • Sebuah Penyesalan   Jibs Tidak Mudah Untuk Ditaklukkan

    "Cepat Nyonya, Nona...kalian harus segera keluar dari sini. Rumah ini akan dihuni oleh pemilik sebenarnya!" Marwa menggertak kasar dengan menggebrak pintu. "Siapa penghuni rumah ini?" Catherine penasaran. Tiba-tiba Jhon Rudolf, Steven dan Dexe datang dari ruangan bawah. Mereka memang sudah ada di sana setengah jam yang lalu. Steven membawa Jhon ke sini, padahal tadinya berpikiran untuk langsung ke rumah Amie, istrinya. Merasa kalau Jhon sudah sangat berhak di rumah yang semestinya ditempatinya sejak dahulu. "Bapak ini adalah pemilik rumah ini, Nyonya, Paula! Bapak ini yang telah dizolimi oleh istri juga, Jibs bapakmu!" ungkap Steven dengan tangan menepuk bahu Jhon. Catherine tersenyum tipis sembari mengangguk-angguk kepalanya. "Semoga Amie bisa menerima kenyataan pahit nantinya. Tuan tahu 'kan kenapa Tuan menikahinya dulu?" ungkap Catherine sedang mengompori. Steven mengerlingkan matanya mengarah pada Catherine. Dia ingin bertanya panjang lebar, akan tetapi merasa bukan saatnya se

  • Sebuah Penyesalan   Bu, Kenapa Diam?

    -Flashback on- Di atas jembatan panjang di United Kingdom. Catherine merasa tidak berguna, harga dirinya sudah diinjak-injak oleh kekasihnya sendiri. Pasalnya, setelah saling menikmati surga dunia. Pria yang akan berjanji untuk menikahinya pergi entah ke mana. Sebulan. Dua bulan berlalu. Catherine masih menunggu dan keadaannya sudah berbadan dua. Sakit hati, merasa tercampakan, frustasi, adalah perasaannya kini. Jembatan itu disusurinya tepat tengah malam, air matanya mengalir deras. Kedua orang tuanya pasti marah kalau mengetahui dirinya tengah mengandung, lebih parahnya kekasihnya itu pergi entah ke mana. Sedang tidak karuan datanglah Jibs Choudry, dia tengah mabuk. Mereka belum kenal satu sama lain. Terbersit di kepala Catherine untuk menjebaknya. Jibs sedang meracau tak karuan, dia memang pecandu alcohol, buatnya minuman itu sebagai penenang dirinya saat kalut dan stress. Memang dia tidak minum seperti layaknya peminum urakan di jalanan. Dia duduk manis di dalam mobilnya atau pun

  • Sebuah Penyesalan   Keluarnya Jhon Rudolf dari Kurungan Jibs

    Steven tidak menjawab yang Amie tanyakan. Dia bergegas meninggalkan apartemennya. “Steven….” Amie berteriak agak kencang, membuat lelaki berwajah sempurna itu menoleh dan menghentikan langkahnya, “Iya?” “Malam ini jangan lupa temui Aline! Dia berada di rumah….” Pemberitahuan itu terhenti ketika matanya melihat Rizwan yang masih menyamar menjadi cleaning service. “Ibu lagi di rumah mana?” Pertanyaan Steven membuat Amie gelisah karena dirinya merasakan kalau wajah cleaning service itu tak asing untuknya. Kemudian cepat sekali mendekat ke arah Steven. “Ibumu ada di rumahku yang ada di pinggir kota!” Ucapan itu hampir berbisik. Kemudian Amie pun menepuk bahu Steven. “Pergilah! Kamu hati-hati!” pungkasnya dengan mata masih melirik ke Rizwan. Akan tetapi itu membuat Steven penasaran serta mengartikan kalau itu adalah kode pemberitahuan. Dipanggilah cleaning service itu olehnya, “Permisi! Helo! Kamu!!” Sayangnya, Rizwan berpura-pura tidak mendengar seolah memahami kalau dirinya telah dicur

  • Sebuah Penyesalan   Ada Apa?

    Langkah kaki itu semakin ke depan. Ke dalam kamar tepatnya. Tangannya menekan pintu yang dibelakangnya tumpukan kardus air mineral. Pintu ditekan dan hampir menjepit tubuh Dexe yang merebah dan tenggelam ke pojokan. “Ok. Sampai ketemu besok pagi!” ujar laki-laki yang sudah rutin memantau Jhon Rudolf. “Oh, ya. Saya malam ini mau makan banyak. Bawakan kambing panggang, nasi biryani, dan beberapa gulab janum. Jangan lupa salad juga buah. Satu liter sprite!” Permintaan Jhon membuat laki-laki itu mengangguk. Dia seolah paham kalau nafsu makannya baru menggugah seleranya karena kamar telah bersih dan wangi. Cetrek! Cetrek! Suara pintu terkunci dua kali oleh laki-laki yang di pinggangnya ada pistol membuat Dexe menarik napas lega. Dexe masih menunggu beberapa detik untuk memastikan lelaki tersebut tidak kembali. “Dia akan kembali nanti malam, itu pun pelayan yang akan membawakan makanan untukku. Kamu siapa?” Jhon sekarang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan tatapan kedua matanya ke

  • Sebuah Penyesalan   Menyamar

    "Sudah kalian pergilah!" Jibs pun ikut menyuruh. Ketiga wanita itu pun langsung ke luar rumah dengan menggunakan sopir pribadi Jibs pergi ke toko berlian langganan mereka. Sementara Catherine yang sudah mencium sesuatu rancangan suaminya tak banyak berbicara apalagi mengintrogasi. Dia cukup memahami kalau suaminya tak bisa ditantang. Sekarang mereka sedang di toko berlian dan langsung memilah yang cocok untuk dikenakan pengantin wanita di pesta nanti. ***Dexe sekarang menyamar menjadi seorang ahli nuklir dan mengaku teman Jibs sewaktu di universitas dulu. Pengakuan itu pada penjaga dengan memberikan beberapa bukti. Kendati penjaga masih menunggu jawaban dari Jibs yang tidak mengangkat teleponnya. "Cepatlah! Dia sudah menyuruh untuk ke sini sekarang! Aku pun tahu dia sedang sibuk untuk mempersiapkan acara putrinya." Dexe meyakinkan penjaga. Penjaga pun kembali melihat foto-foto dan hasil karya-karya Jibs yang terlampir di dalam map warna cokelat. "Taruh identitasmu di sini! Masukl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status