Share

Kematian Lyn

Baru saja Lyn hendak meraih gagang pintu, Steven dengan cepat menangkap tubuh Lyn. “Kamu mau ke mana?” tanyanya bernada genit.

“Biarkan aku pulang,” Lyn memelas.

Mendengar itu, Steven membujuk, “Jangan takut, aku akan menjagamu.” Tangan Steven meremas jemari Lyn sambil meraih badannya sangat kencang hingga membuatnya jatuh ke dalam pelukannya.

-Flashback off-

“Tuan, cepat ikut aku!” gertak Nurse yang berdiri di depan pintu.

Dengan malas Steven pun beranjak dari duduknya. Lalu, ke luar dari kamar dan berjalan mengikuti kru ambulans yang sudah pergi terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah sakit, suasana menjadi sangat riuh karena polisi sudah berjaga di sana. Ternyata setelah ambulans datang petugas rumah sakit bergegas memanggil polisi. Steven pun akhirnya dijaga ketat karena dialah satu-satunya orang terdekat Lyn juga saksi akan kematiannya.

Hampir lebih dari dua belas jam jenazah Lyn diperiksa dari ujung kaki hingga segala halnya. “Dia meninggal karena meminum racun!” ucap ahli forensik sangat meyakinkan.

“Tapi di lokasi tidak ada tanda-tanda tersebut,” kata polisi yang bertugas membersihkan kamar hotel.

“Kalau dilihat dari tangan, ada seseorang yang memaksa melakukannya!” lirihnya sambil memeriksa tangan Lyn yang membiru.

“Tidak! Bekas ini bukan kekerasan memaksa, melainkan karena hubungan intim yang kasar!” jelas penyidik kejadian perkara.

“Cepat, suruh team-mu memeriksa CCTV dan investigasi suaminya!” ujar komandan yang ikut menyelidiki keadaan jenazah.

-Setengah jam setelah Steven ke luar dari kamar-

Paula Cristian yang menginap di kamar 1230 ini melihat Steven ke luar dari kamar. “Oh, ternyata kamu menginap di sini juga?” ketusnya sambil mengabadikan photo Steven yang sedang berjalan.

“Kamu milikku!” ucapnya berbicara sendiri, sambil masih mengendap-endap pada dinding sebelah hingga setengah jam lamanya, bermaksud meyakinkan kalau Steven benar-benar telah pergi.

Setelah merasa aman, Paula pun melangkah ke arah housekeeping yang sedang bersih-bersih. “Permisi, aku disuruh Mister yang ada di kamar 1225, untuk melihat istrinya. Tetapi, dia malah membawa access cardnya!” katanya agak genit.

“Oh, Mister Steven?” jawab housekeeping. Sebelum betul-betul memberikannya, ia pun meminta photo Steven untuk meyakinkan mereka kenal satu sama lain. Paula dengan penuh percaya diri memperlihatkan yang dimintanya. Setelah melihat beberapa photo kebersamaan antara Steven dengan Paula, housekeeping pun segera memberikan access cardnya.

Paula dengan sumringah meraihnya. Lalu, menempelkan access card pada sensor pintu kamar 1225 tersebut, dimana Lyn sedang tertidur.

TEET!

Paula berjalan sangat pelan sekali, kendati dirinya memakai high heels yang sangat tinggi dan lancip. ‘Oh, rupanya kamu bersama perempuan di sini!’ ucapnya dalam senyap. Sepertinya Paula tidak tahu kalau yang tidur di atas tempat tidur adalah istri sah Steven.

Tangan Paulapun dengan cepat mengambil serbuk putih dari dalam tas kecilnya. Lalu, menaruhnya di dalam sapu tangan. “Kamu, wanita sialan! Cepat bangun!” gertaknya.

Gertakan itu membuat Lyn terbangun dari tidurnya. Kemudian ia pun segera menarik selimut lalu duduk. “Kamu siapa?” kagetnya agak ketakutan.

Paula membuka handphonenya, lalu memutar video adegan semalam yang telah dilakukannya dengan Steven. “Aku siapa?” desis Paula sinis.

Lyn mengambil handphone Paula, lalu memutar video beberapa kali. “Aku Lyn, istri Steven yang keempat!” ucapnya tegas. Kemudian beranjak dari tempat tidurnya.

“Hah? Istri?” kaget Paula, karena dia berpikir wanita ini sama sepertinya.

Lyn mengangguk sambil menatap bola mata Paula tajam. Baru saja Lyn hendak melangkah, Paula segera membekap mulut Lyn dengan sapu tangan tadi. Alhasil Lyn pun terpengap-pengap karena Paula membekapnya begitu kuat.

Ya, postur tubuh Paula yang tinggi, juga kekar tidaklah susah untuk mengalahkan Lyn yang mungil. Seketika tubuh Lyn, didorong oleh Paula ke arah tempat tidur hingga membuat Lyn terjatuh dan tidak berdaya. Tanpa menunggu lama, Paula kembali membekap Lyn dengan sapu tangan tersebut. “T-to-to…” Ucapan terbata-bata yang ke luar dari mulut Lyn bersamaan dengan meregang nyawanya.

Melihat keadaan Lyn seperti itu, Paula merasa puas. Dia pun tertawa keras, “Siapa pun kamu! Steven adalah milikku!” ujarnya. Lalu, tangannya menjorokan tubuh Lyn dengan kasar untuk meyakinkan kalau wanita yang ada di depannya itu sudah meninggal.

Tenang serta merasa tidak berdosa, Paula membetulkan posisi tubuh Lyn seperti sedang tertidur. Dia pun membersihkan sisa-sisa serbuk dan mengambil sapu tangannya. Sebelum ke luar, Paula pun sempat memeriksa tas kecil milik Lyn. “Kamu, ternyata benar-benar istri Steven!” ucapnya berbicara sendiri sambil memeriksa secarik photokopi akta pernikahan.

“Rest in peace!” akhir kata Paula sambil meraih access card. Kemudian memakai kaca mata hitam miliknya yang mewah itu. Dia pun ke luar dari kamar dan menutup pintunya dengan pelan. “Nih, terima kasih accessnya!” ucap Paula sambil memberikan selembar $100 pada housekeeping tadi.

Beberapa polisi ada di ruang CCTV, “Cepat putar ulang kejadian hari kemarin, dan siapa saja yang masuk ke kamar 1225!” titah polisi pada watchman.

“Wait, putar pelan-pelan!” ucap polisi yang melihat Paula masuk ke kamar. Di sana sangat jelas sekali bagaimana wajah Paula serta dialah orang yang terakhir ke luar dari kamar Lyn setelah Steven.

“Siapa wanita itu? Kenapa dia bisa masuk?” ucap Hamid Khan sebagai komandan polisi yang tiba-tiba datang.

“Anda siapa?” tanya team polisi yang keheranan melihat Hamid datang.

“Aku Hamid Khan, ditugaskan oleh pihak hotel untuk menangani kasus ini! Atau hotel ini akan tercoreng namanya karena tidak baik keamanannya.” Tegasnya sambil mengambil copy rekaman dari CCTV.

“Aku akan membawa ini, untuk diselidiki!” ujarnya sambil melangkah ke luar dari ruangan.

***

Hari kedua kematian Lyn masih menyisakan tanda tanya di kepala Steven, dia tidak menyangka karena ulahnya malam itu membuat istrinya meninggal. Sementara posisi Lyn hanya memiliki dirinya dan beberapa staff yang mengurus hewan ternaknya. Maka, kematiannya pun masih dirahasiakan. Kata maaf masih terucap di bibir, “Lyn, maafkan aku!”

Baru saja Steven beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba handponenya berdering. Dia pun dengan cepat mengangkatnya, “Hello!”

Di ujung telepon Hamid Khan menyahut, “Anda suaminya Lyn Lyana?”

Steven menjawab, “Betul! Anda siapa?”

“Cepat, ke kantorku! Ada beberapa hal yang wajib kamu ketahui!” tegasnya sambil memberikan informasi tentang dirinya serta alamatnya.

Setelah berpakaian Steven pun ke luar dari apartemennya, lalu pergi ke alamat yang diberikan, “Dimana alamat ini?” ucapnya sambil memutar-mutar stir mobilnya. Baru saja dia akan membelokan mobilnya ke arah selatan, matanya melihat tulisan ‘Specialist Agent’ yang terpampang jelas di sebelah timur. Steven pun memarkirkan mobilnya persis di depan gedung tersebut.

Kota Karachi yang panas membuat Steven berlari kecil, lalu masuk ke dalam lift yang sebelumnya diperiksa ketat.

Rupanya pihak dari management ‘Pearl Continental’ menyewa agent tersebut. Karena pemilik hotel adalah keturunan dari pejabat luar negara yang punya kendali dalam penyelidikan berbagai macam kriminal.

“Permisi, ruangan Mr. Hamid Khan dimana?” tanya Steven pada lelaki yang ke luar dari ruangan sebelah. Di dalam ini ternyata banyak sekali ruangan, itu membuat Steven kebingungan karena sama sekali tidak ada papan nama.

“Oh, belok kiri lalu ke kanan dan lurus!” ucapnya.

Walaupun belum yakin Steven mengangguk, lalu berjalan mengikuti petunjuk lelaki tadi. Begitu sampai….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status