Share

Memaksa

Thalita tidak tidur semalam suntuk. Matanya sudah ada lingkar hitam. Dia tidak tenang, sekejap berdiri sekejap duduk. Kemudian berdiri lagi dan mengelilingi tempat tidur. Arion belum lagi datang semenjak terakhir mereka bertemu, laki-laki itu serius mengurungnya di sini. Ucapan Arion masih terngiang di telinga Thalita. Bedebah, laki-laki itu sakit jiwa!

KREKK!

Thalita menoleh dengan cepat ke arah pintu yang terbuka. Seorang wanita bertubuh subur membawa troly. Cleaning service. Thalita mengambil kesempatan untuk mengintip keluar. Melihat siapa yang menjaga. Dari cela ia melihat keadaan yang aman, seulas senyum tipis terlukis di bibirnya.

"Maaf ...Saya mau bersihiin kamar ini."

Thalita mengangguk. Dia mencari high heels yang dia lempar pada Arion tempo hari. Thalita mengendap-endap keluar dari kamar dengan mata penuh waspada. Ini adalah kesempatan untuknya lari. Siapa yang tahu laki-laki itu punya rencana jahat padanya. Menjual organ tubuhnya atau menjual dirinya ke tempat bordir, alih-alih mengatakan ingin menikahinya. 

Shitt..

Langkah Thalita terhenti padahal di depannya sudah terlihat lift. Ia mundur melihat laki-laki berjas hitam. Thalita memutar arah. Jangan sampai tertangkap. Thalita melepaskan alas kakinya yang menyusahkan. Tumitnya mengeluarkan suara dan itu sangat berbahaya. Tapi, lagi-lagi ada laki-laki berjas hitam. Entahlah dia jadi paranoid dengan laki-laki bertubuh tegap dengan jas hitam.

Thalita menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya gemetar karena takut. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Arion, dia yang punya kelainan jiwa. Thalita meruntuki laki-laki itu.

"Maaf. Apa kau tahu lift untuk keluar dari sini?" tanya Thalita melihat seorang wanita lewat. Wanita itu melihatnya dengan aneh lalu melewati Thalita begitu saja. Thalita menatap kesal pada wanita itu.

Shiit!

Thalita menghampiri laki-laki berseragam cleaning service. 

"Maaf. Di mana tangga kecemasan?" tanya Thalita dengan wajah panik. "Tolong. Saya butuh pertolongan. Saya diculik."

"Apa?"

"Saya diculik," ucap Thalita terbata.

Laki-laki itu menggelekan kepalanya tanda prihatin dan meninggalkan Thalita begitu saja. Thalita mendengus. Kenapa tidak ada yang mempercayainya. 

"Ada yang perluku bantu? Say baby.." 

Thalita menoleh dengan mata melebar. Laki-laki itu tersenyum dengan wajah dingin di belakangnya sudah ada beberapa laki-laki berjas hitam. Hanya dengan isyarat tangan saja para pengawal menarik paksa Thalita kembali ke kamar. 

Brakkkkkk

Tubuh Thalita dilempar ke dalam kasur. Beruntungnya kasur itu lembut tidak membuat tulangnya patah. Arion berdiri di depan kasur menatapnya datar tanpa ekspresi. Laki-laki itu seperti psikopat yang bisa menutupi perasaannya.

"Jangan mencoba kabur, Thalita. Aku akan mendapatkanmu kemana pun kau pergi."

"Aku bukan orang yang bisa kau dapatkan begitu saja. Seperti kau mendapatkan anjing liar di pinggir jalan," geram Thalita. "Aku manusia. Kehidupanku sedang menunggu."

"Tidak sayang. Kau lebih berharga dari seekor anak anjing. Karena itu aku tidak akan melepaskanmu," balas Arion. Tubuhnya merayap ke atas tubuh Thalita. Tapi, tidak menempel pada tubuh Thalita dia menjaga jarak.

Thalita menyeret tubuhnya ke atas. Wajah Arion semakin dekat membuat Thalita semakin memucat. Laki-laki itu punya wajah yang menghangatkan jiwa. Tapi, sifatnya seperti iblis. Thalita semakin panik karena wajah mereka kini berdekatan. Rasanya ia ingin melompat dari atas kasur, namun tangan Arion menguncinya.

"Bahkan jika aku seekor anjing. Tidak akan sudi tinggal denganmu," ucap Thalita. Arion menutup mulut rapat-rapat. Seperti mendapatkan tamparan dari ucapan Thalita.

Arion menatap mata gadis itu dengan sangat tajam. Tangan kanannya masuk ke dalam rambut Thalita dan menariknya. Thalita mengerang.

"Kau harus cepat mengambil keputusan. Atau aku tidak akan sungkan mengambil inisiatif sendiri," ucap Arion melepaskan tangannya.

Thalita dengan refleks menampar wajah Arion dengan tangan kanannya memberikan suara nyaring. Arion mendengus lalu mengelus pipinya.

"Rapikan pakaianmu. Kita akan membeli baju untukmu. Supaya kau bisa pulang ke rumahmu dengan penampilan normal untuk meminta izin pernikahan kita. Kau terlihat berantakan," kata Arion. Dia bangkit dari tempat tidur. Menatap Thalita. Tanpa makeup saja gadis itu masih terlihat cantik. Wajah ovalnya semakin mempertegas kecantikan Thalita.

"Enggak akan!" teriak Thalita. Laki-laki itu sakit jiwa memaksa menikah.

"Aku memberikan pilihan yang terbaik untukmu. Atau kau ingin kubawa kemana-mana seperti simpanan," tegas Arion.

"Aku tidak akan memilih. Kau enggak bisa memberiku pilihan. Ini hidupku..." Thalita merayap pada Arion tangannya menyatu. Tanda memohon. Air mata Thalita mengalir.

"Tolong lepaskan aku. Kita enggak mungkin menikah. Aku enggak mengenalmu."

"Aku tidak akan melepaskanmu. Kau milikku. Jangan pernah lagi meminta seperti ini."Arion mendesis marah.

Laki-laki ini benar-benar sudah gila! Bathin Thalita.

"Aku mohon. Aku enggak cinta denganmu . Aku enggak berniat untuk belajar mencintaimu. Aku mencintai Morgan," ucap Thalita. Dia terpaksa menyebut nama Morgan. Padahal sekarang dia sangat membenci laki-laki itu.

"Jangan pernah menyebut nama laki-laki lain di hadapanku." Arion tidak bisa mengendalikan emosinya.

Dia meraih tubuh Thalita dan melemparnya ke dalam kasur lalu membuka dasinya melempar jauh. Arion berniat menerkam Thalita. Gadis itu mengerang ketakutan. Bibir bawahnya gemetar, tak sanggup mengucapkan apa pun.

Arion Ortega lelaki yang dilimpahi kemewahan. Tidak ada wanita yang mampu menolaknya. Bahkan, dia mampu menikahi lebih dari satu perempuan. Tapi, gadis ini menolaknya. Seketika harga diri Arion jatuh. Kamar itu hanya terdengar isakan Thalita. Arion mendekatkan dirinya. Dia mengelus puncak rambut Thalita. 

"Aku mencintaimu. Jauh sebelum kita bertemu. Kuharap hatimu memberiku kesempatan." 

** 

Arion membawa Thalita ke pusat perbelanjaan. Tiga bodyguard di sewa Arion untuk mengawal Thalita. Arion membawa ke tempat-tempat berjenama. Sayang sekali tidak ada kesempatan Thalita untuk lari. Padahal dia berniat untuk melarikan diri. Thalita sudah biasa dengan tempat seperti ini hanya saja sebagai pegawai. Seumur hidup ia tidak pernah membayangkan memiliki uang banyak. Membeli barang-barang yang ia inginkan.

"Maaf ...Ada yang bisa saya bantu," ucap seorang wanita berseragam.

"Aku mau manager kalian untuk melayaniku mencari barang-barang," ucap Thalita. Arion duduk di sofa memperhatikan gadis itu di balik kacamata hitamnya. Pelayan wanita itu berjalan ke meja dan menelpon seseorang.

Tidak lama kemudian Ronald datang. Dia tersenyum sinis.

"Thalita! Apa yang kau lakukan? Melamar pekerjaan atau ingin mengemis pekerjaan," ucap Ronald dengan sombongnya. Dia menatap keseluruhan pakaian Thalita yang terakhir dia lihat. Thalita menatap Ronald dengan angkuh yang dibuat-buat.

"Keluarkan baju-baju yang bisa direkomendasikan padaku," perintah Thalita.

"Pergilah...! Selagi aku masih bersabar." Ronald menekan kata-katanya. Toko itu tampak sepi. Hanya ada satu pelanggan yaitu Thalita. Karena Arion adalah tamu VVIP .

"Siapa yang sedang kau usir?" Arion membuka kacamatanya. Mereka saling berhadapan. Tentu saja Arion sudah mencari tahu pekerjaan apa Thalita dulu. Ronald mantan atasannya. "Ikuti kemauan gadis ini, atau kau ingin dipecat!" Arion menatap tajam pada Ronald. 

Ronald menelan ludahnya. Arion Ortega. Dia mengenalnya. Pengusaha muda yang sering wara-wiri di majalah atau buletin. Ia melirik Thalita, kini otaknya penuh tanda tanya. Pada akhirnya dia harus pasrah tanpa protes dan pertanyaan.

"Maaf pak Arion," ucap Ronald.

"Aku ingin dia yang menunjukkan pakaian terbaik di sini,"tunjuk Thalita. Ronald terbelalak.

"Apa kau dengar!" Arion menatap Ronald tajam. Laki-laki itu mengangguk pasrah.

Selama dua jam kurang Ronald turun tangan sendiri memberikan beberapa recommend pakaian terbaik mereka. Ronald mengambil sendiri pakaian dari gantungan untuk Thalita. Dia mengikuti Thalita berputar-putar mencari keinginan gadis itu. Bak ratu, Thalita diperlakukan.

"Aku berubah pikiran. Simpan lagi pakaian itu. Enggak jadi,"ucap Thalita tanpa dosa. Dari awal Thalita hanya ingin membalas perbuatan Ronald padanya.

Ronald menarik nafas.

Kedua tangannya sudah penuh pakaian yang dipilih Thalita. Dan sekarang usahanya sia-sia. Tidak ada satu pun yang dibeli Thalita. Arion tidak memaksa Thalita untuk membeli apa yang dia pegang. Mereka keluar dari toko itu dan pindah ke toko lain. 

** 

Malam yang tak terduga. Thalita menjadi gadis penurut. Entah kenapa perasaannya sedang senang. Dia tidak membangkang atau memaki Arion seperti kebiasaannya. Arion membawa Thalita kerestoran mahal. Semua hidangan terlihat asing bagi Thalita. Pertama kalinya dia masuk restoran mahal.

"Apa kau menyukainya?" Arion menatap Thalita yang sedang sibuk dengan steaknya. Gadis itu kesusahan memotong. Tidak bisa dipungkiri Arion terpesona dengan kecantikan Thalita. Tubuhnya yang ramping dibalut gaun yang cantik. Bagian dada terlihat menonjol.

"Enggak! Siapa namamu? Kau memanggilku Thalita, Thalita. Tapi, aku enggak tahu namamu," ucap Thalita. Sebenarnya dia sudah tahu. Tapi, ingin mendengar langsung dari laki-laki itu.

"Arion Ortega. Kau bisa memanggil ku Arion."

"Tentu saja! Jangan berharap aku akan memanggilmu dengan sebutan sayang," ketus Thalita. Dia menaikan dagunya.

Arion tersenyum. Dia mulai terbiasa dengan sikap kasar gadis itu. Tangannya menarik piring Thalita dan memotong daging untuknya. Thalita mengamati Arion, pria itu punya pipi yang tinggi dengan tatapan teduh tapi tajam, alisnya tebal. Sayang rambutnya terlalu rapih karena pomade, jika dibiarkan sedikit berantakan akan terlihat seperti anak kuliahan.

"Makanlah. Supaya otakmu sedikit waras," ucap Arion memberikan piringnya kembali.

Thalita menarik nafas kesal.

"Apa kau tidak risih tinggal dengan orang yang tidak mencintaimu," ucap Thalita seraya menyantap steaknya.

"Aku mencintaimu. Itu sudah

cukup." Tegasnya. 

Thalita tertegun. Mereka saling berpandangan.

"Aku akan membuatmu mencintaiku. Jika hatimu tidak berubah. Aku akan melepaskanmu," sambung Arion menatap mata coklat di depannya.

Thalita tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Apakah Arion sedang melakukan penawaran. Jika dia menolak. Percuma saja. Laki-laki itu bisa melakukan hal nekad. Thalita terdiam.

"Perkataanmu bisa dipegang?Melepaskanku."

"Tentu saja. Aku seorang laki- laki," tegas Arion. Tidak ada yang bisa menolaknya. Bahkan wanita di luar sana berlomba mengejarnya. Arion yakin bisa membuat Thalita menerimanya.

"Asalkan kau tidak menyentuhku. Maksudku, tidak ada seks dalam hubungan kita. Aku akan menikah denganmu," ujar Thalita. Setelah semalaman dia memikirkan. 

Arion mengangguk setuju dengan cepat sebelum Thalita berubah pikiran. Ia menyembunyikan senyum di dalam gelas wine yang dia minum.

"Kau akan menikah denganku."

Arion memastikan.

"Iya... Tapi, hanya tanda tangan di KUA. Enggak ada pesta atau pun saksi yang berlebih," ucap Thalita dengan santai. Karena pernikahan itu hanya sementara. Jangan berharap lebih Arion.

"Kau tidak menginginkan pesta? Aku bisa membuat sesuai impianmu," kata Arion. Dia menyembunyikan rasa bahagianya. Hatinya berdebar membayangkan akan menikah dengan gadis itu.

"Enggak usah! Pernikahan ini hanya simbol supaya aku enggak terlihat seperti simpananmu," ucap Thalita menegaskan. Ucapan Thalita merusak mood Arion.

"Baik. Terserah padamu."

"Dengar! Kau harus menepati janji mu. Melepaskanku." Thalita menatap mata hijau itu tajam. Tangannya yang memegang pisau mengarah pada wajahnyanya.

Arion terdiam sejenak. "Tentu. Masalah hutangmu, aku sudah membayarnya semua. Lunas."

Thalita tersenyum. Dia layak mendapatkan itu. Tinggal dengan laki-laki yang tidak dia kenal akan menggangu kejiwaannya. Arion tidak segan menatap Thalita tanpa berkedip, jantungnya berdebar namun wajahnya datar tak berekpresi

"Lain kali, jangan ke tempat restoran seperti ini!" protes Thalita.

"Makanan seperti apa yang kau sukai." Arion penasaran.

"Masakan nenekku. Kau ingin memanggil dia juga. Sayangnya,dua tahun lalu dia meninggal," suara Thalita cuek. 

Arion tidak habis pikir pada gadis itu.Tidak bisakah dia berbicara layaknya wanita lembut. 

"Aku sudah selesai!" Thalita memberikan isyarat.

Dua puluh menit kemudian mereka beriringan keluar menuju mobil. Tingkah laku Thalita amat berlainan. Bagaikan orang yang baru keluar dari penjara. Mata Thalita liar memandang alam sekitar. Arion memperhatikan Thalita yang duduk di belakang dari kaca. 

Arion sudah menyuruh Thalita untuk duduk di depan, di sampingnya. Thalita menolak. Sekarang Arion merasa seperti supir. Tidak mengapa asalkan bisa di dekat gadis itu.

Jangan lupa follow akun author juga 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status