Share

Twins towers

Dua hari setelah perencanaan pernikahan dadakan Thalita dan Arion. Setelah rasa kaget yang mereka berikan pada keluarga Thalita. Arion berhasil meluluhkan kedua orangtua Thalita dengan pelunasan hutang dan juga rumah baru untuk mereka. Pernikahan itu berjalan cepat. Arion dan Thalita menandatangani surat nikah di KUA seperti menandatangani surat biasa. Andre yang menjadi saksi mereka hanya dapat mengelus dada.

Kedua orang itu membuat orang yang menyaksikan terheran heran. Thalita dengan pakaian casual, sedangkan Arion mengenakan kacamata hitam.

"Kenapa pasportku bisa cepat selesai? Apa kau sudah merencanakan dari awal?" Thalita menautkan alisnya pada Arion. Mereka sudah berada di bandara Soekarno Hatta.

"Sudah kubilang. Apapun keputusanmu. Aku akan tetap membawamu pergi," ucap Arion menarik tangan Thalita menuju check in.

"Aku bisa sendiri. Lepaskan tanganmu," bentak Thalita. Laki laki itu melepaskannya tangannya setelah mendapat pandangan sinis orang sekeliling karena suara Thalita yang meninggi.

"Kemana kita akan pergi?"

"Apa matamu buta? Kau tidak mengecek pasportmu?" ucap Arion dengan wajah dingin.

Thalita menaikan atas bibirnya kesal, lalu melihat tiket yang dipegangnya.

Hah!Malaysia...

Thalita menggeret kopernya dengan kesal. Kakinya berlari kecil mengikuti Arion yang sudah meninggalkannya. Andre yang berada dibelakang mereka menggelengkan kepala. Kalau saja boleh memilih, dia ingin keluar dari pekerjaannya. Menghadapi seorang Arion sudah membuatnya naik darah di tambah lagi wanita itu, shit! Mereka sekarang sepasang suami istri.

"Punya uang banyak. Sering keluar negeri. Kenapa enggak beli pesawat pribadi?" gumam Thalita seorang diri.

Arion menyenderkan bahunya ke belakang, ia melirik wanita di sampingnya yang sedari tadi sibuk sendiri. Thalita sangat cantik tanpa makeup sekalipun, tapi tingkah wanita itu membuatnya sakit kepala. Bahkan di dalam pesawat pun dia tidak bisa tenang.

"Aku pikir kita akan pergi dengan pesawat pribadi dan keliling Eropa untuk bisnismu," suara Thalita menyindir pada Arion. Mereka masih belum membiasakan diri dengan status baru mereka, Arion masih dengan wajah kaku dan dingin. Satu sisi Thalita berubah menjadi banyak bicara dan kasar.

"Apa kau tidak ingin pindah tempat duduk. Aku tidak bisa tidur jika di sampingmu," ucap Thalita. Dia duduk di dekat jendela. 

"Tidak akan ada yang ingin duduk denganmu." Jawab Arion. 

Thalita mengalihkan pandangannya pada gadis berlipstik merah yang sedari tadi mencuri pandang pada Arion. Wanita muda itu sangat pintar menilai laki-laki. Thalita mengakui pesona Arion, sayangnya ia sama sekali tidak tertarik pada Arion. 

"Permisi apa kau ingin tukar kursi denganku?" tanya Thalita pada wanita berlipstik merah itu. Arion membuka kacamatanya lalu menatap tajam pada Thalita.

"Aku?" ucapnya menunjuk diri sendiri.

"Iya...."

Wanita berlipstik merah itu mengangguk dengan cepat. Dia tak bisa menahan senyumnya lalu menoleh pada Arion, wajah tampan itu sangat familiar. Dia sering melihat di buletin dan media. Senyuman gadis itu hilang saat mendapat tatapan tajam dari Arion.

"Maaf...Istri saya punya gangguan otak. Harap dimaklumi," ucap Arion lalu matanya menoleh dingin pada Thalita. Wanita di sebrang itu membenarkan posisi duduknya dengan kesal.

Istri! Dia menyebut istri.

"Jangan melihatku seperti itu. Atau aku akan loncat dari sini," ancam Thalita.

"Loncatlah!"

Thalita berdiri dari kursinya mencoba melewati Arion yang duduk di sampingnya. Laki-laki itu mencekram tangan Thalita dengan tatapan yang menghunus tajam.

"Aku hanya ingin ke toilet! Apa kau ingin ikut juga?"

Arion melepaskan tangannya. Ia bingung kenapa gadis ini sangat frontal. Thalita melewati pramugari yang sedang berkumpul.

Samar-samar Thalita bisa mendengar mereka mengagumi Arion. Mereka menatap Thalita dengan sinis. Astaga, apa yang mereka pikirkan. Thalita hanya mencuci tangan di toilet. Cepat-cepat dia kembali lagi ke bangkunya.

"Pelan Thalita!"

Tidak perduli dengan protesan Arion. Dia melengkahi kaki Arion dengan kasar. Thalita bukan cemburu. Dia hanya tidak suka banyak yang memuji Arion seakan tidak ada kekurangan laki-laki itu. Sedangkan dia tersiksa. Merelakan kehidupannya gara-gara Arion.

***

Thalita mengamati kamarnya dengan mata berbinar. Bibirnya tak henti tersenyum tapi dia mencoba menahannya. Thalita meletakkan kopernya dan berkeliling. Ada dua ruang tidur, ruang tamu, ruang makan dan juga kolam renang. Thalita bersorak gembira dalam hatinya. Hotel yang berkelas.

"Andre akan membantumu selagi aku pergi. Hanya jika ada yang penting," ucap Arion. Membuat Thalita terhenti dan melihat ke arah Andre. Mereka seperti kakak beradik, decak Thalita dalam hati. Andre tersenyum datar pada Thalita, terkesan tidak suka atau dia memang setipe dengan Arion yang punya muka datar. Kini Arion sudah berganti pakaian dengan jas hitam yang berkilau, Thalita memandangnya lima detik hampir saja Thalita terhipnotis dengan ketampanan suaminya itu.

"Kau akan pergi?" tanya Thalita semangat.

"Iya. Mengurus pekerjaanku. Kita akan bertemu saat makan malam," ucap Arion. Thalita memandang malas. Alangkah lebih baiknya bila Arion tidak usah kembali.

"Kau tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja," balas Thalita dengan cuek. Ia melempar tas rancelnya ke atas kasur. Bersiap membuka sepatu sneakernya.

"Di luar pintu ada bodyguard yang menjagamu. Kau bisa istirahat dengan nyaman," ucap Arion seraya melangkah keluar kamar.

Bodyguard !

"Brengsek!" Thalita mengerang sambil melempar sneakernya ke arah Arion. 

Andre menangkap dengan sigap lemparan Thalita. Arion berbalik melihat Thalita. Laki-laki itu menarik sudut bibirnya dan keluar. Thalita melempar tubuhnya ke atas kasur dengan emosi. Tangannya mendadap handphone di dalam tas rancel. Satu yang ingin dia ketahui. Hotel ini di mana letaknya.

Luxury hotel, Kuala lumpur.

Thalita berjalan ke arah tirai berwarna gelap. Kemudian menarik tirai itu. Kaca itu memberikan pemandangan yang sangat indah. Terlihat twins tower memberikan cahaya gemerlap pada sekelilingnya. Malam itu Thalita mencekram tirai dengan kuat matanya kosong memandangi pemandangan di depannya.

Bahkan twins tower itu tidak bisa memberikan kehangatan pada dirinya.

Dia akan mandi supaya pikirannya lebih baik. Thalita mengatur pemanas di bathtub sesuai dengan suhu yang diinginkan. Setelah lama berendam air hangat Thalita memakai kimono untuk tidur. Dia melupakan makan malam. Kakinya sudah menyelip di dalam selimut dan terlelap.

Pukul dua pagi Arion selesai dengan urusannya. Ia kembali ke hotel. Pandangannya mengarah pada tempat tidur. Thalita tertidur pulas. Arion berjalan lalu berjongkok melihat Thalita, tangannya menyapu rambut gadis itu yang menutupi matanya. Terdiam sejenak menikmati pemandangan indah di depannya. Sekarang dia punya istri. Seorang istri yang selalu menyambutnya dengan wajah cemberut. Arion tidak keberatan dengan itu, baginya asalkan Thalita ada bersamanya. Sudah cukup.

**

Thalita memukul pelan pada sampingnya. Ada gumpalan yang membuatnya semakin mengerutkan wajahnya. Perlahan matanya menoleh ke samping.

"Apa yang kau lakukan di kamarku!" teriak Thalita. Badannya sudah duduk menatap laki-laki di sampingnya.

"Kamar kita. Bukan kamarmu saja. Maaf mengkoreksi," ucap Arion dengan mata tertutup. Dia belum lagi tidur walaupun matanya tertutup. Berada di dekat Thalita membuat jantungnya tidak tenang. Dia harus menahan gairahnya.

"Kau bisa menyewa kamar satu lagi. Atau berikan aku kamar yang lebih murah. Jika kau keberatan!"

"Untuk apa? Kita suami istri. Sudah seharusnya tidur satu kamar,"jawab Arion. Bukan uang masalahnya. Tapi, karena Arion menginginkan sekamar.

Thalita menelan saliva.Tubuh Arion membuatnya tidak bisa konsentrasi. Kenapa dia bertelanjang dada. Thalita menatap kimononya, mana tahu ada tali kimononya yang lepas. Arion membuka matanya kecil, diamnya Thalita membuatnya penasaran.

"Aku tidak akan menyentuhmu. Kau bisa pegang ucapanku," ucap Arion. Dia membuka matanya menatap istrinya dengan kerutan di dahi.

"Kau bisa saja menerkamku saat aku lengah," ujar Thalita. Matanya mengintimidasi .

Arion duduk lalu menatap Thalita. Menarik nafas panjang mengingat mereka berdua sekarang suami istri. Pria mana yang akan tahan tidak menyentuh wanita yang tidur di sampingnya. Apalagi wanita itu mengenakan pakaian tidur. Arion menahannya dengan frustrasi.

"Aku bukan binatang Thalita. Aku akan menyentuhmu saat kau yang menginginkan," suara Arion memelas.

"Jangan berharap Tuan Arion. Itu enggak akan pernah terjadi," ucap Thalita dengan suara tinggi.

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti," ucap Arion yakin.

"Berfikirlah sesuka hatimu. Tapi jangan pernah gunakan tanganmu menyentuhku."

Hah!

Thalita menyeringai. Laki-laki mana yang bisa menahan nafsu birahinya apalagi mereka tidur satu kamar. Thalita meruntuki dirinya kenapa dia tidak membuat perjanjian untuk tidur di kamar terpisah dengan Arion. Thalita menatap Arion bagai hantu, ia turun dari tempat tidur melangkah ke kamar mandi.

Baiklah! Mungkin Arion bisa menahan gairahnya atau mencari pelampiasan pada wanita lain, bukan kah dia banyak uang. Sedangkan Thalita, ia juga adalah wanita normal. Tapi, tentu saja dia tidak akan melakukan dengan laki-laki asing. Baginya Arion masih asing.

Dia pastikan hubungan ini tidak akan lama.

"Thalita cepatlah keluar dari kamar mandi," teriak Arion dari atas tempat tidur. Suara derasan air dari kamar mandi membuatnya berimajinasi liar.

Arion mengusap wajahnya dengan frustasi, sungguh bodoh menikahi wanita tanpa bisa menyentuhnya. Bagiamana ia harus menghadapi gadis itu setiap hari dengan gairah menggila seperti ini. Perasaannya terhadap Thalita semakin kuat dan membuatnya tak berdaya.

Thalita keluar mengenakan handuk di atas paha, memperlihatkan kakinya yang jenjang dengan rambut yang masih basah. Arion menelan saliva, ia membenci wajah cantik itu yang selalu menyiksanya. Dan kini gadis itu menatapnya juga.

"Apa matamu bisa melihat yang lain. Aku ingin mengambil baju," ucap Thalita dengan risih. Mata Arion seakan ingin menerkamnya.

"Tidak ada perjanjian dilarang melihat! Aku ingin melihat. Apa yang ingin kulihat!" ucap Arion. Ia mengekori Thalita dengan matanya. Beberapa kali Arion menelan saliva, menguatkan diri.

"Pergilah ke rumah bordil. Kau bisa melihat sesuka hatimu di sana!" ucap Thalita. Tangannya menarik baju dari lemari dengan kasar dan kembali ke kamar mandi.

"shit!

Arion melempar bantal yang ada di sampingnya ke depan dengan frustrasi. Dia harus bersabar. Thalita tidak akan memaafkannya jika ia nekad melakukan sesuatu.

**

"Apa kau bisa makan dengan tenang? Tidak ada yang akan merebut makananmu," ucap Arion. Piring Thalita penuh dengan makanan. Roti canai, sosis dua batang dan roti tawar. Padahal baru saja dia menghabiskan sepiring nasi lemak.

"Makan saja makananmu jangan menatapiku. Tadi malam aku enggak makan," balas Thalita sambil mengunyah sosisnya dengan tatapan dingin pada depannya.

"Apa kau menungguku semalam? Maaf. Aku pulang sangat larut," ucap Arion merasa bersalah.

"Permisi! Jangan merasa aku menunggumu. Aku terbiasa enggak makan malam, kalau kau ingin tahu," balas Thalita dengan datar.

Arion menekan garpunya pada sosis di piringnya. Tadi malam dia juga belum makan. Tapi membangunkan Thalita yang terlalu nyenyak tidur membuatnya tidak tega.

"Syukurlah kalau begitu. Aku bisa makan malam tanpa memikirkanmu," balas Arion datar.

"Silahkan."

"Apa kau tidak bisa bicara manis sekali saja? Oh...Sudahlah lupakan. Aku menyukaimu apapun bentuknya," ucap Arion. Kata-kata yang menegaskan untuk dirinya sendiri.

"Apa kita akan makan di kamar terus menerus?" tanya Thalita tidak mengambil penting ucapan Arion.

Arion menatap kamar mereka, tidak ada yang salah. Kamar mereka dilengkapi ruang meja makan. Angin yang berhembus dari balkon sangat terasa.

"Ada yang salah? Say baby..."

"Kau ingin aku merasa seperti simpanan. Selalu terkurung dan memiliki bodyguard," suara Thalita meninggi, ia menyingkirkan piring yang ada di depannya.

"Jangan mengajakku berkelahi saat aku lagi makan," ucap Arion.

"Kenapa? Apa kau takut tersendak. Maaf...Aku malah menginginkan itu. Aku bisa terbebas darimu," ucap Thalita. Gadis itu bodoh, belum ada orang meninggal karena tersedak makanan. Atau mungkin ada. Ucapan Thalita menusuknya seperti belati.

Arion mengambil air putih di sampingnnya. Dari dulu dia mengkhayal akan sarapan berdua dengan gadis dalam mimpinya itu. Tapi, ternyata gadis itu bahkan tidak memberikannya waktu untuk mencerna makanannya. 

"Kau bisa keluar bersama bodyguard atau dengan Andre. Pilih salah satu." Arion menawarkan.

Arion lupa Thalita seorang wanita. Dia pasti menginginkan shopping atau sekedar jalan-jalan melihat pemandangan. Arion memberikan kotak ke depan Thalita, sebuah handphone dengan merk terkenal. Ia berharap gadis itu tersenyum.

"Okay..." Jawab Thalita seraya melirik kotak itu. 

"Setelah aku selesai dengan pekerjaanku. Aku akan menemanimu." Arion memberitahu.

"Jangan! Jangan! Aku cukup bersama bodyguardmu. Kau urus saja dirimu. Kau enggak lagi berfikir kita sedang honeymoon kan?" suara Thalita menyindir.

Arion sediki kecewa dengan penolakan Thalita, tetapi ia memilih mengesampingkan perasaan itu. Tentu saja tidak ada terlintas di otaknya untuk honeymoon. Sebelum pernikahan mereka, Arion sudah ada jadwal untuk ke Malaysia mengurus proyek.

"Jangan khawatir. Aku tidak membayangkan itu," ucap Arion. Dia juga tidak mengerti ucapannya mengarah kemana.

"Apa kau sering berkeliling seperti ini. Pindah-pindah tempat?" Thalita sekedar ingin tahu. Dia menyerup susu di gelasnya.

"Iya. Pekerjaanku yang mengharuskan," jawab Arion. Dia senang Thalita menanyakannya. Dia merasa diperhatikan.

"Berarti banyak wanita yang kau kencani. Pindah tempat pindah wanita. Setiap tempat pasti ada wanita yang dekat denganmu. Berarti kau tidur dengan berbagai wanita" kata Thalita. Gadis itu sering mendengar dari teman laki-lakinya. Mereka tidak bisa kesepian. Mereka butuh wanita. Apalagi pindah-pindah tempat.

Suasana yang kaku itu semakin mencekam. Thalita berhasil membuat darah Arion naik. Selera makannya hilang, rahangnya sudah mengeras. Arion tidak menjawab, ia menatap Thalita kemudian beranjak dari kursinya. Setelah beberapa langkah Arion terhenti dan berbalik lagi pada Thalita yang masih menikmati sarapannya.

"Dengar! Aku tidak perduli kau percaya atau tidak. Aku bukan laki laki seperti yang kau pikirkan. Satu bagiku cukup," ucap Arion melonggarkan dasinya yang mencekiknya.

Thalita terkejut. Ia berhenti merobek roti tawar di tangannya.Yang benar saja Arion datang lagi hanya untuk mengatakan itu. 

"Jangan lagi mengatakan hal seperti itu! Kau tidak perlu menyakiti hatiku jika hatimu belum bisa menerimaku," ucap Arion lagi.

Arion terlalu sensitif. Thalita tidak bermaksud seperti itu. Dia memalingkan wajahnya. Tidak ingin membuatnya merasa bersalah. Arion membanting pintu.. Thalita menarik nafas. Dia takut melihat Arion seperti itu. Untunglah laki-laki itu tidak berlaku kasar padanya. Kasihan pintu itu jadi korban.

"Ada masalah Arion?" Andre menatap Arion, tercekat melihat dinginnya bola mata itu. Arion masuk ke mobil melewati Andre dengan wajah serius.

"Kau berkelahi lagi dengan Thalita?" tanya Andre. Seakan-akan hal itu sudah jadi kebiasaan mereka.

"Jangan sebut namanya!"

Andre tidak menduga Arion benar-benar tertarik pada Thalita. Baru kali ini ia melihat Arion seperti itu, Arion tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada wanita mana pun. Di mobil mereka hening. Andre melirik Arion dari kaca depannya. Wajah Arion terlihat merah dengan rahang yang mengeras.

"Apa semua perempuan berfikir laki-laki hidung belang?" Arion tiba tiba bersuara.

"Apa ada yang terjadi?"

"Lupakan saja!" Arion memandang hampa keluar.

"Kau tidak ingin memberi tahu orang tuamu tentang pernikahan kalian?" tanya Andre. Sebagai seorang sepupu dia mengingatkan.

"Belum saatnya Andre. Tidak sekarang." Arion berfikir nanti saat Thalita menerimanya utuh.

"Bagaimana dengan Thalita. Apa dia akan terus berada di hotel?" tanya Andre lagi, ia mengerti pasti sangat membosankan tinggal di hotel.

"Biarkan saja. Aku sudah menyuruh bodyguard menjaganya. Selama kita di sini. Dia akan bersama bodyguard," kata Arion.

Shit!! Arion ingin berteriak dalam hati. Ia tidak mau gadis itu meninggalkannya, ia tahu pasti Thalita akan berusaha menghancurkan hubungan ini. Dia tidak akan membiarkan karena ia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Andre melirik Arion lagi, ekpresi khawatir begitu jelas pada pria itu.

Arion termenung. Thalita benar-benar membencinya. Dia mulai takut gadis itu akan pergi menjauh darinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status