Share

Batu Caves

Batu caves, Malaysia. 

        Thalita duduk di batuan memandang patung Murugan yang tinggi tidak jauh di depannya. Burung burung merpati berterbangan di sekeliling. Hanya bisa memandang tapi tidak bisa meraih satu pun merpati yang ada di depan itu. Bibir Thalita gemetar. Dia iri melihat burung merpati yang bisa terbang bebas. Freedom. Kapan kebebasan seperti dulu bisa dinikmati lagi. Thalita mengenang masa lalu, sebelum dia bertemu dengan Arion.

        "Kalian enggak capek berdiri terus ?” tanya Thalita pada kedua laki-laki berwarna hitam itu. Entahlah dari mana Arion mendapatkan Bodyguard sehitam mereka. Kemana Thalita pergi mereka selalu mengikuti.

       "You tak payah pikir pasal kami. Kita orang punya tugas buat jaga you,” ucap laki-laki berkumis. Mereka berdua orang India dari logatnya Thalita bisa tebak.

        "Terserahlah. Kalian pasti tahu tempat jualan minuman. Saya haus," kata Thalita. Di sekeliling hanya terlihat tenda penjual manisan dan sovenir khas India. Ia tidak melihat penjual minuman. 

Satu laki-laki mengangguk dan pergi mencari minuman.Thalita melirik laki- laki satunya yang masih berdiri tegap di sampingnya. Sepertinya ini adalah kesempatan emas untuknya.

       "Di bayar berapa biar mau jadi penjaga?” tanya Thalita. Laki-laki itu diam tidak menjawab.

        "Sebenarnya saya diculik. Kau bisa bantuiin ? Saya akan kasih berapa uang yang kau pinta.Tolong biariin saya pergi,” mohon Thalita pasang wajah sedih.

       "You tak payah bohong. I tahu you itu istri encik Arion. Penculik macem mana yang kasih you jalan-jalan macem ini." Bodyguard itu bersuara. Thalita mendengus kesal. Puluhan orang yang dia temui, tidak ada satu pun yang percaya dia diculik.

       "Kau tunggu sini saya mau ke toilet." Thalita hendak pergi. Matanya melihat sebelah kanan ada bangunan bertulis toilet di dindingnya.

       "Enggak usah khawatir saya enggak lari. Kau tunggu kawan kau datang di sini!"ucap Thalita saat pengawal itu ingin mengikutinya.

       "Tak ape. Saya ikut puan saja."

       "Tak ape... Tak ape! Saya yang ape ape,” gerutu Thalita. Untunglah bahasa Indonesia dan Malaysia mirip hingga dia tidak terlalu kewalahan berkomunikasi.

       "Saya tunggu kat luar,” ucap pengawal.

       "Astagaa..." Thalita pergi ke toilet dengan kesal. Pengawal itu berdiri di depan bangunan.

       "Huekk!! Rasanya Thalita ingin mengeluarkan semua isi perutnya. Aroma toilet sangat menyengat, ia keluar dengan cepat dari toilet, tangannya merogoh tas mencari tisu. Tidak ada.

       "Tisu.Tisuuuuu..!"teriak Thalita.

Kepalanya pening karena bau kare yang sangat menyengat. Matanya remang-remang. Dia searching di g****e pariwasata di Malaysia dan dapetnya Batu caves. Pariwisata yang menonjolkan kebudayan India. Ia sangat membenci kare, makanan tradisional India.

       "Tisuuuu! Elap..Kertas putih."teriak Thalita geram karna pengawalnya tidak bergerak.

       "Okay...You tunggu sini. Jangan kemana-mana ..."ucap pengawal. Kemudian balik lagi melihat Thalita.

"Kalau puan lari saya kena tanggung tau dekat encik Arion.” Thalita mengangguk. Tangannya mengibas-ngibas seperti mengusir nyamuk. Tanda mengerti.

       Lama Thalita terduduk di depan bangunan. Matanya melihat bus yang akan berjalan. Kepala otaknya bekerja terlalu cepat. Kakinya sudah berlari kencang mengejar bus itu.

      "Saya mau ke bandara,” ucap Thalita pada supir. Ia sudah masuk ke dalam bus.

       "Awak nak ke Kuala lumpur?" tanya supir.

       "Iyahh..." Supir menunjuk kursi kosong untuk Thalita duduk. Thalita mengangguk lalu berjalan ke kursi. 

Dia tidak berani menoleh pada bangunan toilet tadi. Siapa tahu pengawalnya melihat dan mengejar. Sia-sia lari setengah mati. 

      Supir bus itu menoleh pada Thalita. Gadis itu melarikan pandangannya ke luar kaca. Dia cukup takut melihat wajah hitam pekat itu. Matanya merah dengan postur tubuh subur. Thalita tidak mengerti kenapa Malaysia banyak orang India. Thalita menatap sekeliling penumpang bus. Mayoritas orang India yang jadi penumpang.

       "Maaf. Saya mau tanya dari Kuala lumpur mau ke bandara masih jauh atau dekat lagi?” tanya Thalita pada wanita berpakaian sari di sampingnya, di tengah  keningnya dihiasi setitik warna merah ati.

      "Awak tinggal naik taxi sahaja. Lepas itu bilang supir taxi nak ke airport." Jawab wanita itu.

      "Baik. Terima kasih.” Thalita tersenyum mengerti. Hotelnya di Kuala lumpur jadi mudah baginya mengenal Kuala lumpur, ada twins tower. Wanita bersari  itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.

       Thalita turun di tengah kota, Kuala lumpur. Dia berdiri di depan background Padini yang menjulang tinggi. Di depannya sudah ada lampu merah. Percayalah semacet-macetnya Kuala lumpur tidak separah Indonesia. Di sini tidak terdengar suara klakson yang tidak sabaran. Semua orang yang lalu lalang  bergerak aman dan teratur. 

Thalita menyetop taksi dengan tangannya, segampang itu juga dia bisa mendapatkan taxi.

      "Pak'cik bandara ya,” ucap Thalita naik duduk di bangku penumpang.

      "Awak nak pegi bandara buat ape?” tanya Supir basa basi, kali ini supirnya orang melayu.

      "Saya mau terbang,” jawab Thalita asal.

     "Udah booking tiket?"

     "Beli di sana saja pakcik. Biar cepat.” Sahutnya. Dia sudah tidak sabar ingin cepat naik pesawat.

       "Byee ...Byeee Arion," gumam Thalita tersenyum puas. Matanya melihat ke arah twins tower dari kaca mobil. Thalita akan memastikan Arion tidak akan menemukannya di Indonesia. Dia akan terbang ke Medan tempat sepupunya. Arion tidak tahu tentang sepupunya.

         Suara ponselnya berdering. Panggilan dari Arion. Mengganggu saja. Thalita menonaktifkan ponselnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia membenci Arion tapi tidak di pungkiri ia menyukai pemberian Arion. Sampai di  bandara Thalita langsung menuju costumer servis.

      "Tiket pesawat ke Medan, Indonesia," pesan Thalita pada counter.

      "Sore ini tak ade udah penuh kalau nak, tiket malam nanti mau?” ucap wanita penjaga counter.

Thalita diam sejenak, "Baiklah...Saya mau," jawab Thalita. Di belakangnya sudah ada berderet orang mengantri.

      "Pasport." Thalita membuka tasnya. Kepalanya seperti mendapat serangan batu dadakan. Pasport itu tidak ada di tasnya. Dia melupakan pasport.

     "Maaf Mbak ketinggalan. Saya tadi tergesa-gesa ke sini. Boleh pesan tanpa pasport?" 

Wanita petugas counter menggeleng. Siapa pun tidak bisa membeli tiket tanpa pasport. Wanita itu memperhatikan Thalita sambil menelpon seseorang.

Arion kurang ajar! Dia lebih mempercayakan pasport pada pengawal dari pada pemiliknya.

      "Bisa enggak tanpa pasport? Saya kasih harga lebih,” bisik Thalita. Mengajak kompromi. Cukup Thalita itu adalah pertanyaan bodoh. 

Tidak jauh dua laki-laki berseragam security menghampiri Thalita.

      "Silahkan ikut kami."

      "Heh..kalian mau apa?"

      "Ikut kami ke kantor,” ucap salah seorang.

      "Mau apa ke kantor? Saya bukan kriminal. Saya ini turis tahu!" teriak Thalita saat dipaksa ikut. Orang- orang yang melihat berbisik-bisik. 

Thalita memberikan jawaban yang tergantung dan tidak jelas. Akhirnya ia ditahan. 

*** 

       Thalita duduk di kursi dekat meja security sambil memilin-milin tali tasnya. Laki-laki itu pasti murka padanya. Tidak lama ia melihat Arion datang bersama  Andre. Wajahnya tampak kesal memegang ponselnya.

      "Kami harus memastikan sesuatu. Apa benar encik ini suami puan?” tanya laki-laki berseragam.

      "Iyahh..."jawab Thalita dengan senyum terpaksa.

Oh Tuhan.Tolong katakan ini semua hanya mimpi, bathin Thalita meringis.

Setelah Arion memberikan pasport Thalita pada petugas, mereka mengizinkan Thalita untuk di bawa. 

      "Kemana kau akan pergi? Say baby..."suara Arion membuat Thalita menarik nafas. Laki-laki itu benar-benar marah. Matanya menyala. Tangannya mengepal tapi percayalah dia tidak akan menyakiti Thalita.

      Thalita terdiam di depan Arion, mereka sudah di samping mobil hitam  sewaan Arion tapi kenapa susah sekali dia ingin melangkah masuk. Thalita tidak berani menatap Arion.

      "Apa kau mencoba kabur?” Arion menekan lengan Thalita kencang wajahnya begitu serius. Andre terperanjat dengan perangai bossnya  yang tiba-tiba.

      "Jangan memaksaku untuk teriak di sini, atau polisi akan datang," teriak Thalita. Dia menyembunyikan rasa takutnya.

Arion membuka pintu mobil. Dia mendorong masuk Thalita ke dalam kemudian ikut masuk. Andre duduk di samping supir. Dia tidak akan bersuara selagi Arion belum menyuruhnya bersuara. 

      "Kenapa bukan aku saja yang megang pasportku sendiri. Bayangkan kalau terjadi apa-apa dan aku tanpa identitas,” ujar Thalita. Dia menaikan dagunya tapi tidak berani melihat Arion.

Andre melihat dari kaca menunggu ekpresi Arion yang akan diberikan pada Thalita.

      "Kenapa? Kau ingin terbang bebas seperti yang kau lakukan sekarang. Itu tidak akan terjadi lagi, Thalita,” suara Arion menakutkan. “Kau mencoba lari dari ku.”

Thalita mendiamkan diri. Arion bisa melihat Thalita sedang menyembunyikan tangannya yang gematar.

      "Aku sudah menurutimu. Tapi, apa yang kau lakukan. Kau mau aku mengurungmu di dalam kamar  selamanya,” suara Arion garang.

      Wajah Thalita pucat. Arion mengamuk seperti singa yang kelaparan. Arion menarik dagu Thalita dengan kasar. Dia mau Thalita melihat padanya.

Thalita menepisnya. Arahan Arion tidak dipedulikan.

      "Jika kau seperti ini. Aku akan melompat dari mobilmu,” ancam Thalita. Air matanya sudah membasahi pipi. Arion tertegun. Air mata Thalita membuatnya tak berkutik.

      "Thalita,” suara Arion lembut.

      "Jangan menyentuhku!” ucap Thalita. Dia berharap Arion pergi.

      "Aku minta maaf. Tolong jangan menangis.” Arion mengusap pipi Thalita .

     Di perjalanan mereka hening. Arion sesekali melirik Thalita. Memastikan gadis itu sudah tenang. Arion mengakui. Dia takut kehilangan Thalita. Mendengar Thalita kabur, membuatnya hilang arah.

      "Aku tidak akan kembali ke hotel sebelum aku melihat air menari dengan lampu dan music di KLCC,” ucap Thalita mencabar kesabaran Arion. Mereka sudah berhenti di depan hotel.

      "Andre." Satu isyarat yang diberikan pada Andre. Asistennya itu mengerti maksud bosnya tanpa panjang kali lebar.

    Andre menyuruh supir memutar arah ke twins tower seperti yang diinginkan Thalita. Sampai di KLCC Thalita berlari kecil di tepi danau depan menara KLCC. Air itu sedang berdangsa mengikuti alunan music. Sangat indah. Lampu yang berubah- ubah warna mengikuti irama music menambah hangat malam itu.

        Arion duduk di pinggir bersama puluhan manusia yang melihat pemandangan danau itu. Baginya seindah apa pun danau itu tidak akan bisa mengalahkan keindahan gadis yang sedang tersenyum riang melihat air mancur, Thalita. Gadis itu tidak berhenti terkagum dengan keistimewaan danau itu. Kalau siang atraksi ini tidak akan terjadi, hanya pada malam hari saja.

      "Apa kau benar-benar sedang jatuh cinta?” tanya Andre yang berada di samping Arion. Dia bisa jadi sebagai teman dan juga asisten yang handal bagi Arion. 

      "Menurutmu?” Arion masih memandangi  Thalita. Gadis itu menari-nari dengan senyuman merekah.

      "Bisa kulihat,” ucap Andre mengikuti tujuan mata Arion,"Kapan kau akan mengajaknya ke rumahmu? Mungkin saat dia mengenal orangtuamu perasaannya bisa berubah." Andre  menyarankan.

Apalagi gadis itu terlihat matre, bathin Andre.

      "Tunggu sampai dia menerimaku. Aku tidak mau membuatnya tertekan." 

Mata Arion tidak akan lepas mengamati gadis itu, kemanapun gadis itu melangkah. Dia berjanji akan lebih sabar lagi menghadapi gadis itu.

      "Aku lapar,” rungut Thalita di depan Arion. Wajahnya langsung berubah dingin melihat Arion. Tangannya mengelus perutnya yang sudah berbunyi.

      "Nanti kita akan pergi cari makan. Kau puaskan saja dulu melihat pemandangan ini," ucap Arion. Baginya terlalu jarang melihat senyum Thalita membuatnya tahan berlama-lama duduk di seperti ini.

      "Kau ingin melihatku mati kelaparan. Kurus kerempeng!” ujar Thalita. Hampir saja Andre tertawa keras mendengar ucapan Thalita.

        Arion memasang kacamata hitamnya dan melangkah masuk kedalam KLCC dengan mata kesal di balik kacamata. Walaupun kesal aura sultannya tak akan hilang. Thalita dan Andre mengikuti Arion di belakang. Laki-laki itu sengaja melewati toko-toko berjenama untuk menarik perhatian Thalita. Tapi, sayangnya Thalita tidak bergeming sama sekali. Dia hanya mengagumi patung  pakaian di dalam toko. Wanita mana yang tidak akan tergiur oleh barang berjenama.

      "Sampai kapan kita akan berkeliling terus? Aku lapar,” keluh Thalita menghentikan kakinya. Matanya memandang kesal pada Arion.

      "Bentar lagi. Di depan ada restoran Korea,” ucap Andre yang berdiri di samping Thalita. 

      "Sejauh mana lagi?" Thalita tidak sabaran.

      "Kau akan tahu saat kita  jalan ke depan." Jawab Andre.

      "Kalau jawabanmu seperti itu. Lebih bagus tidak usah menjawab," oceh Thalita. Menyentakkan kakinya.

Boss sama asistennya sama-sama bikin emosi.

      "Kenapa kalian lama sekali,” teriak Arion yang sudah jalan paling depan.

      "Laparku hilang. Kita kembali ke hotel. Kau bisa makan di hotel,” ucap Thalita melewati Arion. Dia berjalan menuju pintu luar.

      "Kau baik-baik saja?" tanya Andre pada Arion yang terdiam tangannnya mengepal dengan tatapan hampa. 

      "Tentu." 

*** 

         Arion menghela nafas, menatap Thalita sedang merapikan sofa untuk  di tidurinya. Dia baru saja mandi air dingin, setelah pulang ke hotel. Dan kini Thalita membuatnya geram. Di kamar ini ada dua ruang tidur, kenapa Thalita memilih sofa.

Arion resah. Bagaimana mungkin dia membiarkan Thalita tidur di sofa! 

      "Kau bisa tidur di tempat tidur. Aku tidak akan berbuat sesuatu yang kau benci." Ia mengelus kepala gadis itu. Arion terkejut saat Thalita menepis tangannya.

      "Biar aku disini." Thalita menarik selimut menutupi tubuhnya. “Kau enggak perlu khawatir, aku sudah biasa tidur seperti ini.”

      "Kau ingin makan apa?" Arion bertanya,"Aku akan membelikannya untukmu."

      "Tidak perlu! Kau lupa. Aku tidak makan malam,” ketus Thalita.  Sebenarnya cacing di dalam perutnya sedang menari.

      "Kau ingin jalan-jalan besok pagi. Waktu kita tidak lama lagi di sini. Mungkin ada tempat yang ingin kau kunjungi.” Arion menawarkan.

      "Aku ingin tidur! Berhentilah bicara padaku!" 

Tidak berapa lama Arion menggendong Thalita. Gaya bridal. Dia tidak peduli gadis itu meronta-ronta. Arion sudah menahannya sedari tadi.

      "Tidur di sini. Malam ini aku akan mengalah. Hanya untuk malam ini. Kita tidur terpisah." Tegas Arion. Dia mengambil bantal menuju ke sofa. Matanya tidak akan berhenti mengawasi gadis itu. Dia tidak akan tidur berjauhan dari gadis itu.

       Thalita melihat Arion sudah berbaring di sofa. Laki-laki itu tinggi pasti tidak nyaman tidur di sofa. Thalita mengacuhkannya. Ia memiringkan tubuhnya. Tidak terasa air matanya mengalir. Bantal itu basah. Dia merindukan kehidupannya yang dulu. Thalita merenung hingga terlelap.

       Arion bangun dari baringnya. Sedari tadi dia mencoba tidur tapi tidak bisa. Arion melangkah pelan mendekati Thalita. Gadis itu terlelap dengan mata bengkak. Sungguh, hatinya sakit menerima penolakan Thalita. Ia semakin teriris  melihat Thalita tidak bahagia. Ego-nya terlalu besar. Dia tidak akan melepaskan Thalita.

Hari itu. Dia tidak akan bisa sadar tanpa wajah Thalita yang membangunkannya, dulu. Sewaktu dia koma di rumah sakit. Arion memperbaiki selimut Thalita. Dia berharap gadis itu bermimpi yang indah.

***

HAI JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YAHH ♥️♥️♥️

TINGGALKAN JEJAK KALIAN KARENA SANGAT BERARTI BUAT AUTHOR 🙏

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR 🙏 

Good night baby 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uswatunhasanah
bagus....ceritanya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status