MasukHye Jin menghempaskan tangan Polisi itu dengan kasar, kedua matanya menatap berani. Ia tidak terima. “Tadi Anda tidak menjawab pertanyaan saya, dan sekarang menarik tangan saya dengan kasar. Apakah Anda tidak keterlaluan memperlakukan masyarakat seperti itu? Apakah Anda tahu? Saya melakukan ini untuk bertahan hidup! Bertahan pada pekerjaan yang sangat sulit ini!” serunya lantang dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Walau keringat membanjiri wajah gadis itu, dia tetap berdiri tegak melawan Polisi di hadapannya. “Seharusnya Anda menjawab pertanyaan saya tadi, jadi saya tidak perlu melangkah ke sini!” bentaknya sambil menyeka keringat yang mulai jatuh dari pelipisnya.
Polisi itu terdiam, menatap gadis di hadapannya dengan tatapan kosong. “Terserah kau saja!” katanya, kemudian berlalu meninggalkan aroma Menthol yang menyengat.
Deru napas Hye Jin menjadi tak karuan, perasaannya diporak-porandakan dalam hitungan menit. Walau emosinya belum mereda, gadis itu tetap melanjutkan pekerjaannya. Dia berdiri tepat di depan truk tersebut saat tiba-tiba suara gemuruh mengusik telinganya. Dirinya terdiam, kedua matanya terpaku menatap kendaraan besar itu tanpa berkedip. Saat suara gemuruh terdengar semakin keras, seseorang kembali berlari ke arahnya.
“Ya! Kembali ke sini!” teriak Polisi itu sambil melambaikan tangannya.
“Kenapa dia berlari ke sini?” tanya gadis itu dalam hati.
Alih-alih melihat kondisi kendaraan di depannya, Hye Jin terpaku menatap Polisi tampan yang berlari kembali. Langkahnya perlahan menjauh dari truk tersebut saat kedua matanya mengartikan gerakan tangan pria itu, yang memintanya untuk menjauh. Kedua kakinya melangkah cepat, tetapi tidak dapat mengalahkan kecepatan cairan bocor di truk untuk bertemu percikan api di dalamnya.
DUAARRRRR …. Ledakan dari salah satu mobil memecah keheningan. Polisi itu melompat dan memeluk tubuh Hye Jin dengan erat. Ledakan yang keras melempar tubuh mereka hingga mendarat kasar di aspal.
Hye Jin membuka matanya perlahan, asap tebal menutupi penglihatannya. Ia terbatuk-batuk merasakan asap yang masuk paru-parunya. Kepalanya tertahan oleh tangan besar dan kuat seorang pria yang tersungkur bersamaan dengannya. Dirinya bisa merasakan deru napas yang berantakan, hangat dan harum. Saat menoleh, wajahnya tepat berada di depan dada Polisi itu. “K-kau … baik-baik saja, kan?” tanyanya sambil menyentuh pelan wajah sosok tampan di hadapannya itu.
Kim Won Seok membuka matanya dengan lebar, matanya langsung mengarah pada truk yang terbakar hebat di depan. Tanpa aba-aba ia menyingkirkan kepala gadis itu dari tangannya, dan berusaha bangkit dengan sekuat tenaga. “Saya minta maaf!” ucapnya tiba-tiba sambil menggendong Hye Jin dengan gaya bridal untuk keluar dari TKP. Ia berlari dengan cepat untuk menghindari ledakan kedua yang mungkin saja terjadi.
“Aku tidak apa-apa! Tidak perlu digendong!” kata Hye Jin sambil memukul dada Polisi itu. Ia bisa merasakan otot kekar dan terbentuk sempurna dari balik seragam itu.
“Langkahmu sangat lambat! Jadi daripada kena ledakan kedua, lebih baik aku menggendongmu!” jawabnya saat menurunkan tubuh gadis itu di sebuah Halte yang jauh dari TKP.
“Kau bisa pulang sendiri, kan?” tanya Polisi itu sambil memeluk sebelah tangannya di dada.
Hye Jin menangkap tangan Won Seok yang dilindungi di depan dada, dengan asal ia menarik tangan itu, dan mendapati luka goresan cukup panjang di sana. Darah segar juga mengalir di sana, hal itu membuatnya merasa bersalah. “Aku akan obati tanganmu sebelum pulang,” ucapnya tegas sambil mendudukkan tubuh pria itu di Halte.
“Tidak perlu! Kau pulang saja sana!” tolaknya sambil melangkah menjauhi Hye Jin. Dia menutupi lukanya dengan sapu tangan kotak-kotak berwarna cokelat.
Gadis itu mengejar langkah Won Seok, dan berdiri di hadapan pria itu untuk menghalangi langkahnya. “Berikan nomormu! Aku akan merasa bersalah jika tidak dapat menghubungimu lagi! Kau harus menghubungiku untuk meminta pertanggungjawaban.” Gadis itu menyodorkan ponselnya.
Polisi itu terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia mengetikkan nomornya di ponsel Hye Jin. “Aku tidak akan menghubungimu!” katanya sambil menyerahkan ponsel itu kembali pada Hye Jin.
Gadis itu segera melakukan panggilan ke nomor yang diketik di sana, dengan polosnya Won Seok menjawab panggilan tersebut. “Kau harus hubungi aku!” kata Hye Jin singkat, kemudian menutup panggilan itu.
“Terima kasih!” kata Hye Jin sambil menatap kepergian Won Seok yang semakin jauh. Tubuh kekar berseragam itu menjauh dan menghilang ditelan cahaya.
Hye Jin menatap pantulan dirinya di depan cermin sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Setelah menghabiskan waktu 15 menit di sana, entah mengapa gaun merah yang kini melekat di tubuhnya terlihat begitu menjijikan. Bahunya yang cerah terbuka lebar, kedua kakinya yang jenjang terekspos karena gaun yang ujungnya berhenti 10cm di atas lututnya. Rambutnya lurusnya digerai, dan menghantarkan aroma sampo yang khas. Seberapa lama pun gadis itu menatap dirinya, pakaiannya tetap membawa kesan menggelikan.Ia memberanikan diri keluar dari toilet yang sudah menahannya cukup lama. Menunjukkan penampilannya untuk pertama kali kepada Dong Joon yang menunggu di depan pintu. Pria yang sudah rapi mengenakan pakaian sehari-harinya berusaha menahan tawa saat tubuh gadis itu berdiri di sampingnya.Mereka berdiri di depan sebuah klub malam dengan dua orang pria berjas hitam yang menjaga di depan pintu. Berkali-kali Hye Jin memastikan bahwa alamat yang diberikan Kang Gi Won tid
“Kau tahu ini ilegal kan? Aku harap kau bisa menggunakannya sebijak mungkin. Jangan sampai kekasihmu tahu, sebesar apapun cintanya padamu, tetap saja dia seorang Polisi yang taat.” Suara gerak jari di atas keyboard terdengar bersamaan rasa takut dari seseorang yang berbicara di panggilan tersebut. Tepatnya sudah tiga kali pria di seberang panggilan itu mengingatkan Hye Jin, sambil memohon untuk melindungi dirinya.Hye Jin tertunduk, memainkan cincin putih yang melingkar di jari tengahnya. Telinganya mendengarkan suara pria yang sudah berbicara dengannya selama lima menit lewat airpods hitam miliknya. Mulutnya tak bisa mengatakan apa-apa. Tatapannya berkelana, pikirannya pun ikut ke sana kemari. Ia membiarkan pria di balik panggilan itu mengulangi kalimat yang sama, dengan rasa khawatir yang sama. Hingga Hye Jin hanya mengucapkan kata "tenang saja" pada setiap kekhawatirannya.Obesesinya terhadap gadis-gadis itu telah membuat langkahnya semaki
Hye Jin sampai di rooftop dengan napas yang berantakan, ia menghampiri beberapa polisi yang berjaga di depan pintu rooftop tersebut. “Apa yang kalian lakukan di sini? Apa kalian mengurungnya di sana?” tanyanya tidak peduli sambil mendekati pintu tersebut. Bertolak pinggang dengan napas yang tersengal-sengal, serta keringat yang membasahi wajahnya, Hye Jin mencoba mendorong para petugas yang berjaga.Salah satu Polisi wanita mendorong tubuh Hye Jin pelan. Ia terus menghalagi langkah wanita itu, dan menahan tubuhnya untuk maju. Tatapan tajam dari balik bulu mata hitamnya, ikut menghalangi langkah gadis itu. “Jika kau masuk ke sana, dia akan melompat!” ancamnya tegas.“Apa kau akan berdiam diri di sini hanya karena gadis itu mengancam akan melompat, jika ada yang masuk ke sana? Lalu apakah dia tidak akan melompat jika ditinggal seperti itu?” tanya Hye Jin sambil menghempaskan tangan Polwan itu dengan keras. “Apa kau Polisi baru?” sambungnya sambil membuka pintu tersebut dengan tendangan
Aroma telur dan mentega mengudara di dalam sebuah toko kue yang berdiri di pinggiran jalan Gangnam. Kedua mata Hye Jin membulat besar, melihat berbagai macam bentuk kue tar di dalam etalase. Mulai dari rasa cokelat, strawberry, red velvet, hingga green tea, membuat gadis itu dilema untuk memilih. Aroma dari kue-kue itu bercampur di indera penciuman Hye Jin.“Saya mau yang ini ya,” kata Hye Jin menunjuk kue tar di dalam etalase dengan balutan cokelat yang tebal di sekelilingnya. “Tolong tambahkan tulisan juga yah di atasnya.”“Saengil Chukkae, Chagiya[1]!” ucap gadis itu setelah berpikir keras kata-kata yang harus ditulisnya di atas kue tersebut.Sang pegawai dengan seragam hitamnya tersenyum manis, ia menulis di atas kue itu dengan krim tipis berwarna putih. Setelah selesai, kue tersebut dimasukkan ke dalam kotak berwarna putih.Hye Jin meletakkan kotak kue itu di sampingnya, senyumannya tid
MayMotel telah menjadi tempat yang sepi setelah kematian seorang gadis, tempat yang menyimpan banyak misteri dengan segudang pertanyaan dari masyarakat. Begitupun dengan Hye Jin, pikirannya masih dipenuhi oleh ribuan pertanyaan tentang hubungan pemilik penginapan tersebut dengan Song Mi Ah, bahkan ambisinya ingin mencari tahu tentang kematian gadis itu lebih jelas lagi.Kini gadis itu berdiri di samping mobilnya dengan kedua mata yang tak berpaling dari pintu utama motel tersebut. Menahan sinar matahari yang menyorot langsung ke arahnya, demi menunggu seseorang keluar dari sana.“Seonbae! Bagaimana kalau kita masuk saja? Kita kan tidak tahu kapan pria itu akan keluar,” kata Dong Joon.Hye Jin menggeleng cepat, “Aku tidak suka masuk ke sana.”Setelah 20 menit berlalu, Kang Gi Won keluar dari motel itu dengan kacamata hitam terpasang di kedua matanya. Tubuhnya seketika mematung saat berpapasan dengan Hye Jin di parkiran mote
Hye Jin berjalan ke dapur dengan menenteng buku pelajaran Sains di tangan kanannya. Ia menenggak segelas air mineral, sambil bersandar pada bar dapur yang tingginya hampir setengah tubuh gadis itu. Di ruang tamu, suara berisik saling bersahutan. Kedua matanya enggan melihat ke arah objek yang membuat kebisingan di hari libur.Gadis itu menatap bukunya di bar dapur dengan tatapan kosong, jari telunjuknya mendorong gelas kosong di samping buku itu sampai ke ujung bar. Prakkk, suara gelas jatuh ke lantai membuat kedua orang yang berada di ruang tamu menyadari keberadaan Hye Jin. Wanita dengan setelan jas berwarna biru menatap ke arah anak gadisnya penuh tanya, hari libur tidak akan membuatnya berdiam diri di rumah. Pria yang berdiri di sampingnya, seorang workaholic lainnya. Beradu argumen tidak pernah ada habisnya saat kedua oramg itu bertemu.Hye Jin menatap kosong pada pecahan gelas di lantai dapurnya. “Kenapa berhenti? Lanjutkan saja!” serunya sambil melangkah keluar dari area dapur.







