Share

Membuatmu Rileks

Tetap saja Elena merasa risih, namun tidak bisa mencegah Liam saat pria itu sudah menarik turun kemejanya, hingga menampakkan bra Elena yang sama lusuhnya dengan pakaiannya. Liam menarik turun tangan Elena yang menyilang di depan dadanya,

"Jangan pernah menutupi keindahan itu dariku, Wifey. Milikmu sangat indah, aku belum pernah melihat dua bukit seindah ini, padahal belum terbuka semuanya," bujuknya.

"A ... Aku belum ... Jangan!" Elena mencegah tangan Liam yang hendak membuka pengait branya, hingga sebelah alis pria itu terangkat tinggi,

"Jangan? Apa aku tidak boleh mencicipinya? Tadi di mobil kamu mengizinkanku menyentuhnya."

"Ti ... Tidak secara terbuka."

"Astaga ... Kamu bersikap layaknya seorang gadis yang masih suci saja, Wifey. Tidak ada seorang gadis yang mendatangi Club milikku itu. Semua orang tahu kalau Club itu didirikan dengan satu tujuan, saling memberikan kenikmatan sesuai keinginan mereka."

Ya, Elena tahu tempat apa yang ia datangi barusan. Namun selama beberapa hari ini ia aman berada di Club itu, karena ada Finn yang selalu menjaganya dari para pria hidung belang yang berusaha menggodanya. Namun ia baru menyadari sekarang, kenapa Finn tidak mencegah Liam membawa Elena pergi? Biasanya pria itu akan baku hantam dengan siapapun pria yang berusaha mendekati Elena.

Liam memanfaatkan lamunan Elena untuk melepaskan pengait branya, hingga wanita itu tersadar dari lamunannya dan kembali menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya,  "Aku ... Tidak terbiasa," lirihnya.

Perlahan Liam menurunkan kembali tangan Elena, ia menelan salivanya sebelum berkata, "Mulai hari ini, biasakan dirimu untuk selalu terbuka di depanku, Wifey. Aku suamimu, aku berhak melihatmu dalam keadaan apapun, ok?"

Ya, Liam benar. Salah sendiri Elena membiarkan pria itu menyeretnya ke kantor sipil untuk menikahinya tanpa adanya satupun keluarga mereka yang hadir. Ini sama saja menikah di bawah tangan, meski ada akta nikah yang mereka miliki.

Dengan enggan Elena pun mengangguk pelan, ia hanya dapat menggigit bibir bawahnya saat tangan Liam menangkup kedua bukitnya dengan tangannya yang besar. Desahan pelan keluar dari mulut Elena saat mulut Liam sudah melumat salah satu puncak bukitnya. Ribuan kupu-kupu seolah menari-nari di dalam perutnya.

Sementara jantungnya ... Tidak perlu ditanyakan lagi sekencang apa jantungnya berdetak, yang pastinya Liam bisa mendengarnya.

"Aahh Liam ... " desah Elena lagi saat Liam berpindah pada puncak bukit yang satu lagi, dan kali ini pria itu meninggalkan jejak merah di sana, di atas kulit lembut Elena, sementara tangannya mulai menurunkan celana selutut Elena beserta dengan pakaian dalamnya.

"Kenapa lagi, Wifey? Stop dramanya, biarkan aku menyentuhmu," pinta Liam dengan suara serak, gairahnya sudah nyaris tak tertahankan lagi. Namun Elena menggeleng keras, ia masih merasa malu harus berdiri tanpa sehelai benangpun di depan pria asing, yang kebetulan adalah suaminya sendiri.

Setelah mengumpat pelan karena hasratnya yang tertahan, Liam pun mulai menanggalkan satu-persatu pakaiannya hingga sama polosnya dengan Elena. Sorot mata wanita itu seolah terpaku pada bagian pribadi Liam yang telah berdiri tegak. Terlihat besar dan kuat, hingga Elena harus menahan dirinya untuk tidak menyentuh bagian pribadi suaminya itu.

"Aku tidak tahu seperti apa percintaanmu dengan pria sebelumnya. Yang pastinya tidak sampai membuatmu terlihat polos di depannya, karena jelas sekali ini pertama kalinya kamu berdiri tenpa satu helai benangpun di depan seorang pria, ya kan?" tebak Liam.

"I ... Iya." Elena bermaksud membenarkan kalau ini kali pertamanya ia berdiri polos di depan pria. Namun Liam mengira jawaban Elena itu untuk pertanyaan yang lainnya juga, mengenai pria lain yang pernah bersama dengannya sebelumnya.

Liam tertawa hambar saat membayangkan seperti apa percintaan Elena dengan pria asing itu, "Bodoh sekali pria itu!" ejeknya.

'Astaga, pria itu yakin sekali kalau aku pernah berhubungan dengan pria lain sebelumnya!' sungut Elena dalam hatinya. Namun enggan untuk menyanggahnya, biarkan saja pria itu yang akan merasakannya sendiri nantinya.

Kepanikan melanda Elena saat Liam merebahkannya di atas tempat tidur, namun alih-alih menyentuh Elena, pria itu malah menuangkan minuman ke gelas kosong di samping nakas, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam laci nakas dan menuangkannya ke dalam minuman itu,

"Minum ini!" perintahnya.

"A ... Apa ini?" tanya Elena.

"Untuk membuatmu rileks. Aku mengerti mungkin kamu belum bisa menghilangkan bayangan percintaanmu dengan mantan kekasihmu, dan obat ini dapat membantumu untuk melupakannya sejenak," jawab Liam.

Elena hanya terpaku menatap gelas di tangan Liam itu, hingga akhirnya Liam meminumnya setengah, "See? Ini bukan racun. Bukan pula obat perangsang, ini hanya untuk ... Membuatmu lebih rileks"

Elena harus akui kalau saat itu ia memang butuh sesuatu untuk menenangkannya, untuk menekan rasa takutnya karena ini adalah pertama kalinya ia akan berhubungan badan dengan seorang pria. Setelah berkali-kali menghela napasnya, Elena pun mengambil gelas itu dan langsung menenggak habis isinya, lalu menyerahkan gelas yang telah kosong pada Liam.

Pria itu pun tersenyum puas. Setelah meletakkan gelas kosong di meja nakas lagi, Liam mulai memposisikan dirinya di atas Elena, dan Liam benar, Elena tidak lagi merasakan ketakutan dan kepanikan seperti sebelumnya, kini Elena merasa jauh lebih santai.

Liam melepaskan kacamata tebal Elena dan meletakkannya di samping nakas, ia menatap penuh kedua mata istrinya itu, "MInus berapa?" tanyanya.

"Enam," jawab Elena asal. Kenyataannya itu hanyalah kacamata biasa saja, kedua matanya masih normal, tidak minus tidak juga silinder.

"Lain kali kenakan saja lensa kotak, supaya benda konyol itu tidak menutupi mata indahmu ini," pinta Liam.

"Kamu sudah mulai mengaturku di hari pertama pernikahan kita?" keluh Elena dan Liam pun terkekeh pelan,

"Tidak, aku hanya menyarankannya saja. Baiklah kita mulai melakukan malam pertama kita, apa kamu sudah siap?"

Mungkin tanpa minuman apapun yang Liam berikan tadi Elena akan merasakan kepanikan yang luar biasa. Tapi dengan minuman itu, ia sama sekali tidak panik apalagi merasa takut, malah merasa antusias.

"Tidak. Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya. Saat itu aroma khas Liam menyeruak masuk ke dalam lubang hidungnya, dan ia sangat menyukainya.

"Kamu bisa menyentuh apapun yang mau kamu sentuh, Wifey. Aku tidak akan melarangmu," jawab Liam sebelum mendekatkan bibirnya ke bibir Elena untuk berbisik di bibir istrinya itu,

"Aku sangat menginginkanmu, Wifey." Elena belum sempat merespon karena bibir Liam sudah keburu melumat bibirnya, awalnya ringan dan menggoda, sebelum akhirnya dalam dan mendesak.

"Liam aku ... Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku ... Aku ingin ... Apapun itu lakukan, Liam," pinta Elena dengan suara parau karena gairahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status