“Ah, menikah. Ide yang bagus. Bagaimana kalau kita menikah malam ini juga?”
“Bi … Bisakah?” tanya Elena.
Saat ini bukan hanya alkohol yang menyebabkan otaknya tidak berfungsi dengan normal, tapi juga sentuhan demi sentuhan ahli Liam yang membuatnya ingin menyatukan dirinya saat itu juga di sana, di atas pasir putih. HIngga sebagian diri Elena bersedia menghadapi satu lagi skandal memalukan di dalam hidupnya, demi bisa merasakan sentuhan lebih pria itu di tubuhnya.
Liam menjauhkan dirinya lalu menarik Elena keluar dari club itu, “Kita mau ke mana?” tanya Elena dengan panik. Setidaknya setengah dirinya merasakan kepanikan itu, sementara setengahnya lagi begitu antusias dengan kneikmatan lebih yang pastinya akan ia dapatkan.
“Menikah. Aku akan menikahimu sekarang juga. Kamu bersedia kan?”
Saat dalam keadaan sadar sepenuhnya, mungkin Elena akan menganggap hal itu gila. Menikah dengan pria asing yang baru ia temui beberapa jam sebelumnya? Ia tidak akan pernah melakukan itu. Tapi sayangnya ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol, juga masih melayang akibat sentuhan Liam tadi, jadi ia menganggap pernikahan kilat itu adalah hal paling romantis di sepanjang hidupnya.
Dan pada akhirnya setengah akal sehatnya pun kalah saat ia pun mengangguk setuju.
Bagaimana prosesnya? Elena pun tidak dapat mengingatnya dengan baik. Tiba-tiba saja ia telah memegang akta nikah yang terdapat fotonya dan juga Liam di dalamnya.
“Nah, istriku. Sekarang kita bisa memulai malam pertama kita!” seru Liam sambil membopong Elena dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
"Gila ... Ini benar-benar gila ... " desah Elena.
Ia masih tidak mempercayai kenyataan kalau saat itu ia telah resmi menjadi istri pria asing, yang bahkan kepribadiannya seperti apa pun Elena tidak mengetahuinya.
Bagaimana kalau ternyata pria itu telah beristri sebelumnya?
Bagaimana kalau pria itu ternyata seorang buronan atau penjahat kelas kakap?
Bermacam pertanyaan mulai mengusik benaknya, membuat Elena merasa tidak nyaman berada di dekat pria itu, yang mulai menyadari perubahan sikap Elena dari semula hangat dan penuh gairah menjadi dingin dan menjaga jarak.
"Ada apa?" tanya Liam.
"Tidak ada apa-apa," jawab Elena dengan ragu-ragu.
"Pernikahan kita bukan sebuah kegilaan, Wifey. Tapi sesuatu yang paling romantis yang pernah aku lakukan di sepanjang hidupku," kekeh Liam.
Wifey, bahkan pria itu sudah menyematkan panggilan kesayangan untuk Elena. Betapa mudahnya untuk seorang pria melalukan hal yang membuat hidup mereka berubah secara drastis.
"Tapi ... "
Bibir lembut Liam membungkam apapun yang ingin Elena ucapkan. Dan hanya sentuhan seringan itu saja sudah mampu membuat gairah Elena naik dan pada akhirnya membalas lumatan bibir Liam di bibirnya.
Cumbuan mereka baru terhenti saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah tepi pantai yang terlihat sederhana, namun dikelilingi dengan halaman yang seluas lapangan sepak bola, dengan bagian belakang rumah menghadap langsung ke lautan lepas.
Dengan napas terengah Elena kedua lengan Elena menahan kepala Liam yang mulai menjauh, sampai akhirnya kekehan pelan keluar dari mulut pria itu,
"Sabar, Wifey ... Sebentar lagi aku akan memuaskanmu. Untuk sekarang ada yang harus kita singkirkan dulu dari Villa ini, supaya kita bebas mengeksplorasinya."
Saat itulah Elena baru tersadar kalau sikapnya sudah seperti wanita murahan saja. Bahkan ia telah melupakan keberadaan supir pribadi Liam, betapa malunya ia saat itu.
Melihat rona merah mewarnai wajah Elena, Liam pun mengeluarkan perintah tegasnya pada sang supir, "Gayle, minta semua orang keluar dari Villa ini, jangan kembali sampai besok pagi!"
Dari cara supir yang membawa mereka tadi membungkuk hormat, juga para pelayan yang bergegas keluar dari dalam Villa sejak mobil Liam terparkir di depannya, Elena dapat menarik kesimpulan kalau Villa itu adalah milik Liam.
Apakah pria itu tidak sesederhana kelihatannya?
"Baik, Tuan." Dengan satu anggukan pelan sang supir, semua pelayan yang berbaris rapi itupun segera membubarkan diri mereka dengan melangkah keluar area Villa, entah ke mana tujuan mereka.
'Jangan-jangan pria itu bukan sekedar supir biasa, tapi asisten pribadi Liam.' batin Elena.
"Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua!" seru Liam disusul dengan pekikan pelan Elena saat tiba-tiba pria itu kembali membopongnya.
"A ... Aku bisa jalan sendiri!"
"Aku tahu itu, Wifey. Hanya saja sayang kalau aku membuatmu mengeluarkan tenaga untuk hal kecil seperti itu. Karena aku membutuhkan staminamu untuk percintaan kita secara maraton malam ini," goda Liam.
Senyuman menggoda pria itu membuat dada Elena berdegup dengan sangat cepat. Entah sudah berapa banyak wanita yang jatuh ke dalam pesona memabukkan pria itu. Debaran jantungnya semakin cepat saat mendengar anak kunci terputar, tanpa Elena sadari mereka telah mencapai sebuah kamar berukuran besar, dengan arsitektur tropis minimalis yang sangat menawan.
Perlahan Liam menurunkan Elena, tangannya baru akan menarik lepas pakaian Elena namun ia dengan sigap mundur beberapa langkah ke belakangnya, "Aku mau mandi dulu, boleh kan?" tanyanya.
Liam menatap geli Elena. Mood wanita itu mudah sekali berubah, dari wanita paling bergairah di pantai tadi, lalu ke wanita dingin di dalam mobil, lalu kembali bergairah saat Liam menciumnya, dan sekarang justru terlihat seperti seorang wanita yang masih suci.
Pastinya Elena bukan seorang wanita suci kan? Karena tidak mungkin ada wanita yang masih perawan di usia Elena, apalagi secantik istrinya itu meski penampilannya sangat ketinggalan jaman, dengan kacamat tebal yang bertengger di hidungnya.Meski demikian, penampilan nerdnya itu tidak dapat menyembunyikan kecantikan alaminya. Ya, kecantikan alami yang jauh berbeda dengan wanita kelas atas yang selama ini Liam hindari, Liam benci lebih tepatnya.
Ya, bisa dipastikan kalau Elena bukanlah wanita yang masih suci, kecuali jika keluarganya menjaga baik-baik layaknya sebuah permata, yang tidak akan mungkin terjadi di jaman yang serba bebas seperti saat ini.
"Umm, ide yang bagus. Kalau begitu aku akan menemanimu," jawab Liam masih dengan senyuman menggodanya, sontak saja Elena menjadi panik karenanya,
"Menemaniku mandi? Tidak usah, aku bukan anak kecil!" tolaknya, gelakan tawapun mengalir keluar dari tenggorokan Liam,
"Yang bilang kamu anak kecil siapa? Justru karena kamu sudah dewasa dan telah resmi menjadi istriku, maka tidak ada salahnya kalau kita mandi berang, ya kan?"
"Ta ... Tapi aku ... "
"Sudahlah, seperti tidak pernah mandi bersama pria saja."
Elena mau tidak mau mengikuti langkah Liam saat pria itu menarik tangannya dan membawanya ke kamar mandi. Bahkan menyangkal pernyataan pria itu saja Elena tidak sempat.
Mandi bersama dengan seorang pria? Mana pernah Elena melakukan itu. Hanya sekedar berciuman saja sudah membuat skandal besar untuk keluarganya.
Selama memenuhi bathub dengan air hangat, dengan sangat perlahan Liam mulai membuka satu-persatu kemeja pantai Elena yang terlihat sangat tidak modis dan ketinggalan jaman itu. Karena tujuan Elena memang tidak untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, namun pada akhirnya ia tetap menarik perhatia Liam, entah karena apa.
"Sstt, jangan pernah melarangku untuk menanggalkan bajumu. Aku suamimu dan aku berhak melakukan ini padamu, wifey. Biarkan aku yang menanggalkan pakaianmu di hari pertama kehidupan baru kita."
Tetap saja Elena merasa risih, namun tidak bisa mencegah Liam saat pria itu sudah menarik turun kemejanya, hingga menampakkan bra Elena yang sama lusuhnya dengan pakaiannya. Liam menarik turun tangan Elena yang menyilang di depan dadanya,"Jangan pernah menutupi keindahan itu dariku, Wifey. Milikmu sangat indah, aku belum pernah melihat dua bukit seindah ini, padahal belum terbuka semuanya," bujuknya."A ... Aku belum ... Jangan!" Elena mencegah tangan Liam yang hendak membuka pengait branya, hingga sebelah alis pria itu terangkat tinggi,"Jangan? Apa aku tidak boleh mencicipinya? Tadi di mobil kamu mengizinkanku menyentuhnya.""Ti ... Tidak secara terbuka.""Astaga ... Kamu bersikap layaknya seorang gadis yang masih suci saja, Wifey. Tidak ada seorang gadis yang mendatangi Club milikku itu. Semua orang tahu kalau Club itu didirikan dengan satu tujuan, saling memberikan kenikmatan sesuai keinginan mereka."Ya, Elena tahu tempat apa yang ia datangi barusan. Namun selama beberapa hari i
"Liam aku ... Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku ... Aku ingin ... Apapun itu lakukan, Liam," pinta Elena dengan suara parau karena gairahnya.Alih-alih menjawab, Liam malah menurunkan tangannya dari puncak bukit Elena ke bagian pribadinya yang sudah mulai terasa basah. Leguhan kenikmatan Elena semakin terdengar keras saat jemari Liam bermain-main di sana. Memutar dan menggoda hingga Elena merasakan sesuatu akan keluar dari bagian inti tubuhnya itu,"Kamu sudah siap sepertinya. Aku akan menyatukan tubuh kita, mulai saat ini kamu adalah milikku sepenuhnya, dan hanya akan menjadi milikku!" tegas Liam sebelum mensejajarkan dirinya dengan Elena saat akan memulai aksinya.Elena dapat merasakan bagian pribadi Liam yang seolah menjadi lebih keras lagi dari sebelumnya, yang mulai berada di depan pintu masuk gua kenikmatannya, lalu benda itu sedikit lebih sedikit mulai menghujam masuk.“Arrgghh! Sakit!” teriak Elena saat dengan tidak sabar Liam mulai memasukinya.Dengan kedua tanga
Pagi harinya, meski cuaca sedang gerimis ringan, Elena mengabaikan rintik air hujan dengan terus berjalan menyusuri bibir pantai, yang masih berada di private villa milik Liam, suaminya. Meski demikian, alih-alih menikmati pemandangan indah di pagi hari itu, Elena malah terus melamun dengan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri, seolah hal kecil itu dapat mengusir hembusan angin pantai agar menjauh darinya.Bahkan ia mengabaikan juga rasa nyeri dan tidak nyaman di bagian pribadinya tiap kali ia bergerak. Karena ia tidak bisa tetap berada di tempat tidur, atau Liam akan kembali bercinta lagi dengannya saat pria itu membuka matanya. Jadi, saat Liam masih terlelap, Elena segera turun dari tempat tidur mereka dan berada di bibir pantai ini, dengan pemandangan sunrise yang begitu memanjakan matanya.Dan yang lebih membuatnya harus segera meninggalkan Liam adalah hasratnya sendiri. Hasrat yang begitu kuat untuk segera memeluk pria itu, dan memintanya memuaskannya lagi dan lagi, hingga Ele
"Apa kamu senang sekarang El karena telah menghancurkan pernikahan yang telah Henry impikan selama ini? Juga kesempatan besar untukmu menikahi Victorino?" tanya Lord Foxmoore, daddynya."Ya, aku senang, Dad. Aku justru akan merasa bersalah jika membiarkan begitu saja Henry menikah dengan wanita yang sama sekali tidak mencintainya!" jawab Elena dengan penuh keyakinan, untuk memancing kemarahan daddynya, Elena kembali menambahkan, "Dan mengenai Rino, kami hanya berpura-pura menjalin hubungan demi bisa mencari kesempatan untuk membongkar semua kejahatanmu, Dad. Aku hanya tidak menyangka kalau aku ternyata anak harammu dengan selingkuhanmu!"Sontak saja hal itu membuat amarah Lord Foxmoore semakin naik, diluar dugaan pria itu melayangkan tamparan kerasnya ke pipi Elena,"Dad!""Honey!" pekik Henry dan Lady Foxmoore secara bersamaan.Dengan raut wajah yang terluka, sambil memegang pipinya yang memerah, Elena setengah berlari meninggalkan mereka. Ia telah lelah dengan semuanya, dengan kelu
Entah kenapa ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Liam, rasanya seolah ia telah berada di tangan yang tepat. Ucapan Liam selanjutnya semakin membuat Elena mempercayakan hidupnya pada suaminya itu,"Mulai sekarang kamu tidak perlu bersedih lagi, Wifey. Karena sekarang kamu telah memiliki aku, dan aku akan selalu melindungimu sebagai seorang suami sekaligus seorang ayah untukmu," bisik Liam. Meski terdengar pelan, namun jelas terdengar ketegasan di dalam suaranya.Hati Elena terasa teduh dan terharu saat mendengarnya, tiap patah kata yang LIam ucapkan barusan seperti siraman air di hatinya yang terasa gersang, dan ia akan mengingat betul janji pertama yang Liam ucapkan untuknya itu, "Terima kasih ... " ucap Elena lirih. Ia menahan dirinya untuk tidak mengalirkan airmatanya lagi."Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai suamimu, My Wifey. Dan karena kita sama-sama telah sepakat untuk terus melanjutkan pernikahan dadakan kita, maka kamu pun akan memiliki keluarga lagi, Mommy, Daddy dan
Malam harinya, Liam kembali mengajak Elena ke Kafe tempat mereka bertemu. Namun kali ini mereka tidak datang sendiri, tapi datang bersama sebagai pasangan pengantin baru. Dan tanpa Elena sangka, ternyata Liam membuat pesta kecil di Kafe itu, untuk merayakan pernikahan kilatnya dengan Elena, sekaligus memproklamirkan kepada penduduk lokal juga pelayan Kafe kalau saat ini ia tidak lagi single."Astaga, ini tidak perlu, Liam," desah Elena. Ia merasa malu karena malam itu telah menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.Apalagi dengan tatapan menyelidik Fynn yang terus terarah padanya, pria itu pasti menunggu penjelasan darinya, namun dengan adanya Liam, mereka tidak dapat berbincang lama tanpa membongkar identitas Elena pada pria itu.Ya, mereka sedang duduk di bar, tepat di depan Finn yang sesekali sibuk meracik minuman pengunjung lainnya."Perlu. Mereka harus mengetahui istri dari pemilik Kafe ini," kekeh Liam."Jadi, Kafe ini milik kamu?""Ya, sekarang kamu pun secara resmi menjadi p
“Aku tidak sedang cemburu, Wifey. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”"Dan itu sebutannya apa yang lebih tepat kalau bukan cemburu?"Apa Liam akan mengelak lagi? Atau itu hanyalah khayalan Elena saja? Liam cemburu padanya? Suatu hal yang paling mustahil terjadi."Mengamankan apa yang sudah menjadi milikku."See? Ternyata memang Elena saja yang terlalu banyak menduga-duga. Lagipula dengan wajah dan tubuh seindah itu, mana mungkin Liam tertarik padanya, di saat pastinya banyak wanita yang bersaing memperebutkan perhatiannya."Oh ya ya ... Mengelaklah sesukamu, Liam. Lagipula tadi aku hanya becanda saja, bagaimana pria sepertimu yang aku yakin sekali tidak akan pernah kekurangan wanita cantik bisa cemburu padaku yang tak terlihat ini."Gerakan dansa Liam terhenti dan Elena nyaris tersandung kaki pria itu,"Kamu bukan hantu, Wifey.""Yang bilang aku hantu siapa
"Kita akan bercinta di sana, karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi.""Astaga Liam, bagaimana kalau ada yang melihat?""Sebaiknya kamu lihat ke sekelilingmu, apa yang sedang mereka lakukan?"Dan Elena pun terdiam. Karena beberapa pasangan lainnya tengah memadu kasih di tempat yang mereka rasa cukup aman. Yang pastinya akan menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan jika Elena yang melakukannya."Tidak, aku tidak mau di sini! Lebih baik kita kembali ke Villa saja," pintanya dengan panik."Tidak akan ada yang mengganggu kita, Wifey." bujuk Liam yang tidak paham sama sekali apa yang sedang menjadi dilema untuk Elena.Elena menghentak kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Liam, bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, "Aku tidak mau! Melakukan hubungan itu di tempat umum seperti ini, di mana siapapun dapat melihat kita? Aku tidak dapat melakukannya, Liam!"Bahkan saat tengah luar biasa marah atas ide gila Liam itu, suara Elena masih terdengar sangat lembut