Di sebuah ruangan luas dengan seluruh dinding dan lantai sepenuhnya terbuat dari kaca, sesosok manusia kecil tenggelam dalam kursi kebesarannya yang berada di tengah ruangan. Selainnya tidak terdapat apa pun di sekitar. Kosong dan sunyi.
Tidak lama kemudian, sosok lain yang lebih besar dan tinggi muncul dari dinding kaca yang saat ini membentuk pusaran berwarna merah terang. Setelahnya, dinding kaca tersebut menutup sepenuhnya, kembali seperti semula menjadi dinding-dinding kaca di sebelahnya.
"Yo, Caesar. Kau datang cukup terlambat," sapaan terdengar dari balik kursi besar yang menenggelamkan sosok kecil itu.
"Ada banyak hal yang harus kuurus terlebih dahulu. Lagi pula Kau memanggilku secara tiba-tiba, Yang Mulia," sinis yang lebih besar. Dia berjalan mendekat dan berhenti di depan sosok kecil yang disebutnya Yang Mulia. Tawa penuh ejekan terdengar begitu ucapan pemuda yang disebut Caesar itu selesai.
"Seolah-olah Kau memiliki banyak hal untuk diurus."
Dahi Caesar berkedut. Tangannya mengepal dan dapat dilihat di sekitar kepalan tangannya dilapisi warna merah tipis.
"Aku bercanda," sosok kecil yang sudah puas mengejek, berdehem ringan dan melanjutkan perkataannya dengan wajah serius. Caesar perlahan mengendurkan tangannya. Wajahnya tenang mendengarkan setiap kata-kata yang keluar dari sang Yang Mulia di hadapannya.
"Tentunya Kau sudah mengetahui keadaan Federlin saat ini. Meskipun aku sebelumnya mengatakan masih banyak waktu tersisa, namun sebenarnya hanyalah omong kosong untuk membungkam para mulut besar itu," helaan napas dihembuskan.
"Jadi," Caesar mengangkat salah satu alisnya, mulai tidak sabar dengan pembicaraan yang berputar-putar.
"Beruntungnya, seorang peramal dari Desa Hobbit membantuku menemukan penggantinya. Ini adalah suatu keajaiban yang tidak pernah disangka saat aku mengetahui siapa itu," tidak memedulikan keluh pemuda di depannya, dia tetap melanjutkan.
"Jadi, aku memiliki sebuah permintaan. Aku ingin Kau membawa manusia pengganti Hearthsoul itu ke mari."
Caesar diam, mencerna ucapannya. Barulah beberapa detik kemudian, teriakan keras membahana, "manusia?"
*****
Begitu pekerjaan pertama selesai, Gale biasanya akan bergegas menuju pekerjaan keduanya. Prinsip dunia ini juga dirinya selalu berpegang pada 'bekerja tanpa henti hingga akhir hidup'. Dan kali ini, ia terpaksa harus meminta cuti kepada bosnya karena suatu janji keterpaksaannya kepada seseorang. Rasa enggan memenuhi dirinya dan berpikir untuk mengingkari janjinya. Namun, hati nuraninya terus memberontak dan memintanya untuk memenuhi janjinya itu.
Pikirannya mulai mengembara saat memasuki hutan di barat jantung kota. Betapa gelap, sunyi dan rimbunnya pohon-pohon yang hanya membiarkan secercah cahaya bulan menerangi sekitar membuat Gale mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang apa tujuan pria yang ditemuinya pagi tadi.
Pria itu menyuruhnya datang ke hutan barat jantung kota sebagai ganti rugi tanpa memberikan kejelasan apa pun. Rasa takut mulai membayanginya saat memikirkan kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Mungkin orang itu adalah seorang psikopat yang akan memotong-motong tubuhnya atau bahkan dirinya akan dijual untuk diambil orang dalamnya.
Rambut di tubuhnya berdiri hanya membayangkannya, juga karena angin meniupkan hawa dingin secara langsung. Niatnya yang tadinya setengah semakin menciut dan baru saja akan berputar balik ketika bahunya ditahan.
Jeritan ketakutan segera meluncur mulus dari bibirnya yang segera dibekap oleh tangan seseorang.
"Jangan berteriak! Ini aku, ini aku."
Kepalanya menoleh dan pria bertopi cowboy akrab memasuki pandangannya. Pria itu melepaskan bekapannya dan berdiri tegak sambil membenarkan topinya. Menatapnya dengan pandangan aneh yang tidak bisa diartikan sebelum memalingkan pandangannya.
"Ternyata Kau cu- bukan, Kau sangat penakut," cibirnya tanpa ragu-ragu.
Gale akan memprotesnya, namun diurungkan mengingat perkataan itu cukup sesuai dengan tindakannya barusan. Dia menundukkan kepalanya malu dan tetap diam selama beberapa saat. Terdengar suara dengusan dari atas dan suara berat dengan nada rendah mulai berbicara, sepertinya sang pemilik suara tidak dalam suasana hati yang baik.
"Waktuku sangat sedikit. Ikuti aku." Kemudian pria itu berbalik tanpa menunggu tanggapan.
Dengan rasa ragu Gale mengikuti langkah cepatnya dari belakang. Mereka berjalan semakin masuk ke dalam hutan. Pohon-pohon semakin rimbun dan tidak membiarkan cahaya masuk. Gale hampir saja tersandung dan untungnya pria di depannya berhenti berjalan.
"Tetap diam di sini!" suara datar memberikan perintah.
Yang diberi perintah menurut. Diam di tempat dengan kepala yang menoleh ke sana ke mari. Kegelapan di sekeliling membuatnya bergidik. Lama-kelamaan kakinya terasa pegal dan ia tidak bisa menahan dirinya untuk sedikit membungkuk, bertumpu pada lututnya.
Tangannya meraih ponselnya untuk menyalakan flashlight namun gagal saat cahaya terang muncul. Dengan bingung dia menemukan ada sekitar lima cahaya membentuk sudut-sudut, mengelilinginya.
Kakinya akan melangkah untuk keluar dari lingkaran cahaya saat suara tajam memerintahkannya untuk tetap diam. Tubuhnya tiba-tiba kaku, seolah sebuah tali tak terlihat mengikat erat tubuhnya. Tanpa memedulikan perintah yang didengarnya barusan, Gale mencoba menggerakkan tubuhnya liar, berusaha melepaskan diri. Mulutnya terbuka tertutup tanpa keluar suara sedikit pun.
Decakan terdengar dari sisi telinga Gale, namun tidak ada tindakan yang datang. Suara sinis lainnya menyambung, "seharusnya aku tidak menerima permintaan si kerdil sialan itu."
Mata Gale membelalak. Lima cahaya mulai bergerak dan memancar ke atas, membentuk pantulan pentagram besar. Perlahan turun dan mulai menyelimuti tubuhnya dengan kilatan terang yang mampu membutakan mata. Sontak Gale, yang gagal membebaskan diri, menutup mata rapat-rapat.
Samar-samar, Gale dapat mendengar suara di dekatnya yang berbicara dengan bahasa asing. Saat kata 'vocare' diteriakkan, tubuhnya terasa ringan. Pijakan di bawah kakinya menghilang dan kakinya menggantung.
Walaupun tidak bisa melihat, namun indranya yang dipertajam bisa merasakan keadaan sekitar. Tubuhnya terasa tersedot oleh suatu aliran udara yang tidak diketahui, menimbulkan rasa mual ringan. Napasnya tercekat seolah semua udara di sekitarnya diblokir. Telinganya mendengar dengungan tidak jelas seperti nyamuk berputar-putar di sekitar telinganya. Serta cahaya biru terang dapat terlihat dari balik matanya yang terpejam.
Sentuhan tipis dari air dingin yang mampu membekukan tulang menyentuh tubuh Gale setelahnya. Walaupun hanya sekilas, namun mampu menyebabkan dirinya terlonjak kaget.
Matanya berusaha dibuka. Semua gangguan yang dirasakannya menghilang. Gale berpikir semuanya kembali normal, namun begitu matanya terbuka, apa yang dialaminya membuat jantungnya copot.
Jatuh bebas dari ketinggian lebih dari 100 meter dari tanah tanpa pengaman apa pun. Di bawahnya terdapat lima menara hitam putih yang melayang 10 cm dari tanah. Anehnya, lima menara tersebut tidak berdiri terpisah, melainkan disatukan dengan simbol hexagram pada bagian atasnya.
Gale terjatuh tepat pada bagian tengah hexagram dan berpikir akan menabrak lempengan besi berbentuk clover berdaun lima. Ketika ia sudah bersiap merasakan sakit dari patahnya tulang, apa yang ia rasakan hanyalah betapa lembutnya karpet yang mengalasi dirinya.
'Karpet?'
Tubuhnya yang terbaring di karpet lembut berwarna putih bersih terlonjak bangun. Rasa pusing segera menderanya tanpa alasan. Ia mengernyit namun tidak menghentikan matanya berkeliaran ke sekitar dengan tergesa-gesa, berusaha mengetahui di mana dirinya berada sekarang.
"Bagaimana keadaanmu? Tentunya baik-baik saja. Caesar selalu melakukan pekerjaannya dengan baik."
Di saat Gale sedang sibuk dengan aktivitas mencari tahunya, dari atas, campuran suara antara perempuan dan laki-laki terdengar. Disusul tubuh kecil yang perlahan mendarat di tanah dengan mulus. Sedari tadi, sosok tersebut memperhatikan Gale tanpa terlihat.
Gale mengubah pandangannya dan mengarahkannya dengan hati-hati pada sosok tak terduga yang muncul di hadapannya.
Seorang anak kecil berambut pendek berwarna ungu dengan telinga runcing yang tersembunyi di antara surai lebatnya. Pakaian putih diselimuti jubah ungu pendek menjadikannya lebih dewasa daripada wajah bayinya. Yang membuat perhatian Gale teralihkan adalah warna matanya. Campuran antara violet dengan biru. Seperti langit Antartika malam bertaburan bintang yang dipenuhi kesunyian.
"Sangat indah, bukan?" Mata indah itu menyipit menunjukkan kesenangan. Kilatan bangga dapat dilihat dari mata indahnya. Dia sedikit melompat dan tubuhnya mulai melayang, berputar-putar di sekeliling Gale dengan pandangan menyelidik.
"Tidak buruk. Gen manusia memang sangat menarik."
Manik hitam Gale mengikuti pergerakan anak di depannya untuk beberapa saat sebelum memberikan diri untuk membuka mulutnya, "Dimana ini?"
Mata biru violet itu berkedip beberapa kali sebelum tertawa terbahak-bahak, entah apa yang ia tertawakan.
"Aku melupakan bagian awalnya. Maafkan aku. Aku tidak terbiasa dengan cara pertemuan para manusia." Ia mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air mata.
"Perkenalkan, namaku Lui, penguasa wilayah Thvacyria. Thvacyria adalah wilayah bagian timur Federlin yang penuh keajaiban. Oh, jika di dunia manusia, kalian akan menyebutnya dunia sihir."
Ekspresi kosong dan bodoh terpampang jelas di wajah Gale. Jelas tidak percaya dengan omong kosong anak kecil yang menyebut dirinya penguasa Tavira atau apalah itu. Namun, dirinya yang bisa selamat setelah jatuh bebas dari ketinggian 100 meter, juga bagaimana bisa anak kecil di depannya ini melayang-layang di udara dengan bebas membuatnya meragukan logikanya sendiri.
Mulutnya terbuka untuk menyatakan keraguannya, "Bukankah dunia sihir hanya lelucon yang dibuat orang tua pengangguran untuk menghasilkan uang?"
Tawa keras lainnya terdengar.
"Begitukah anggapan kalian? Sangat menarik. Aku ingin mendengar lebih lanjut tentang cerita itu." Lui kembali melayang, mendekat ke arah Gale dan kembali menjelaskan, "Walaupun kalian menganggap keberadaan kami hanyalah lelucon semata, namun sebenarnya kami selalu berada di dekat dan mengawasi kalian. Federlin dengan dunia manusia hanya dipisahkan oleh lapisan tipis yang sewaktu-waktu dapat hancur."
Raut wajah di depannya sangat serius, membuat Gale tidak bisa berkata-kata. Dia sedikit pun tidak mengerti. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Bagaimana bisa dunia yang dianggapnya lelucon benar-benar nyata? Juga, mereka sebenarnya dekat dan mengawasi para manusia?
Jika dia adalah animasi buatan, dipastikan matanya sudah berbentuk spiral dan kepulan asap keluar dari atas kepalanya.
"Tidak perlu terlalu dipikirkan. Kau akan semakin mengerti nantinya. Pokoknya, selamat datang di dunia Federlin wilayah Thvacyria!"
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K