Musik jazz kasar diputar dengan begitu kerasnya hingga memekakkan telinga bagi siapa pun yang mendengar. Dari dinding kamar yang tipis, musik kasar memekakkan terus menembus ke dinding-dinding lainnya, menghantarkan rasa pening pada pendengarnya. Segera, satu-persatu penghuni ruangan keluar dengan umpatan-umpatan yang tenggelam dalam polusi suara.
Berbeda dari lainnya, seorang pemuda yang hanya berjarak dua lapis tripleks dari sumber bunyi bising, tetap memejamkan mata seolah dia tidak bertelinga. Dadanya naik turun teratur yang menandakan jika ia masih mampu menghirup oksigen yang sama dari bumi.
Keningnya mengernyit merasakan sesuatu yang gatal dan sakit menusuk kulitnya. Cukup dangkal untuk menimbulkan luka. Tangannya bergerak menepuk lengan yang terasa gatal. Merah pudar segera mewarnai lengannya, juga sedikit darahnya mengalir keluar dari perut mungil sang pengisap yang meletus akibat tepukan.
Barulah setelah gangguan kecil tersebut, indra-indranya dibangunkan untuk mendapati gangguan-gangguan yang sudah ada sebelumnya dan mulai mengusiknya secara bersamaan. Pemuda itu mengerang tertahan. Kepalanya terasa pening dihantam oleh suara-suara umpatan juga musik kasar dari kanan kiri keluar masuk telinganya.
Bangun dari posisi berbaring dan membuka pintu dengan heran. Dapat dilihat, tersisa sekitar delapan orang yang masih berteriak-teriak sambil mengedor pintu asal keributan dengan tenaga bantengnya. Membuatnya semakin terheran saat sang pembuat kekacauan sama sekali tidak keluar dari kamarnya walaupun para tetangganya sudah hampir menghancurkan pintu.
Pintu ditutup. Akan berbaring kembali saat teringat ketika sinar matahari menyorot wajahnya jika ia harus bergegas menuju tempat penghasil uangnya.
Mencuci muka dan menggosok gigi adalah kegiatan sederhana yang dilakukannya hampir setiap pagi. Wajahnya terangkat menatap cermin. Butiran air mengalir turun ke rahangnya dan jatuh bebas. Lingkaran hitam pekat di bawah matanya terlihat jelas, membuatnya tampak menakutkan dipadukan dengan kulit pucatnya.
Gale Lavonsier atau biasa disebut Gale. Tidak ada yang menarik darinya. Dia hanyalah seorang yatim piatu yang seluruh masa kecilnya dihabiskan di sebuah tempat penampungan anak-anak yang bernasib sama sepertinya, panti asuhan. Sayangnya, saat usianya mencapai 13 tahun, tempat itu ditutup karena masalah ekonomi. Anak-anak malang yang tidak tahu harus ke mana, berkeliaran di jalanan dengan putus asa. Siang malam dihabiskan untuk mencari sesuap nasi demi mempertahankan hidupnya, termasuk Gale. Mereka membentuk perkumpulan dan saling bahu-membahu satu sama lain.
Begitu usianya mencapai 15 tahun, Gale memisahkan diri dan mulai menjalani kehidupan sebagai pemungut sampah dengan semangat tinggi. Dunia kerja bukanlah sesuatu yang bisa ditaklukkan hanya dengan semangat tinggi. Itulah yang dipelajari Gale setelah memasuki dunia asli pekerjaan. Sebelumnya, anak-anak gerombolannya akan mengemis. Jika hasilnya tidak mencukupi, maka jalan lainnya adalah mencuri.
Dirinya mulai bekerja lebih keras dan berkali-kali berganti pekerjaan yang menerima pekerja tanpa pendidikan. Siang dan malam ia habiskan untuk mencari uang, bisa dibilang tanpa istirahat. Tepat pada usia ke-19 tahunnya, ia berhasil mendapatkan pekerjaan tetap. Pagi hari, ia akan bekerja sebagai pustakawan di perpustakaan pusat kota. Sedangkan malam harinya, ia beralih menjadi pegawai supermarket. Di tengah kepadatan aktivitasnya, suatu pikiran melintas di benaknya, menyadarkan dirinya bahwa, dunia manusia penuh dengan siksaan yang tiada habisnya.
Dan hari ini, ia harus kembali menjalani hari beratnya. Napas lelah terembus. Biasanya ia tidak akan selelah saat ini. Hanya saja, semalam, beberapa remaja urakan merusuh di tempatnya bekerja membuatnya kelimpungan. Mulai dari membeli minuman alkohol sedangkan mereka di bawah umur. Sampai membawa narkoba. Bukannya dirinya tidak mencoba melarang. Hanya saja, para pemuda itu langsung mengusirnya kasar, bahkan salah satu dari mereka hampir memukulinya.
Beginilah kehidupan pekerja bawahan seperti dirinya di peradaban ini. Sama sekali tidak dihargai. Mungkin saja dianggap budak oleh kalangan atas.
Dia mengambil tas lusuh yang terdapat sedikit robekan di bagian depannya, dan berjalan keluar dengan lesu. Melewati kebisingan di depan pintu dan berhasil mencapai bagian luar gedung tempat tinggal sementaranya. Kebisingan tergantikan oleh bunyi-bunyian yang lebih halus.
Cicitan burung pagi hari yang berusaha memberi semangat pada sesamanya untuk menjalani hari-hari membosankan yang terus terulang. Obrolan orang-orang sekitar yang tercium bau kebusukan. Juga suasana kering dan penuh kekosongan merupakan kekhasan dari kota pinggiran.
Pemuda itu berjalan melalui gang sempit berbau sampah menyengat hidung yang sudah biasa ia lalui. Beberapa menit ia berbelok memasuki jalan raya pusat kota. Banyak orang-orang berlalu lalang di sekitarnya dengan berbagai raut dan emosi yang bervariasi. Panik, santai, lesu, dan lainnya. Kendaraan berlapis besi melintas ke sana kemari seolah mereka adalah lalat yang kebingungan.
Perbandingan antara jantung kota serta kota pinggiran merupakan gambaran dari sebuah topeng yang terdapat dua sisi, depan dan belakang. Sisi depan yang terlihat mulus tanpa cela, ekspetasi kehidupan penuh harapan. Sebaliknya, sisi belakang adalah fakta sebenarnya yang berusaha disangkal banyak orang. Kehidupan yang kelam dan tanpa warna.
Gale berhenti di sisi jalan bersama beberapa orang lainnya, menunggu lapisan tipis transparan berwarna merah di depannya berubah menjadi hijau sebelum kembali melangkahkan kaki. Satu persatu kendaraan berlapis besi yang tadinya melayang dengan kecepatan sedang terpaksa menginjak rem.
Kaki-kaki melangkah menuju sisi lain dan berpisah dengan tujuannya masing-masing. Berbeda dari lainnya, Gale yang telah mencapai sisi lain jalan, berhenti dan berbalik. Tetap diam di sana hingga kendaraan berlapis besi kembali melaju dengan menekan kecepatan lebih tinggi. Bagian bawahnya mengeluarkan sedikit kilatan api saat kendaraan berlapis baja itu melaju.
Flamewheel VX.
Kendaraan modern berlapiskan besi. Sesuai namanya, roda yang digunakan merupakan api. Bukan berbentuk sebuah ban bulat, melainkan kilatan api tipis yang menyala dari empat lubang bagian bawahnya membuat kendaraan berlapiskan besi itu berhasil melayang rendah.
Entah bagaimana detail tentang cara kerjanya, Gale tidak cukup memahaminya. Salahkan otaknya yang tidak diasah dengan benar sedari kecil. Namun, ia senang melihatnya ketika kilatan api semakin berpendar saat kecepatan benda besi itu bertambah.
Menghilang dari pandangannya, ia segera berbalik dan melanjutkan langkahnya. Matanya melirik pada angka besar yang menunjukkan 08.43 melayang di langit-langit.
"Sial, aku terlambat!" gumamnya saat ia mulai mempercepat langkah tanpa memperhatikan jika orang-orang di sekitarnya semakin bertambah dan mengimpit tubuh kurusnya.
'Bruk!'
Tubuh kurus itu terpental saat ia tertubruk sesuatu yang cukup keras. Matanya terpejam merasakan sakit menyambut pantatnya yang menghantam tanah. Nyeri ia rasakan saat berusaha berdiri. Kakinya sedikit goyah dan berhasil tegak sesaat kemudian. Kepalanya ditolehkan untuk melihat apa yang menubruknya adalah seorang manusia.
Pria berpostur tubuh tinggi dan tetap tegap walaupun sesuatu barusan menghantam tubuhnya. Topi cowboy hitam terpasang rendah di kepalanya, menyembunyikan sebagian wajahnya. Hanya hidungnya yang tinggi mencuat angkuh, keluar dari balik topinya. Jubah berwarna merah terang dipadukan dengan celana hijau norak yang sangat tidak biasa membuatnya konyol dan sangat mencolok.
Tiba-tiba, pria itu mendongakkan kepalanya, menatap tajam pemuda yang menabraknya barusan. Reaksi alami pemuda yang ditatap adalah bergerak mundur. Dia tidak memperhatikan saat sepatunya menginjak sesuatu dan menghancurkannya dalam sekejap. Barulah ketika bunyi 'krek' terdengar, ia cepat-cepat menoleh ke bawah hanya untuk menemukan sesuatu di balik injakannya telah hancur berkeping-keping.
Tidak disangka setelahnya, pria bertopi cowboy itu berteriak histeris, hampir menggemparkan seisi dunia. Kemudian berlari, mendorong Gale yang masih tercengang, dan berjongkok.
"Tidak! Hearthsoul telah hancur!" pekiknya dengan kedua manik berlinang air mata.
"Thvacyria tidak akan bisa diselamatkan!" lanjutnya bertambah histeris dicampur kefrustrasian.
"Itu...." ragu-ragu, Gale yang menyebabkan kehisterisan pria bertopi cowboy itu mencoba membuka mulutnya.
Tatapan tajam kembali diarahkan. Jika tatapan adalah sesuatu berbentuk fisik, bisa dipastikan Gale akan ditikam sampai mati.
"Aku benar-benar tidak sengaja. Maafkan aku."
Jawaban tidak datang, membuat ia harus melanjutkan, "A-aku akan memperbaikinya...sebisaku," kata-kata terakhir diucapkan dengan suara pelan penuh ketidakyakinan.
Pria bertopi cowboy itu menarik pandangannya dan menghela napas berat. Terdengar seperti suara kuda yang mendengus.
"Lupakan. Ini sudah tidak bisa diperbaiki. Energinya telah menyatu dengan tanah dunia ini."
Sama sekali bukan sesuatu yang bisa dimengerti orang biasa ketika pria bertopi cowboy itu membuka mulutnya. Gale menggaruk kepalanya bingung dan kembali berkata, "Aku akan mengganti rugi. B-berapa harganya?"
"Sayangnya ini bukanlah sesuatu yang bisa digantikan dengan sebuah materi belaka." Pria bertopi cowboy itu bangun dari posisinya. Menepuk jubahnya acuh. Nada yang sebelumnya ia gunakan untuk menangisi benda tidak jelas itu menghilang sepenuhnya. Siapa pun yang menyaksikan akan berpikir perilaku sebelumnya adalah khayalan semata.
"Lalu...apa yang harus kulakukan?" cicit Gale.
Mengetuk dagunya seolah berpikir serius, pria bertopi cowboy memastikan dengan nada polos, "Kau benar-benar akan melakukannya?"
Anggukan kepala ragu menjawab.
Seringai tipis penuh kemenangan terukir erat di bibir pria bertopi cowboy, yang sekilas terlihat oleh Gale. Firasat buruk perlahan memenuhinya dan perasaan menyesal muncul atas apa yang ia katakan sebelumnya.
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K
Pagi hari berikutnya datang setelah hari melelahkan berakhir. Aktivitas pagi hari tetap berjalan seperti biasa, tidak terpengaruh oleh suasana pertandingan hari kemarin. Begitu juga dengan kelas pembelajaran serta kewajiban yang harus dilaksanakan.Mengingat tentang kelas, ini adalah hari pertama Gale di kelas barunya. Dia tidak bisa menahan perasaan gugup, apalagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sambil menghembuskan napas, ia berpikir untuk menenangkan dirinya, setidaknya masih ada Jean.Namun, harapannya seketika harus dipatahkan oleh kenyataan di hadapannya. Gale memasuki ruang kelas barunya, memilih bangku di paling ujung belakang dan mengamati sekeliling, berusaha menemukan sosok kecil yang dikenalnya. Setelah beberapa saat kepalanya menoleh ke kanan kiri, dia tetap tidak bisa menemukan Jean.Beberapa sosok yang familiar memang tertangkap matanya, entah dari kelas sebelumnya ataupun yang menjadi anggota timnya saat pertarungan kemarin. Berbeda dengan saat ia pertama kali t
Di sisi lain bangunan, di sebuah ruangan luas dengan sinar matahari mengintip dari celah tirai, dua sosok terlihat saling berhadapan, terlibat dalam percakapan serius. Salah satu duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya, sedangkan yang lain berdiri tegak. Udara tegang mengisi ruang kosong di antara mereka, meskipun keberadaannya lebih didominasi oleh sosok yang berdiri diam. Charlie menyanggah dagunya saat ia tersenyum menenangkan. Tidak ada keseriusan di wajahnya seperti yang dimiliki oleh sosok di seberangnya, seolah ia hanya akan membicarakan tentang ramalan cuaca sembari menikmati teh lavendernya. ''Jangan terlalu tegang seperti itu. Bagaimana kalau duduk dulu dan makan beberapa camilan?'' Kemudian tawanya mengalun pelan, merasa geli dengan tawarannya. Menghadapi candaannya, Sydney tidak terpengaruh sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak seperti patung dengan ekspresi sedingin lapisan es. Bahkan punggungnya lurus seperti anak panah. ''Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi,'' set
''Kau tahu, kan, jika elemenku dengan seorang Caesar Hardenlez sangat berbeda. Elemen miliknya adalah sihir penyerang sedangkan milikku hanya sebagai pertahanan, yang artinya elemenku tidak digunakan untuk menyerang. Dan lagi, Kau ingat, peraturan tidak memperbolehkan kita untuk membunuh di arena pertarungan ini. Karena itu, jika sihir elemen penyerang digunakan untuk membuat jebakan seperti itu, sudah bisa dipastikan mereka akan mati. Elemen sihirku adalah yang paling tepat jika ingin membuat jebakan.''Gale mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Jean. Sebelumnya, saat Caesar bergerak mendahuluinya dan membuat lingkaran api yang memerangkap lawan mereka, Gale cukup terkejut. Dia pikir, Caesar mengubah rencana dan bergerak langsung untuk menyerang sendirian.Namun, tidak lama, lingkaran api itu menghilang dan digantikan dengan elemen sihir milik Jean. Hal ini membuat Gale bertanya-tanya, mengapa Caesar tidak langsung membereskannya. Dan penjelasan lengkap dari Jean menjawa