Sesuatu yang terkadang tidak dipikirkan dan ingin dilupakan, namun terkadang selalu keluar begitu saja tanpa memikirkannya. Keinginan pak Karta untuk sembuh dan juga rasa ragu akan airmata yang mampu menyembuhkannya, sesuatu yang masih saja selalu muncul dalam pikiran pak Karta.Pak Karta tak peduli dan terus berusaha melupakan mimpi anehnya bertemu lelaki tua dan penyembuhan airmata Adam. Meski masih saja kadang terlintas pikiran aneh itu, namun kini Dia menganggap itu hanya bunga tidur semata, mungkin seperti khayalannya semata karena ingin sembuh.Kejadian hal selanjutnya membuatnya semakin ragu kembali. Iya benar! Mimpinya tentang lelaki tua dan memberitahunya jika ingin sembuh maka pak Karta bisa mengambil airmata Adam dan mengusapnya pada kaki yang lumpuh. Mimpi itu datang lagi, meskipun pak Karta sudah berdoa pada Tuhan untuk memberikannya mimpi yang lain saja.Mimpi kali ini serasa nyata bagi pak Karta. Lelaki tua itu bahkan seolah memaksa pak Karta untuk mendatangi Adam dan m
Kehidupan malam di desa itu seperti biasa. Suara hewan dan binatang malam masih sering terdengar dan membuat syahdu manusia yang tinggal di desa. Mereka yang pergi ke kota untuk merantau bahkan hanya sekedar merindukan suasana malam di desa.Indah dan tenang, ditimpali suara hewan malam yang syahdu indah.Malam itu menyapa, semua binatang malam memulai aktivitasnya mencari makan. Pagi pun datang. Matahari cerah menyembul dari ufuk timur, di keluarga pak Karta terjadi kehebohan. Pak Karta berjalan seperti biasa tanpa sadar dari bangun tidur.Semula, saat bangun dari tidurnya. Pak Karta mencoba mencari kayu penyangga yang biasa dia gunakan untuk membantu berjalan. Pak Karta mendapatkan tongkat kayunya, dan saat mulai berjalan dia merasakan sesuatu yang aneh pada kakinya. Tidak ada yang sakit, seperti tidak ada beban.Karta kemudian mencoba mengingat apa yang terjadi. Dan, dia teringat tentang airmata Adam. Benar! Semalam pak Karta sudah datang ke rumah Adam dan memint airmata pemuda itu
Dua tahun pun berlalu begitu saja.Orang-orang datang ketika senin hingga sabtu, karena ketika Ahad datang, Adam bangun dari pembaringannya dan pergi ke Danau Kenanga. Adam seharian akan memandangi jernihnya air danau di kursi bambu di bawah pohon jambu. Senyumnya mengembang, tak peduli ada apapun yang terjadi di dunia, dia menikmati pemandangan dan menatap wajah Naura dalam khayalannya.Syarif pun disana, berdiri bersandarkan pohon jambu yang sudah besar itu.Dua tahun berlalu sejak nama Adam terkenal dengan penyembuhan airmatanya. Syarif adalah teman setia, dia selalu menemani Adam apapun yang terjadi. Bahkan, dia membantu mengatur tamu yang datang ke rumah sahabatnya itu. Syarif hanya tak habis pikir, seberapa besar cinta Adam kepada Naura.Bahkan, ditinggalkan dan dikhianati, dia tetap saja mencintai wanita bernama Naura.Satu hal yang selalu didengar Syarif dari Adam. Mulutnya selalu mengucapkan tentang, agar Naura baik-baik saja.”Naura ..., Naura ..., apa kamu baik-baik saja di
Malam itu, keluarga Hamid makan bersaama. Diandra dan Ibunya sedang makan malam di meja makan. Perlahan, Diandra sudah terbiasa makan sendiri dengan sendoknya. Diandra hanya diambilkan makanan di piringnya oleh Ibunya, atau oleh asistennya kemudian dia akan memakannya sendiri dengan perlahan.Dia sudah terbiasa melakukannya, sehingga tidak merasa kesulitan apapun saat memilih makanan yang akan masuk ke mulutnya. Pertama, dia menanyakan lauk makanannya, lalu meraba letaknya dan kemudian menggunakan sendoknya.Beberapa menit berlalu, seseorang datang dengan langkahnya yang tegap. Diandra tersenyum, itu adalah suara langkah kaki Ayahnya, Abdul Hamid. Hamid pun tersenyum dan melihat senyuman puterinya itu, dia mendekati Puterinya dan mengecup rambut hitam terurai puterinya itu.”Ayah sudah makan malam? Ayo makan bersama dengan kami Ayah.”Senyum puterinya itu benar-benar membuat kepenatan di kantor seolah hilang seketika. Hamid memiliki beberapa perusahaan dan semuanya juga sudah terdafta
Halimah masuk ke rumah. Sore itu waktu ashar, Halimah meminta Syarif untuk menutup rumahnya, artinya tanda orang antre sudah selesai. Halimah tak mau lagi mengambil airmata puteranya dengan sendok itu. Ini hari Sabtu, esok Adam pasti akan ke Danau Kenanga, dan biarlah Adam menikmati seharinya itu dengan baik dan hari ini biarkan dia istirahat.Walaupun seperti apa kata istirahat untuk Adam? Adam hanya tertidur saja, meskipun airmatanya mengalir perlahan namun matanya hanya berkedip biasa saja. Tak ada gerakan dan hanya seperti orang pesakitan semata.Namun, Halimah paham. Sebenarnya, Adam juga mendengar dan merasakan apapun di sekitarnya. Namun, rasa sakit dan cintanya yang teramat dalam itulah yang tak bisa membuatnya bangkit.Halimah pun masuk ke kamar puteranya itu, dia duduk di sebelah Adam dan mengelus rambut Adam yang mulai memanjang dan sedikit menutupi telinganya. Halimah mendoakan Adam sambil tetap mengelus rambutnya, Adam pun terlihat menggerakkan kepalanya sedikit tanda dia
Perasaan iba dan kasihan pada Diandra membuat hati Halimah terenyuh. Seorang wanita yang masih muda, dengan ujian berat namun dia masih terlihat begitu ikhlas terhadap kehidupannya.Itu menjadi pelajaran berharga bagi Halimah. Bagaimana seorang belajar dari orang lain tentang arti kesabaran dan keikhlasan.Halimah tak kuasa melihat harapan dari wanita cantik di depannya tersebut. Dirinya yang tak bisa bergerak dan juga matanya yang tak bisa melihat. Sungguh, itu adalah dua karunia paling besar yang dimiliki manusia. Namun, ketika ada manusia yang memiliki ujian tersebut dan dia tetap sabar. Maka, mereka adalah orang-orang terpilih di antara yang terpilih.Halimah bingung akan menjawab apa pada wanita cantik tersebut, kepalanya yang kesana kemari seolah memahamkan dirinya bahwa wanita itu tak bisa melihat. Senyum kecilnya demikian indah.”Sebentar..., saya akan meminta izin pada Adam,” kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Halimah. Seolah, dia terhipnotis dengan kecantikan dan
”Aku adalah Diandra. Ikhlaskah jika airmatamu itu aku menerimanya?”Angin membela wajah indah Diandra, dan tak ada reaksi dan suara jawaban dari lelaki yang tengah tidur di pembaringan itu. Tidak ada tanda dan tidak ada gerakan sama sekali dari Adam.”Wahai Adam. Aku Diandra, aku adalah orang buta dan lumpuh. Aku selalu bersedih pada takdirku, tapi orangtuaku memaksaku untuk datang kesini. Jika kamu ikhlas, maka aku akan menerima airmatamu dan itu tidak akan mengecewakan orangtuaku.”Diandra tidak mau menyerah.Ada sedikit gerakan yang dilakukan Adam, bibirnya mulai bergerak perlahan, ”Ambillah jika itu bisa membahagiakan orangtuamu.”Suara itu begitu menenteramkan Diandra, dia pun tersenyum. Sembuh atau tidak, dia tak peduli. Dia hanya tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya yang paling dicintainya.Halimah pun mendekati puteranya itu, namun dia tak mengambilnya dengan sendok karena permintaan Diandra. Dia tahu dari informasi bahwa Ibu Adam akan keluar membawa sendok dengan sediki
Ahad tiba lagi.Waktu seperti biasa bagi Adam untuk memandangi indahnya Danau Kenanga, Syarif mengantarkannya dengan motor. Di sepanjang jalan pun, Adam hanya terus menerus tersenyum. Di rumah Adam, Halimah bersih-bersih rumah karena setiap orang sudah mengetahui bahwa hari Ahad adalah hari spesial bagi Adam dengan kenangannya dan di rumah tidak melayani tamu.Akhir-akhir ini, warga desa di sekitar desa Adam juga terus terlihat antre pada hari senin hingga sabtu. Bahkan, ketika mereka hanya sakit pegal dan gatal saja mereka datang karena itu lebih praktis dan tak perlu ke dokter. Sakit sepela pun kadang mereka datang, terlebih Halimah selalu melayani siapapun yang datang meminta pertolongan dengan terapi airmata tersebut.Halimah hanya tak mau mengecewakan mereka yang datang ke rumahnya untuk meminta pengobatan. Dan, Adam pun mengizinkan hal itu dengan anggukan kepalanya, tak peduli rasa sakitnya yang teramat dalam tersiksa karena cinta namun dia masih seolah memberi kebaikan pada sia