Share

2. Senang sesaat

Zahra terbangun dari tidurnya, ia melihat disekelilingnya, setelah itu ia memegang keningnya, lalu jalan menuju cermin. Alangkah bahagianya ia, saat ia melihat luka yang ada di keningnya yang sudah di tutupi oleh hansaplats. 

Hatinya sangat senang, ia sudah tahu siapa yang mengobati lukanya. Baru kali ini Zahra senang atas perlakuan ibunya yang mengobati keningnya, itu sangat berarti untuk Zahra. Dengan perasaan senangnya dan senyumannya terukir sempurna, ia segera mencari keberadaan ibunya.

Zahra tersenyum senang saat melihat ibunya sedang menonton televisi. Zahra langsung menghampiri ibunya sedikit berlari dan....

Hap!

Zahra memeluk ibunya dari samping, membuat Rita kaget. Zahra masih setia memeluk Rita, ia sangat senang. 

Rita menatap Zahra tajam. Namun, Zahra tidak peduli, bahkan ia membunyikan wajahnya pada perut Rita dan itu membuat Rita semakin kesal.

"Lepas!" ucapnya dingin tanpa menatap Zahra. 

Zahra sedikit mendongak menatap ibunya, kemudian kembali pada posisi semula. "Nggak mau Bu. Ini sangat nyaman." 

"Saya bilang lepas! anda masih tidak mengerti juga?!" ucapnya dengan wajah datarnya, lalu berdiri dan itu membuat Zahra melepaskan pelukannya.

Zahra menatap ibunya dengan sendu, baru saja ia merasakan bahagia.

Rita menatap Zahra datar. "Saya mengobati anda bukan berarti saya menyayangi anda!" lalu pergi meninggalkan Zahra.

Tes

Satu tetasan air mata jatuh dari sang pemilik. Zahra meneteskan air matanya, ia sakit sekali mendengar ucapan ibunya barusan. Semakin lama, semakin terus mengalir. Zahra tidak kuat, ia berlari masuk kedalam kamar.

Di dalam kamar Zahra menangis dalam diam, sakit rasanya tidak di anggap oleh ibu kandungnya sendiri. Sekuat apapun ia menahan perih pada hatinya, itu akan sakit jika lama-lama menahannya.

Baru saja tersenyum dan sekarang? mengapa harus menangis lagi?

Zahra bangkit, ia melangkah menuju meja belajarnya. Ia mengambil sesuatu di dalam laci meja sana, setelah mendapatkannya ia duduk di kursi. Zahra meletakkan buku yang berwarna hitam di meja belajar, mungkin itu buku diary-nya. Ia membuka buku itu, ada halaman kosong di sana. Zahra mulai menulis apa yang terjadi barusan pada buku itu. Menulis sambil meneteskan air matanya, itu sangat sakit. 

Bahagia sesaat itu sangat menyenangkan. Tapi, air mata ini kenapa harus kembali saat mendengar kata-kata yang dulu pernah di ucapkan?

Tuhan aku ingin merasakan hangatnya kasih sayang, apa aku bisa mendapatkan itu semua?

Zahra berhenti menulis sejenak, air matanya terus mengalir dengan deras. Lalu ia kembali melanjutkan curhatannya pada buku itu.

Aku ingin nyerah....

Zahra menutup bukunya, ia memperhatikan buku itu sejenak, lalu kembali memasukkan buku itu pada tempat semula. Rasanya lega sudah menceritakan pada buku diary itu, bebannya hilang sebagian. 

---o0o---

Hari ini Zahra bangun lebih pagi, karena sebelum berangkat kuliah ia harus mempersiapkan jualannya untuk di bawa ke kampus, selain itu ia juga harus merawat ibunya terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai, Zahra langsung menghampiri ibunya yang berada di kamar.

Tok tok tok

"Ibu ayo buka pintunya, Zahra udah siapin sarapan untuk ibu." ucapnya dengan lembut sambil mengetuk pintu, ia tidak mau membuat ibunya marah.

Tidak ada jawaban. 

Zahra kembali mengetuk pintu. "Ibu ayo kita sarapan sama-sama." ajaknya lagi.

Rita membuka matanya, ia kesal sekali mendengar suara Zahra di luar kamarnya. Menggangu saja!

Dengan kesal Rita membuka pintu kamarnya, ia menatap Zahra datar. "Apa?!"

Zahra tersenyum. "Ayo Bu kita makan. Zahra udah siapin semuanya." ucapnya, lalu meraih tangan kiri Rita. Rita menepis tangan Zahra kasar, ia tidak suka.

"Gak usah pegang-pegang!" sewotnya, setelah itu pergi meninggalkan Zahra.

Zahra menghela napas sabar, lalu ia mengikuti Rita dari belakang.

Di sana mereka berdua sedang makan.  Mereka makan dalam diam, tidak ada bincangan yang memulai pertama. Setelah semuanya selesai barulah Zahra merapihkan dan mencuci piring bekas makan tadi. 

Setelah semuanya selesai. Zahra membawa jualannya dan menghampiri ibunya yang sedang duduk di sofa. 

"Zahra pamit kuliah dulu ya Bu. Nanti Zahra pulang malem." pamitnya, setelah itu pergi menuju kampus.

---o0o---

"Bu Zahra titip lagi ya, nanti pulang kuliah Zahra ambil." ucapnya pada ibu kantin.

"Iya neng. Nanti bikinnya yang lebih banyak lagi ya neng, anak-anak pada suka sama masakan neng Zahra." ucap ibu kantin itu.

Zahra tersenyum senang. "Alhamdulillah. Nanti besok Zahra bawa lagi yang lebih banyak." ucapnya senang.

Ibu kantin itu mengangguk, ia akrab sekali dengan Zahra. Tidak aneh lagi jika Zahra menitipkan jualnya padanya.

"Kalau gitu Zahra pamit masuk kelas dulu ya Bu." pamitnya, setelah mendapatkan anggukan barulah ia pergi.

Zahra pergi menuju kelas, sepanjang perjalanan ia terus tersenyum.

"Zahra!"  ia berbalik saat ada yang memanggil namanya, ia tersenyum lebar saat tahu siapa yang memanggilnya. 

"Ririn." ucapnya sambil tersenyum lebar.

Ririn tersenyum lebar, ia langsung sedikit berlari ke arah Zahra. "Dari mana aja Ra?" tanyanya.

"Dari kantin, biasa." jawabnya, lalu merangkul Ririn dan kembali jalan menuju kelas.

Saat sampai di kelas, sudah banyak orang yang sedang berkumpul, membaca buku dan lain sebagainya. Itu adalah kesempatan untuk Zahra, dengan semangat ia menghampiri mereka dan di ikuti oleh Ririn.

"Temen-temen ada yang mau beli gak? enak tau." ucapnya dengan ramah pada teman-temannya.

"Ini apa Ra?" tanya salah satu temannya sambil memperhatikan kue jualan Zahra.

"Ini tuh kue cubit. Enak tau, ayo cobain dulu, kalau enak kalian boleh beli." ucapnya.

Mereka mulai mencoba, enak. Itu yang mereka rasakan.

"Gue mau Ra satu."

"Gue juga."

"Iya gue juga."

"Gue dua ya Ra."

"Gue satu Ra."

"Iya, iya. Sabar ya satu-satu." sambil membungkus kue cubit dan memberikan pada mereka.

Ririn tidak hanya diam, ia juga ikut membantu Zahra, membuat Zahra sangat senang pada Ririn.

"Alhamdulillah abis Ra." ucap Ririn senang.

"Iya Alhamdulillah Rin. Pokoknya mulai besok harus lebih banyak lagi nih bikinnya." ucapnya senang, lalu merapikan tempatnya yang sudah ludes habis, tak bersisa.

"Wah wah wah. Ada orang gak mampu di sini." Caca mendekat, ia menatap Zahra dan barang jualannya.

"Kasian banget pasti gak mampu buat bayar kuliah yah? hahahaha." ejek Caca bersama Riska, mereka berdua menertawakan Zahra.

Ririn mengepalkan tangannya kuat. Ia menatap Caca dan Riska satu persatu, ia tidak rela sahabatnya di ejek seperti itu.

"Jaga ucapan lo!" ucapnya tajam saat sudah di hadapan Caca.

Caca mengibaskan rambutnya kebelakang. "Emang fakta!" 

Ririn menatap Caca tidak suka, ia tidak terima. "Jangan hina sahabat gue. Jaga mulut lo yang gak bermutu itu!" ucapnya dengan emosi yang tidak stabil.

Melihat keadaan yang semakin memburuk, Zahra langsung menarik tangan Ririn mundur. "Jangan Rin." larangnya. 

Ririn menatap Zahra, lalu memegang kedua bahu Zahra. "Gue harus bales tuh orang Ra, gue gak terima sahabat gue sendiri di hina kaya gini." lalu menatap Caca dan Riska tajam.

"Awas lo!" ucapnya, lalu pergi ke tempat duduk, kerena bel sudah berbunyi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status