Share

3. Pindah rumah

Penulis: Sindi Aulia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-11 22:28:20

“Ara berangkat yah Ma!”

Keesokan harinya, tepatnya pukul tiga sore, Ara sudah siap dengan dua koper besar berisi barang-barang miliknya yang telah ia kemas semalam. Setelah berpikir cukup lama, ia akhirnya memutuskan untuk pindah ke rumah pria itu.

Sesungguhnya, keraguan masih terus membayangi diri Ara. Tetapi setelah "dibujuk” oleh Ghazi, dan mendengar cerita dari sang mama yang berkata kalau Ghazi adalah orang yang baik, Ara mendapat sedikit keberanian untuk mencoba memulai semuanya dari awal.

Seperti sekarang, setelah 15 menit melakukan perjalanan, akhirnya Ara sampai di rumah pria itu yang ada di desa seberang. Rumahnya kecil, tetapi terlihat sangat bersih dan asri karena dipenuhi bunga warna-warni yang tertanam rapi di halaman rumahnya.

Sedikit malas Ara mengetuk pintu di depannya. Tidak lama kemudian, Ghazi keluar dengan handuk yang masih bertengger di lehernya dan rambut yang masih terlihat basah.

"Saya kira kamu nggak akan ke sini." ucap Ghazi tersenyum membukakan pintu.

Ara mendengus. "Tolong bawakan itu masuk." ucapnya menggerakkan dagu menunjuk dua koper besar miliknya, kemudian melenggang masuk tanpa menunggu respon Ghazi.

"Lagaknya seperti nyonya besar saja." gumam Ghazi terkekeh. Ia mulai membawa masuk barang-barang Ara kemudian kembali menutup pintu.

Ara berjalan menjelajahi isi rumah. Bangunan ini tidaklah besar, tetapi juga bukan bangunan sepetak seperti kontrakan. Ini rumah dengan desain yang minimalis. Hanya ada satu ruang tamu yang tidak terlalu luas, satu kamar tidur, satu ruang keluarga, dapur, serta satu kamar mandi. Tetapi barang-barang di sana semuanya lengkap. Walau itu tak selengkap apa yang ada di rumah Ara.

"Kamarnya cuma satu. Kalau saya tidur di sana, kamu tidur dimana?" tanya Ara saat Ghazi sudah berdiri di sampingnya.

"Ya di situ. Memang kamu mau tidur sendirian? Jangan salahkan saya kalau tengah malam nanti ada yang colak-colek kamu." ucap Ghazi.

"Jangan bercanda!" teriak Ara galak. Selain darah, hal yang paling Ara takutkan di dunia ini adalah hantu.

"Saya serius." sahut Ghazi mulai menarik koper Ara ke dalam kamar. "Kamu nggak sadar kalau rumah ini dikelilingi kebun? Nggak ada manusia lain disekitar sini." ujar Ghazi membuat Ara terdiam. Benar juga. Rumah ini memang tidak memiliki tetangga. Hanya ada beberapa rumah lagi tetapi itu memiliki jarak yang cukup jauh.

"Ya sudahlah biarkan saja." ucap Ara tak ingin membahas lebih jauh. "Oh iya kenapa kamu sudah ada di rumah? Nggak pergi jualan?" tanyanya. Ia diberi tahu oleh Zelin kalau suaminya ini berprofesi sebagai tukang cilok.

"Sudah pulang. Sengaja mau menyambut kedatangan istri cantik saya." ucap Ghazi membuat Ara seketika mengalihkan pandangannya salah tingkah. Ia masih seorang wanita normal, yang ketika dipuji apalagi oleh orang setampan Ghazi, pasti akan merasa gugup.

"Ya ya, kamu harus merasa bangga memiliki saya." ucap Ara. Ghazi hanya tersenyum melihat pipi Ara merona. Mudah sekali membuat perempuan ini bersemu.

"Saya mau ke warung sebentar, ada yang mau dibantu lagi nggak?" tanya Ghazi. Ara menggeleng.

"Cukup, titip permen jahe saja yang banyak." sahut Ara. Ghazi pun menganguk kemudian berlalu keluar. Ara mulai menata barang-barangnya.

Setelah semua selesai, Ara keluar menuju dapur hendak menata beberapa cemilan yang ia bawa. Ketika sampai di sana, Ara terkagum melihat betapa bersihnya dapur Ghazi tanpa adanya sampah yang menumpuk. Persediaan bahan mentah serta bumbu-bumbu dapur pun terlihat sangat lengkap. Ara terheran, dari mana pria itu mendapatkan ini semua? Bukankah ia hanya bekerja sebagai penjual cilok keliling?

"Saya menabung selama sebulan buat beli itu semua. Kamu suka nggak?" Ara langsung menoleh saat suara Ghazi terdengar.

"Itu semua kamu siapin buat saya?" tanya Ara. Ghazi mengangguk.

"Saya nggak punya banyak uang buat beli tas branded atau baju mahal buat kamu, jadi saya beli bahan-bahan dapur saja supaya kamu nggak perlu pergi ke pasar setiap hari." ucap Ghazi tersenyum. Ara terdiam merasa terharu. Ia mulai sedikit mempercayai ucapan sang mama yang berkata kalau Ghazi adalah orang yang baik.

Melihat Ara yang tak kunjung merespon, Ghazi pun berjalan mendekat kemudian menarik hidung mancung milik Ara. "Nggak usah terharu begitu, cukup masakan makanan yang enak saja buat saya sebagai gantinya." ucap Ghazi mengerlingkan mata sebelum berjalan pergi dari sana.

Ara merengut memegangi hidungnya. "Dasar genit!" teriak Ara. "Suka banget pegang-pegang, heran." gumamnya. Ara bukannya benci, ia hanya belum terbiasa karena selama hidup di dunia, Ara belum pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Ara hanya fokus meniti karirnya hingga ia bisa mendirikan sebuah perusahaan kosmetik yang cukup besar.

Tak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Kini Ara sedang membuat minuman untuk Ghazi setelah setengah jam yang lalu mereka telah menghabiskan makan malam dengan masakan yang Ara buat.

"Ini kopi buat kamu." ucap Ara meletakkan secangkir kopi didekat sang suami kemudian ikut duduk di sampingnya.

"Makasih yah." sahut Ghazi tersenyum.

Ia kira Ara akan mengacuhkannya karena pernikahan mereka terjadi atas dasar paksaan. Apalagi kemarin Ara terang-terangan menolaknya. Tetapi ternyata wanita itu cukup dewasa dalam menerima keadaan, dan mulai beradaptasi menjadi seorang istri. Terlihat dari bagaimana usaha Ara yang mencoba melayani segala kebutuhannya, meski Ghazi terkadang melihat wanita itu merengut tak suka.

"Ada yang ingin saya tanyakan." ujar Ara.

"Apa itu?" tanya Ghazi menoleh menatap sang istri.

"Kenapa kamu mau menikahi saya? Kenapa kamu nggak menentang warga saat itu?" tanya Ara.

"Saya ini hanya orang kecil, nggak punya kuasa. Melawan puluhan warga desa, tentu saja saya nggak akan mampu." ucap Ghazi.

"Oke. Kata Mama, saat itu saya pingsan pas lagi beli cilok kamu, kenapa kamu nggak langsung mengantar saya pulang saja?"

"Saat itu hujan deras tiba-tiba turun, jadi saya bawa kamu ke dalam pos ronda. Kalau kamu berpikir, kenapa saat itu saya nggak antar kamu pakai mobil? Ya karena saya nggak bisa nyetir. Saya yang merasa lelah, nggak sengaja tidur di samping kamu dan tiba-tiba para warga datang salah paham." jelas Ghazi. Itu adalah kronologi yang ia ceritakan kepada semua orang. Ghazi tidak mau ada orang yang tahu tentang insiden penyerangan malam itu. Ia juga bersyukur Ara mengalami lupa ingatan.

Ara terdiam mencoba mencari kebohongan dimata pria itu, tetapi entah mengapa ia tidak menemukannya sama sekali. Hanya ada manik coklat gelap yang dalam, dan Ara tak mampu menyelaminya. Tak apa, Ara akan mencari tahu sendiri apakah ucapan Ghazi benar adanya atau tidak.

"Oke kalau gitu, saya mau tidur." ucap Ara berlalu masuk ke dalam kamar. Ghazi ikut bangkit kemudian mengekori wanita itu.

"Tidur dan jangan ganggu saya." ujar Ara saat ia merasakan seseorang berbaring di sampingnya.

Ghazi hanya terdiam menatap punggung Ara. Cukup lama sampai wanita itu berbalik dengan mata terpejam serta napas yang berhembus teratur, menandakan bahwa Ara telah tertidur. Ghazi tersenyum mengagumi wajah sang istri. Ara ini memiliki wajah yang cantik sekaligus manis tanpa menimbulkan rasa bosan ketika dipandang.

"Saya memang belum kenal sama kamu, saya nikahin kamu juga karena desakan para warga, dan secara kebetulan saya butuh sesuatu dari kamu. Tapi saya akan berusaha nggak nyakitin kamu selama kamu masih jadi milik saya." lirih Ghazi menyingkirkan anak rambut yang sempat menutupi wajah Ara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    68. Liontin Rubah

    Ghazi berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Dokumen yang tertukar, mengharuskannya kembali untuk mengambil yang benar."Di mana dokumen itu?"Ghazi terus mencari. Ia memilah-milah tumpukan kertas yang ada di ruang kerjanya dan prang! Sikunya tak sengaja menyenggol foto Ara yang ada di atas meja. Merunduk, Ghazi membersihkan foto tersebut dari serpihan kaca.Ketika sedang memandangi wajah Ara, dada Ghazi tiba-tiba berdenyut sakit. Perasaannya mendadak tak enak dan bayang-bayang sang istri terus muncul dalam benaknya. Ada apa ini?Baru saja ingin mencoba menghubungi Ara untuk menanyakan kabar wanita itu, Willy lebih dulu menelponnya membuat Ghazi mau tak mau segera kembali ke kantor mengesampingkan kekhawatirannya terhadap sang istri.Waktu terus berlalu, pekerjaan Ghazi akhirnya selesai juga. Pria itu baru sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam. Ghazi berharap disambut oleh Ara, namun ternyata hanya ada Biru yang menunggu kedatangannya."Mama ke mana sih Pa? Kok mama nggak pulang-pula

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    67. Tumbang

    Hujan rintik-rintik mengiringi acara pemakaman Carol. Semua orang di keluarga Addaith ikut hadir termasuk Zelin dan Roan. Dari sekian banyaknya orang, yang paling terpukul atas kematian Carol adalah Ara. Sedari tadi, wanita itu hanya diam dipelukan Ghazi dengan tatapan kosong. Satu persatu, orang-orang mulai meninggalkan pemakaman menyisahkan Ara dan Ghazi serta Giana yang berdiri tak jauh dari mereka. "Amour, ayo kita pulang." Ara menggeleng. "Saya masih mau di sini, Mas. Kamu pulanglah lebih dulu,"Ghazi diam merasa bimbang. Ia tidak mungkin meninggalkan Ara seorang diri dalam keadaan terpuruk seperti ini, namun meeting penting yang harus Ghazi hadiri juga tidak bisa diabaikan begitu saja."Pergilah Zi, kamu ada meeting kan hari ini? Biar Ara tante yang menemani." ucap Giana tersenyum lembut. Melihat sang istri yang hanya diam, Ghazi pun menganggap kalau wanita itu tidak keberatan kalau dirinya pergi. Sedikit menunduk, Ghazi pun berucap, "Amour, saya pergi dulu sebentar ya? Di si

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    66. Gugurnya sang penjaga

    Ara melangkah ke sana kemari mencari keberadaan Carol yang tak kunjung ia temukan. Sejak pulang dari rumah Zelin sampai menjelang sore, batang hidung wanita itu tidak terlihat di mana pun. "Kamu di mana sih Carol?" keluh Ara mencoba menghubungi wanita itu. Merasa lelah, Ara yang tengah berada di dalam kamar Carol pun mendudukan diri di tepian ranjang milik wanita itu.Seperti biasa, kamar Carol selalu rapi. Ara terus menelisik sampai matanya melihat secarik kertas di antara tumpukan buku, ia pun meraihnya. [Nyonya, Anda adalah wanita terbaik yang pernah saya temui setelah ibu saya. Saya pamit ya, Nyonya?]Ara tertegun membaca sederet kata yang tertuang di dalam surat tersebut. Jadi ... Carol pergi meninggalkannya? Tetapi kenapa? Ara segera bangkit membuka lemari milik wanita itu. Tak menemukan apa pun di dalam sana, Ara mulai dirundung panik. Wanita itu berlari ke luar sembari memanggil-manggil nama Carol. "Amour, apa yang kamu cari?"Ara berjengit ketika suara Ghazi tiba-tiba terd

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    65. Ibuku, Pembunuh?

    "Selamat pagi, Tan." sapa Ara tersenyum ke arah Giana yang sudah duduk di salah satu kursi meja makan. Dengan santai, ia mengecup pipi sang tante membuat wanita itu mendelik tak terima. Menekan rasa kesalnya, Giana memilih berteriak memanggil salah satu pelayan agar membawakan secangkir kopi untuknya. Tetapi bukannya mendapatkan kopi, Giana malah diberi segelas air putih. "Maaf Bu, mengingat umur Anda yang tidak lagi muda, air putih lebih baik untuk kesehatan Anda."Ara nyaris menyemburkan tawanya mendengar perkataan Carol. Entah bagaimana ceritanya wanita itu bisa memegang bagian dapur, yang jelas, Ara cukup terhibur melihat wajah Giana yang kini berubah masam. "Saya tidak memanggil kamu, Carol. Saya memanggil Mira!""Sstt ... jangan marah-marah, Tan. Ini masih pagi loh, Tante mau wajah Tante semakin keriput?" "Kamu," desis Giana hampir melayangkan sendok di tangannya ke arah Ara kalau saja Ghazi tidak berjalan mendekati mereka. "Selamat pagi semua,""Selamat pagi, Mas." sahut A

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    64. Berdamai

    "Ayo jelaskan semuanya sekarang juga, Carol." desak Ara menancapkan sebilah pisau ke sebuah apel sebelum mencincangnya dengan brutal. Kesabarannya mulai menipis menunggu Carol yang sengaja menyibukkan diri.Carol meringis. Menyadari kalau sang nyonya mulai kesal, ia pun mengalah. Bergerak menaruh sapu di tangannya, kemudian beranjak duduk di samping wanita itu."Apa Anda melihat sebuah villa yang berada di sisi barat hutan, Nyonya? Itu adalah villa milik Giana. Saya bertemu dengannya di sana dan kami bertengkar. Tidak terima karena saya memintanya untuk mengakui semua kesalahannya, dia mendorong saya dari lantai atas. Saya jatuh ke sungai dan seperti yang Anda lihat, saya berhasil selamat."Ara tercengang sampai menjatuhkan pisau di tangannya. Cerita Carol, terdengar seperti kisah thriller yang sangat mengerikan. Kalau memang Giana terbukti melakukan itu semua, Ara bersumpah akan menjaga jarak dengan wanita itu. "Tapi kenapa? Kenapa hanya karena masalah sepele seperti itu dia tega me

  • Sejuta Rahasia Suami Kaya Raya    63. Mencari bukti

    "Tetap di sana dan jangan mendekat."Ghazi benar-benar kesal dengan Olivia yang terus menyambanginya. Sejak mendengar dirinya sakit, wanita itu memang selalu mengekorinya seperti anak kucing. Ini semua gara-gara Giana! Wanita tua itu sengaja meminta Olivia untuk menemani Ghazi dengan alasan agar sang ponakan tidak merasa kesepian."Ayolah Zi, aku kan hanya ingin lebih dekat denganmu, masa nggak boleh?" Ghazi meremas pulpen di tangannya. Kenapa Olivia tidak paham juga kalau dirinya tidak mau diganggu? "Dengar Oliv, saya tidak suka melihat kamu di sini. Sebaiknya kamu pergi seka--""Sayang, jangan terlalu kasar pada Olivia. Bukankah beberapa hari ini dia telah merawatmu? Berterimakasihlah padanya dengan bersikap baik." ujar Giana menepuk pelan pundak Ghazi. Wanita itu mengambil duduk tak jauh dari mereka sembari menikmati secangkir teh. "Dengar Zi? Kamu harus bersikap baik padaku. Berhubung hari ini kondisi kamu sudah jauh lebih baik, gimana kalau kita jalan-jalan ke luar?"Ghazi sont

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status