Share

3. Bonggol Jamur yang Meresahkan

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suasana dalam kamar penginapan mulai terasa sepi. Hanya terdengar suara gesekan pelan antara tubuh Nita dengan sprei kasur. Perempuan itu tampak gelisah. Sudah beberapa kali mengganti posisi tidur tetap saja matanya tidak mau terpejam. 

Semua itu gara-gara akibat tragedi bonggol jamur yang membuat Nita jadi susah tidur. Di kepalanya terus terbayang oleh benda pusaka milik Kandar. Besar dan panjang, persis seperti kuncup jamur merang yang menyembul dari tumpukan jerami. 

"Ah, sial! Padahal itu sayur kesukaanku. Kenapa juga bentuknya harus terlihat mirip seperti senjata pria?" keluh Nita dalam hati. 

Sedangkan tersangka utama pembuat insomnia sudah tertidur pulas di kasur sebelah. Tampak nyenyak sekali mungkin sudah terbang ke alam mimpi. Nita jadi geregetan melihatnya dan terus menyalahkan keadaan. Jika saja mereka tidak berbagi kamar yang sama pasti mata dan pikirannya tidak ternoda. 

"Ya, Tuhan. Sampai kapan aku harus begini? Aku butuh istirahat untuk memulihkan tenaga," gumam Nita sambil menatap langit-langit ruangan. 

"Sampai kamu memakanku, Nita." Tiba-tiba kuncup jamur merang dalam imajinasinya menyaut. 

Nita menyengir kesal. "Apa-apaan ini! Kenapa malah kamu yang muncul, aku kan tidak bicara padamu."

"Aku sangat tahu itu makanya aku ingin bicara padamu. Kalau kamu masih takut dengan yang asli bayangkan saja milik suamimu seperti aku, sayur kesukaanmu. Mudah bukan?" 

Benar saja, Nita sempat membayangkannya beberapa saat. Namun yang terjadi ia malah semakin frustasi. Menyamakan wujud kejantanan Kandar seperti bonggol jamur sungguhan benar-benar sangat mengerikan. 

"Ah, sial! Pikiranku sudah tercemar. Aku mengantuk tapi tidak bisa tidur. Aku harus bagaimana?" keluhnya lagi sebelum kembali menatap ke arah kasur Kandar. 

Melihat sang suami yang tidur terlentang membuat Nita memposisikan tubuhnya miring kesamping. Terkadang ia bingung dengan watak pria itu. Sifatnya sangat jauh berbeda dari sebelum dan sesudah menikah. 

"Padahal dulu dia tidak begini. Tapi kenapa sekarang malah jadi pria mesum begitu?" Nita bergumam dalam pikirannya. Apakah seperti ini karakter Kandar yang asli? 

Masih jelas dalam ingatan bagaimana saat pertama kali mereka bertemu. Waktu itu di sebuah acara pameran industri kreatif di ibukota negara. Nita tidak sengaja menemukan mangkok ayam jago legendaris yang sangat terkenal saat dirinya masih kecil. Ketika hampir meraih mangkok tersebut, tiba-tiba muncul tangan lain yang menyambarnya lebih dulu. 

Nita pun langsung menoleh ke arah si pemilik tangan. Seorang pria yang cukup sedap dipandang, badannya tinggi sekitar 180 cm dengan kulit coklat terang. Benar-benar tipe idaman kaum hawa di kantornya. Dia memanglah Kandar, hanya saja Nita belum mengenalnya saat itu. 

"Maaf, tadi saya duluan yang mengambilnya." Nita memperingatkan sesopan mungkin. Ia tidak ingin kehilangan benda berharga itu. 

Kandar bergeming masih tetap berdiri di sebelahnya. "Benarkah, bukannya kamu baru muncul setelah lima detik barang ini ada di tanganku?" 

"Benar, tapi saya sudah mengincarnya sejak lama. Tolong kakak tampan berikan mangkok ayam itu pada saya." Nita berusaha memelas. 

"Apa itu bisa dijadikan alasan? Jangan dikira karena kamu perempuan aku bakal mengalah." Kandar tersenyum miring. Saat itu juga dia langsung memanggil pelayan untuk membungkuskan mangkok tersebut. 

"Eh, tidak bisa begini! Itu mangkok ayamku! Aku sudah mengincarnya dari tadi." Nita tanpa sadar bicara informal juga. 

Ia bersikeras meraih mangkok ayam di tangan Kandar. Namun, pria itu justru semakin mengangkatnya tinggi-tinggi. Apalagi perbedaan tubuh mereka yang mencolok membuat Nita sangat kewalahan. 

"Sudahlah, menyerah saja! Kamu juga belum membayarnya."

"Tentu saya akan membayarnya kalau barang itu sudah ada di tangan. Cepat berikan!" 

Aktivitas itu akhirnya terhenti setelah pelayan datang dan mengambil barang tersebut. "Maaf ya nona. Barang ini sudah dipesan dan tuan muda itu sudah membayarnya sejak awal."

"Apaa?" Mata Nita terbelalak, hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya.

Rasa marah, sedih, kecewa dan malu seakan terkumpul menjadi satu. Gara-gara kepikiran hal itu Nita sampai salah naik jurusan kereta untuk perjalanan pulang. Begitu kembali ke stasiun semula untuk mengejar jadwal kereta terakhir ternyata ia ketinggalan juga. 

Pada akhirnya Nita terpaksa menginap di rumah singgah terdekat yang cukup sederhana. Dengan harapan agar bisa mengejar jadwal kereta pertama besok pagi. Namun sialnya saat tiba di sebuah kamar, ia malah dipertemukan kembali dengan sosok pria perebut mangkok ayam itu. 

"Maaf, saya sudah salah tempat." Nita hendak keluar karena tidak ingin menambah masalah. Ia masih kesal dengan kejadian sore tadi. 

"Sudahlah, menetap saja di sini. Kamar lain sudah penuh." Kandar seakan menahannya. Alasan itu persis seperti yang dikatakan oleh penjaga rumah ini. 

"Saya bisa menginap di tempat lain," kata Nita bersikeras. 

"Kalau kamu berniat mengejar jadwal kereta besok pagi, akan sulit cari taksi lebih awal dari tempat penginapan." Pria itu kembali menambahkan. 

Pada akhirnya Nita menyerah. Mengingat waktu sudah larut jadi ia putuskan untuk menginap saja. Apalagi tenaga dan pikirannya sudah cukup terkuras hari ini dan butuh istirahat segera. 

"Jangan kira saya akan memaafkan anda atas kejadian sore tadi," ucap Nita saat melintas. Hendak mengambil kasur lantai yang masih tersedia di rak lemari terdekat. 

Kandar tersenyum remeh. "Ternyata kamu pendendam juga. Mau bagaimana lagi, bukan salahku juga kalau tangan ini bisa mengalahkan kecepatan tenaga perempuan." 

"Apa anda bilang!" Suara Nita meninggi, merasa pria itu seperti mengejeknya. 

"Oi, berisik! Orang mau istirahat!" Teriak dari kamar sebelah sambil menggedor dinding papan pembatas ruangan. 

Pada akhirnya mereka tidak saling bicara lagi dan memilih tidur. Keesokan paginya Nita bangun sendirian. Pria asing yang bersamanya tadi malam sudah menghilang tanpa jejak. Ia pikir mereka tidak akan pernah bertemu lagi. 

Sampai sebulan kemudian, Nita bersama tim dari perusahan berada di sebuah kampus jurusan peternakan. Kedatangan mereka dalam rangka kerjasama pengembangan produk dengan pihak universitas. Kebetulan perusahaan tempat Nita bekerja bergerak di bagian produksi pakan dan produk olahan ayam. 

Entah bagaimana seekor ayam milik kampus tiba-tiba lepas dari kandang dan mengamuk. Semua orang berusaha menyelamatkan diri. Bahkan Nita tidak luput dari kejaran sampai keluar area kandang. Gara-gara ayam kampus inilah ia dan Kandar dipertemukan kembali. Dalam sebuah kejadian akibat Nita tak sengaja menabrak seseorang yang lewat hingga tercebur ke dalam kolam bersama. 

Sedangkan untuk pertemuan selanjutnya… 

"Hah, sudahlah. Aku tidak ingin mengingatnya lagi!" seru Nita, saat pikiran ditempa oleh bayangan pertemuan mereka yang lain. Matanya sudah mulai mengantuk. 

"Awas ya Kandar, kalau kamu sampai buat ulah lagi besok!" Nita menatap suami sekaligus atasannya penuh dendam. Pada akhirnya mata itu terpejam juga. 

Keesokan harinya, Nita terbangun dengan sebuah teriakan besar di pagi buta. Ia benar-benar terkejut setengah hidup. Entah bagaimana tubuhnya bisa berpindah di kasur yang sama dengan Kandar. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status