Apa jadinya jika asisten dan atasan harus berbagi kamar penginapan yang sama? Tentu saja hal ini menjadi beban perasaan bagi seorang Nita. Terlebih adanya larangan ketat soal hubungan asmara antar sesama karyawan di kantor. Namun gara-gara mahluk bernama ayam, kehidupan Nita seakan tidak lepas dari sang atasan yang bernama Kandar. Atas suatu kondisi mereka terpaksa melakukan hal yang terlarang. Bagaimana perjalanan kisah ini?
View More"Maaf pak, kamarnya sisa satu."
Jawaban yang meluncur dari bibir resepsionis penginapan membuat Nita kecewa. Ia dan atasannya baru saja terjebak dalam hujan yang sangat lebat. Hanya tempat ini satu-satunya penginapan yang berhasil mereka temui di sepanjang jalan.
Berbeda dengan Kandar, si atasan berstatus rangkap. Wajah pria di samping Nita itu terlihat datar nyaris tidak ada ekspresi. Mungkin sedang memikirkan cara penolakan yang tepat tanpa menyinggung perasaan. Sebab sebelumnya mereka sudah sepakat untuk tidur di kamar terpisah, apapun yang terjadi!
"Kebetulan kamar ini punya dua kasur terpisah. Ruangan cukup luas, bahkan bisa menampung sampai sepuluh orang dan juga..." Petugas resepsionis masih berusaha menawarkan keunggulan dari penginapan ini.
Ah, kelihatan sekali mereka tidak mau kehilangan pelanggan. Padahal sudah jelas dari awal calon penyewa menginginkan dua kamar. Kenapa malah menawarkan kasur terpisah? Begitulah rentetan kalimat yang bersarang di kepala Nita sekarang.
"Ya sudah yang adanya saja," sahut Kandar tanpa bersalah.
"Eh, Pak Kandar?" Nita yakin telinganya tidak salah dengar.
Apa mungkin mereka akan menginap disini? Berdua dan sekamar? Saat tubuhnya berbalik ingin memastikan, kunci kamar sudah berpindah di tangan Kandar. Yang benar saja! Padahal perempuan 25 tahun itu sudah bersiap-siap ingin beranjak pergi.
"Apa-apaan ini, kenapa dia tidak berdiskusi denganku lebih dulu?" batin Nita tak percaya.
"Ayo Nita, kita pergi ke kamar sekarang!" ajak Kandar sebelum Nita sempat protes.
Sial! Cepat sekali dia berjalan, seperti orang mau kebelet pipis saja. Padahal mulut Nita baru menganga beberapa mili. Tidak bisa begini! Mereka harus segera bicara.
"Anu pak...." Nita berusaha mensejajarkan posisi mereka.
"Kenapa anu, hm?" sahut Kandar cepat. Tatapan pria 27 tahun itu masih ke depan tanpa menghentikan langkah.
"Kita disini cuma sementara, kan?" Nita ingin memastikan kebenarannya.
"Kamu tertarik mau tinggal selamanya disini?" Kandar malah bertanya balik.
"Bukan seperti itu maksud saya!" protes Nita.
"Lalu?" Pria bertubuh jangkung itu masih dengan posisi yang sama. Tidak sedikitpun menoleh.
"Kita disini cuma istirahat sebentar, kan? Baru setelah itu cari penginapan lain." Nita berharap apa yang dipikirkannya sekarang tidaklah benar.
"Aku tidak begitu yakin. Nanti kita bicarakan lagi setelah mandi," ucap Kandar enteng.
Detik itu juga pupil mata Nita langsung melebar. Sungguh jawaban diluar ekspektasi. Tidak mengira bahwa hari ini akan datang untuknya.
"Astaga! Apa itu artinya kami akan tidur sekamar?" batin Nita menjerit, sambil mengikuti pria yang kini berjalan di depannya.
Mereka terus melangkah tanpa percakapan bahkan saat tiba di kamar penginapan sekalipun. Nita ingin sekali menyampaikan keluhan yang mengganjal di hati dan pikirannya namun Kandar seperti sibuk sendiri. Pria itu bahkan melengos saja pergi ke kamar mandi tanpa menoleh sedikitpun.
"Ah, tidak bisa begini! Kami harus bicara secepatnya sebelum hari terlalu gelap," pikir Nita frustasi.
Nita merasa tidak benar akan hal ini. Ia harus bicara dengan Kandar demi kenyamanan bersama. Setelah 10 menit berlalu, terdengar deritan suara pintu kamar mandi. Pertanda seseorang telah keluar dari sana.
Nita reflek mengalihkan tatapannya ke arah sumber bunyi. Terlihat Kandar muncul dari sana dengan tubuh setengah polos bersama lilitan handuk di pinggang. Berjalan dengan enteng bagaikan model pakaian dalam pria yang sedang beraksi di atas catwalk.
"Astaga, mataku ternoda!" Nita memekik dalam hati. Dengan cepat perempuan berkulit cerah itu menoleh ke arah lain.
Namun, sudut mata Nita masih bisa menangkap jelas bayangan tubuh setengah basah Kandar yang kian mendekat. Dengan tinggi 180 cm pria itu benar-benar memukau. Andai tidak ada batasan di antara mereka mungkin sekarang Nita sudah menyambar punggung milik Kandar sambil menghirup aroma sabun di tubuhnya. Tanpa sadar perempuan itu menelan ludah saat membayangkan sesuatu yang mesum.
"Kamu tidak ingin mandi?" tanya Kandar sambil mengusap rambut yang basah dengan handuk kecil. Pria itu tampak tidak canggung sedikitpun seperti sudah terbiasa saja.
Nita tercekat tapi tidak berani menoleh. "Tidak, saya ingin bicara empat mata dengan bapak."
"Masih masalah tadi?" tanya Kandar memastikan.
"Bukan, ini masalah lain." Nita berusaha menyangkal.
Mata pekat yang tajam itu sejenak menyipit seperti meragukan. "Apa itu?"
"Apa kita bisa pindah ke penginapan lain sebelum hari terlalu gelap?" Nita akhirnya berhasil mengeluarkan kegelisahan yang terpendam. Berharap Kandar bisa mempertimbangkannya.
Namun yang terjadi si atasan berstatus rangkap malah menghela nafas. Baginya usulan Nita sama saja dengan masalah yang mereka bahas tadi. Lantas, dimana letak perbedaanya? Mungkin pikiran perempuan itu mulai oleng akibat melihat pemandangan tubuh setengah polos pria setelah mandi.
"Sepertinya permintaanmu itu cukup sulit. Di luar masih hujan lebat," kata Kandar saat matanya tertuju pada rintik hujan dari balik jendela kaca.
"Kamu tidak suka sekamar denganku?" tanyanya lagi, terdengar seperti seseorang yang putus asa.
Nita menoleh cepat ke arah Kandar yang kini duduk di kursi sebelahnya. "Bukan begitu, saya khawatir jika ada orang kantor melihat kita."
"Lalu?" Kandar seperti ingin Nita bicara lebih lanjut.
"Kalau sampai ketahuan kita dalam masalah besar. Saya tidak khawatir jika mengalami dampaknya sendirian. Tapi bapak, jangan karena masalah seperti ini posisi dan karir anda dipertaruhkan," jelas Nita sungguh-sungguh.
Perempuan itu bahkan menatap dalam pada Kadar untuk meyakinkannya. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan pada pria tersebut. Nita sudah membayangkan bagaimana konsekuensinya jika hal itu sampai terjadi.
Kandar masih terlihat tenang. "Lalu apa masalahnya?"
Ah, pria ini seperti menganggapnya remeh. Dia tidak takut sama sekali kehilangan posisi di kantor. Bukankah aturan perusahan sudah jelas tidak menganjurkan para pekerjanya memiliki hubungan?
"Bapaaak, saya ini bicara serius loh." Nita merasa tidak terima telah diabaikan.
"Apa aku terlihat bercanda?" Wajah tenang Kandar berubah serius. "Bukankah suami istri wajar menginap di kamar bersama?"
Deg!
Memang, saat ini hubungan Nita dan Kandar adalah pasangan suami istri yang baru berjalan dalam satu bulan. Mereka menikah diam-diam karena sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Akibat peraturan kantor yang ikut mengatur masalah asmara, membuat Nita memilih merahasiakan pernikahan mereka.
"Iya, tapi..." Belum selesai Nita bicara, Kandar sudah menyela.
"Sudah, mandi sana!" Perintah pria itu.
Nita mencebik lalu bergerak dari posisinya untuk mengambil pakaian ganti. Ia tidak sepede Kandar yang berani memamerkan sebagian tubuh polosnya. Apalagi sampai detik ini mereka belum melakukan hubungan suami istri.
"Satu lagi..." Ucapan Kandar membuat aktivitas Nita sejenak terhenti. "Jangan memanggilku dengan sebutan bapak saat di luar kantor. Aku ini suamimu, bukan orang tuamu. Paham!"
"Iya, ya... Ngerti pak suami," sahut Nita setengah kesal. Lalu bergegas masuk ke kamar mandi.
Lantas, bagaimana kedua orang ini bisa terlibat dalam hubungan pernikahan?
Selama hampir tiga tahun bekerja di perusahaan perayaman, Nita baru dua kali bertatap muka langsung dengan direktur utama. Pertama, saat tes wawancara dan yang terakhir sewaktu penandatanganan kontrak. Setelah itu sosok petinggi mereka bagai tenggelam di dasar bumi. Keberadaannya benar-benar langka untuk ditemukan. Lantas sekarang, kenapa tiba-tiba malah ngajak bertemu? Mencurigakan! "Ada masalah apa kalau boleh tahu?" Pertanyaan Nita menahan posisi Vivian di dekat pintu. "Soal itu saya kurang tahu. Tugas saya hanya menyampaikan pesan dari pihak direktur utama," jawabnya dengan senyum formal. Otak Nita mulai menduga berbagai hal tentang kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal. Mengingat momen seperti ini cukup langka baginya. Sementara wanita dua tahun diatas Nita itu nyaris beranjak dari posisinya. Namun terhalang oleh sahutan Kandar yang tiba-tiba. "Terimakasih atas informasinya, Vivian. Sebentar lagi kami akan datang ke sana," ucap pria itu. "Oh, baiklah. Nanti akan saya
"Leherku?" Nita tertegun sesaat mendengar penuturan Mimi. Dalam waktu bersamaan tangan rampingnya mengusap batang leher dengan gerakan cepat. Berusaha menyembunyikan rasa keterkejutannya yang hampir meledak. Padahal, Nita sangat yakin bekas kemerahan itu nyaris hilang. Bahkan masih bisa tertutup oleh kerah kemeja yang dipakainya. Lantas, bagaimana bisa tanda kemerahan yang hampir memudar itu masih terlihatan oleh Mimi? Memangnya mata gadis itu mengandung sinar X-ray apa? "Ah, itu bukan apa-apa. Hanya bekas gigitan nyamuk saja," kilahnya beralasan. Nita sangat berharap rekannya itu percaya. "Benarkah?" Senyum Mimi melebar seperti meragukan ucapannya. "Tentu saja..." Nita memasang raut wajah yang meyakinkan. "Kamu tahu, aku memiliki tipe kulit yang susah hilang bekasnya kalau digigit nyamuk. Kata orang itu disebut darah manis." Khusus yang ini Nita berkata sesuai fakta. Tubuhnya memang rentan diincar nyamuk, terutama saat menjelang datang bulan. Jadi ia sangat ketergantungan
Jam sudah menunjukkan pukul 06.45 pagi. Bagi seorang Nita, ia sedang dalam masalah besar. Perempuan itu tampak bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Meskipun rutinitas produktif akan dimulai 75 menit lagi, tetap saja ia merasa terancam akan telat datang ke kantor. "Kalau saja sekarang bukan hari senin pasti aku tidak sepanik ini," gumamnya cemas sambil meraih tas kerja dan bergegas keluar kamar. Bagaimana tidak panik kalau setiap senin jalanan selalu diwarnai dengan kemacetan. Belum lagi sulitnya mencari ojek yang bisa mengantar tepat waktu. Betapa Nita sangat menyesal karena gara-gara salah setel jam alarm, ia sampai bangun kesiangan. Lantas, bagaimana dengan Kandar? Tampaknya pria itu belum terlalu lama pergi. Jejak aroma apel segar miliknya masih tercium hingga ke pintu depan. Hal itu tidak menjadi masalah bagi Nita. Sebab, selama ini mereka selalu berangkat kerja secara terpisah demi menghindari kecurigaan orang-orang di kantor. Belum lagi setelah kejadian kemarin
SREEG! Pintu kamar terbuka pelan. Nita terlonjak kaget mendapati kemunculan Kandar yang tiba-tiba bersama bantal dan selimut di tangannya. Mau apa dia kemari? Jangan-jangan... "Saya masuk ya." Kandar langsung bicara, sebelum Nita sempat bertanya. "Ah, iya. Silahkan!" ucapnya setengah terpaksa. Mau ditolak juga percuma, Kandar sudah terlanjur memasuki kamar. Nita yang tadinya sedang berbaring buru-buru bangkit dan duduk di atas kasur. Bersamaan dengan itu pendengarannya menangkap suara khas anak kunci yang diputar cepat. "Kenapa pintunya dikunci? Jangan katakan kalau bapak mau..." Nita menatap tajam ke arah Kandar yang semakin mendekat. "Ini bagian dari rencana kita sebelumnya. Hanya sebagai alibi supaya Rudy tidak curiga." Kandar buru-buru menjelaskan. "Yakin hanya itu?" Nita memasang tampang ragu. Kandar mengangguk, seolah membenarkan. Raut wajahnya sangat meyakinkan di mata Nita. Haruskah ia mempercayainya? Sekalipun pria itu berbohong, tetap saja tidak akan menjadi
Suara dering ponsel memecah ruangan kamar bernuansa gelap. Menarik kesadaran Kandar dari ingatan masa lalu hingga membuatnya terkesiap sesaat. Buru-buru dia meraih ponsel. Sebuah nama familiar yang tertera di layar membuat dahinya mengernyit. Tumben sekali orang ini menelpon.“Halo?” sapa Kandar saat menjawab panggilan."Hai Bro, kau di mana sekarang?" tanya pria di seberang sana tanpa banyak basa-basi."Sekarang masih di rumah. Kenapa kau bertanya?" Kandar seperti mencurigai sesuatu. Tidak biasanya Rudy menelpon jika bukan karena hal darurat."Aku sekarang ada di kota L. Apakah pengantin baru menerima tamu di akhir pekan? Rencananya aku ingin mengujungimu hari ini," kata Rudy.Otak Kandar langsung berpikir cepat. Dia nyaris berkata tidak karena sudah merencanakan sesuatu bersama Nita nanti malam. Tapi setelah dipikir-pikir, justru dengan kemunculan Rudy akan memuluskan ide tersebut."Tentu, ka
Sore yang cerah, namun tidak secerah hati Nita. Perempuan itu duduk melamun di kamar sambil menatap sembarang ke luar jendela kaca. Segenap pikirannya sekarang masih tidak lepas oleh kejadian beberapa jam yang lalu.Saat itu Nita sedang bersiap untuk makan siang bersama Kandar. Dengan tatapan intens ia terus memperhatikan detik-detik sang suami menyantap masakannya. Perasan khawatir mulai menyerang jika rasanya tidak sesuai selera. Begitu makanan itu berhasil melewati kerongkongan Kandar tidak ada kesan mengecewakan yang terlihat. Benarkah demikian?"Bagaimana rasanya?" Nita memberanikan diri untuk memastikan."Sangat luar biasa," jawab Kandar singkat. Tapi sejurus itu tangannya langsung menyambar gelas minuman.Entah kenapa Nita merasa tidak yakin. Baginya gelagar Kandar agak sedikit meragukan. Apalagi ia lupa mencicipi rasa masakannya dan hanya bermodalkan feeling."Kamu tidak ikut makan?" Pertanyaan Kandar men
Kandar langsung berdehem saat mendekati Nita dan Kenzie. Namun kedua orang ini begitu asyik mengobrol. Sama sekali tidak menyadari kehadirannya. “Hemm ...!” Kandar sekali lagi berdehem bermaksud menghentikan percakapan itu. Tapi tetap saja, tidak ada perubahan. Kandar yang telah kehabisan akal akhirnya menggunakan jurus terakhir. "NITA!" Panggilnya setengah teriak. Obrolan itu seketika terputus. Dua pasang mata di hadapan Kandar langsung menoleh ke arahnya. Tidak seperti Kenzie yang memperlihatkan raut wajah bingung. Sebaliknya Nita melototkan mata saat bersitatap dengan sang suami. "B-bapak?!" sahutnya gugup. Entah kenapa kemunculan kadar yang tiba-tiba membuat perasaan Nita bercampur aduk. Antara terkejut, heran dan penuh pertanyaan. Serta sedikit rasa bersalah. "Dia siapa, Nita?" tanya Kenzie terang-terangan. Kandar nyaris memperkenalkan diri namun Nita dengan cepat menjawab pertanyaan itu. "Beliau ini adalah atasan saya," ucapnya canggung. "Ah, anda atasan Nita r
CUP! Mata Nita sukses terbelalak saat sebuah kecupan mendarat di ujung bibir. Gerakan itu terlalu cepat sampai membuatnya melongo. Hingga beberapa saat kesadarannya kembali, mobil yang Kandar kemudikan sudah bergerak di jalan raya."Astaga! Itu, apaan tadi?" batin Nita tak percaya. Tanpa sadar tangannya terangkat menyentuh ujung bibir. Bekas kecupan itu masih begitu terasa hingga membuat tubuhnya memanas. Ini pertama kalinya Nita merasakan sentuhan bibir seorang pria. Akibat hal itu tingkahnya terlihat seperti gadis remaja yang tengah puber. "Apakah ini yang namanya ciuman?" "Tidak, itu bukanlah ciuman!" "Hanya sedikit kulit yang menempel dan itupun hanya di ujung bibir. Mana bisa hal itu disebut ciuman." Nita terus bergelut dengan batin dan pikiran logisnya sepanjang perjalanan. Cukup lama perempuan itu sibuk dengan dunianya sendiri. Sampai akhirnya ia dikejutkan oleh pergerakan mobil yang tiba-tiba mengerem mendadak. "Astaga, apa lagi ini..." Ucapan Nita menggantung. Ia ingi
"Sudah hentikan! Jangan bahas itu lagi!"Nita tanpa sadar memekik. Akibat merasa terancam oleh ucapan Kandar yang nyaris membeberkan aibnya. Ia benar-benar tidak sanggup lagi mendengar kelanjutan dari kalimat pria itu. "Hey, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba ma-rah..." "Tidak ada! Saya sedang malas mau bicara!" Mata Kandar sejenak menyipit. Merasa keheranan dengan perubahan sikap sang istri yang tiba-tiba. Baru saja mulutnya terbuka beberapa mili ingin mempertanyakan, Nita langsung menyambarnya lagi dengan kalimat telak."Jangan tanya alasannya kenapa. Pokoknya sekarang saya tidak ingin bicara!" Tekannya. Suasana dalam mobil seketika hening. Hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang sedang melintas. Di tengah keterdiaman mereka, Nita terus menatap pemandangan luar dari jendela mobil. Pikirannya teralih sejenak oleh bunga-bunga liar yang bermekaran di seberang jalan. Sementara itu, sosok di sebelahnya tengah berupaya memecahkan misteri penyebab mood sang istri yang mendadak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments