Share

4. Kesempatan dalam Kesempitan

Argggh! 

Teriakan Nita menggelegar di dalam ruangan. Semula ia pikir sedang bermimpi. Rupanya tidak, sosok Kandar memanglah nyata dan tidur di sampingnya. 

"Hey, sudah bangun?" sapa Kandar sambil menguap. Dia turut terbangun gara-gara mendengar teriakan itu. 

"Bapak apakan saya! Kenapa saya bisa ada di kasur ini?!" Todong Nita sambil menarik selimut, menutupi tubuhnya yang masih berpakaian lengkap. 

"Apanya yang kenapa, kamu sendiri yang datang kemari," kata Kandar dengan wajah masih mengantuk. Sama sekali tidak terpengaruh dengan reaksi sang istri. 

"Mustahil! Jelas-jelas tadi malam saya langsung tidur dan tidak pergi kemanapun." Nita berusaha membela diri. Ia masih ingat bagaimana kondisinya terakhir sebelum menutup mata. 

"Lah, ini buktinya kamu berada disini. Saya pikir kamu sudah siap mau tidur sekasur bersama. Makanya saya membiarkan kamu," jawabnya dengan tenang. 

Lagi-lagi ucapan Kandar sulit diterima nalar. Benarkah demikian? Rasanya itu teramat sangat mustahil bagi Nita. 

"Bohong! Tidak mungkin saya mengigau sampai nyasar ke kasur lain. Pasti ini ulah bapak, kan?" Nita masih bersikukuh dengan asumsinya. 

"Lalu menurutmu, saya yang mengigau dan mengangkatmu ke kasur ini?" Kandar malah balik bertanya. 

Yah, mana Nita tahu. Kalau benar kenyataannya demikian bukankah sangat wajar jika Kandar tidak sadar? Namun pria itu tetap saja berkelit dan terus saja menuduhnya. Andai saja di ruangan ini ada kamera CCTV pasti tidak akan sulit mencari bukti. 

Makin kesini mereka terus berdebat dan saling menyalahkan. Nita semakin terpojok, walau firasat berkata hal itu tidaklah mungkin. Namun, disisi otaknya yang lain mulai memunculkan asumsi berbeda. Bagaimana kalau memang benar kejadian demikian? Saking ngantuknya ia tidak sadar berjalan ke kasur sebelah gara-gara terbawa suasana memikirkan Kandar sebelum tidur? 

"Itu tidak mungkin! Pasti bapak yang membawa saya kesana?!" Teriak Nita ditengah perdebatan. 

"Tidak ada yang tidak mungkin Nita, jika alam bawah sadarmu sendiri yang melakukannya. Apalagi Jika kamu mulai penasaran dengan yang di dalam celana ini." Kandar mengisyaratkan tentang bagian kejantanannya. 

Nita yang sudah kepalang kesal bercampur malu refleks mendorong pria itu. Tubuh Kandar kehilangan kendali hingga jatuh terjengkang menghantam lantai. Hanya dalam hitungan detik suara ringisan kecil mulai mengudara. 

"Aduduuh! Nita, kamu kejam sekali." Kandar mengerang kesakitan. 

"Rasakan! Siapa suruh kamu mengerjaiku." Nita membatin puas sambil tersenyum jahat. 

Sengaja ia tidak mengatakan sepatah kata pun membiarkan Kandar larut dalam karmanya sendiri. Tapi setelah dipikir-pikir kasihan juga, pria itu masih belum bisa bangkit sejak tadi. Nita akhirnya beranjak dari tempat tidur untuk memastikan. Kandar tampak terkapar menahan sakit. Bahkan matanya sampai berair. Apa rasanya sesakit itu?

"Sakit pak?" tanya Nita cemas, saat menghampiri tubuh sang suami. Walau bagaimanapun semua ini terjadi karena campur tangannya juga. 

"Sakit, Nit. Rasanya nyawa mau lepas," sahut Kandar di sela menahan rasa sakit.

Astaga! Mendadak Nita disergap rasa bersalah. Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu pada Kandar? Sungguh ia merasa khawatir luar biasa. 

"Bagian mana yang sakit?" tanyanya cemas. 

"Disini!" Kandar mengarahkan tangan Nita pada tonjolan miliknya yang terbungkus boxer. 

"Sakit sekali disini, coba kamu elus pelan-pelan mungkin akan segera membaik," lanjut Kandar dengan mimik wajah kasihan.

Nita merasa aneh sendiri. Baru kali ini ia menyentuh kejantanan pria secara langsung. Tonjolannya cukup terasa meski masih terbungkus celana. Sekilas seperti kuncup jamur merang berukuran jumbo. 

"Benar, cuma dielus-elus saja?" tanya Nita dengan polosnya. Masih berpikir positif tentang kesakitan yang suaminya rasakan.

Kandar hanya mengangguk seolah menjawab iya. Nita mulai bergerak dan menuruti perintah tersebut. Lalu apa yang terjadi?

***

Beberapa menit setelah itu... 

"Ahhh... uhh.. Ahh!"

Irama syahdu itu seakan saling bersahutan memenuhi ruangan yang mereka tempati. Deru nafas Kandar naik turun. Sesekali dia meringis saat merasakan gelayar panas pada sebagian tubuhnya. 

"Pelan-pelan, Nita!" pinta Kandar. 

"Ini sudah pelan loh Pak!" Sahut perempuan itu. 

Kegiatan elus mengelus yang seharusnya terjadi di satu titik privasi seketika berpindah haluan ke posisi lain. Lantaran pada detik-detik terakhir Kandar mendadak mengerang karena kesemutan. Ditambah lagi punggungnya yang tiba-tiba terasa nyeri mencengkram akibat benturan tadi. Gagal sudah harapan si bonggol jamur dapat jatah. 

"Makanya pak rajin-rajin olahraga biar peredaran darah lancar dan tidak gampang kesemutan," cibir Nita sambil mengoleskan balsem di punggung suaminya. Maklum belakangan ini mereka sibuk dengan aktivitas di luar kantor. 

Kandar tersenyum getir. "Padahal kita hampir saja melakukan olahraga tadi." 

"Hmm, kapan itu?" tanya Nita tak yakin. 

"Tadi, kamu saja yang tidak sadar." Kandar mengisyaratkan tentang aktivitas fisik antara pasangan sah, namun malah ditanggapi berbeda oleh istrinya. 

"Kapaan?" Nita masih penasaran akan hal itu. 

Kandar yang sudah kehilangan mood segera mengalihkan topik pembicaraan. "Sudahlah, lupakan saja. Kalau sudah selesai, nanti hubungi staf penginapan untuk membawa sarapan ke kamar." 

***

Dua jam berlalu, pasangan pasutri itu akhirnya check out juga dari penginapan. Penampilan Kandar yang berjalan sedikit pincang menarik perhatian para staf di meja resepsionis. Mereka membayangkan sesuatu yang mesum. Menuding Nita telah menyerang Kandar dengan ganas. 

"Heh, jorok sekali pikiranmu. Masak cuma gara-gara pakai gaya es lilin saja bisa bikin pincang. Kan cuma diemut doang?" kata wanita pertama. 

Wanita kedua terkekeh. "Yah, mana tahu. Liatlah jalan si laki yang pincang itu padahal kemarin dia baik-baik saja sewaktu masuk. Kalau aku jadi si wanita mungkin akan melakukan hal yang sama." 

"Itu sih bukan pakai gaya es lilin lagi, tapi gaya gigi empat tak. Pasti bonggol jamurnya sudah habis digigit sama si perempuan," timpal wanita pertama. 

Heh, ngomong apa sih mereka. Sok tempe sekali! Padahal penyebab Kandar agak pincang gara-gara terpeleset di kamar mandi. Mungkin kesialan yang menimpanya hari ini akibat sudah berlaku usil pada sang istri. 

Tepat waktu tengah malam tadi, Kandar mendadak terbangun karena mau buang air. Sekembalinya dari toilet dia tertegun memandang Nita yang sudah tidur nyenyak. Kebetulan posisi perempuan itu menghadap miring ke arah kasurnya. Entah dapat pikiran dari mana, tiba-tiba Kandar tergerak untuk menggendong Nita dan membaringkannya di kasur yang sama. 

Sebagai pria normal tentunya Kandar memiliki nafsu pada istri sendiri. Akan tetapi dia tidak ingin melakukannya sepihak dalam keadaan Nita tertidur. Itu sama saja dengan aktivitas rudapaksa. 

"Haacim!" Nita mendadak bersin saat mereka sudah setengah jalan menuju parkiran. 

"Kenapa kamu? Sakit?" tanya Kandar, agak khawatir. 

Nita menggeleng. "Tidak, mungkin karena cuacanya agak dingin." 

Mendengar hal itu senyum Kandar langsung mengembang. Dia mulai salah paham mengira Nita telah mengisyaratkan sebuah kode. Tanpa berpikir panjang pria itu segera melepas jaketnya untuk diberikan kepada pada perempuan itu. Namun yang terjadi dia sendiri ikut kedinginan. 

"Ayo cepat jalannya! Saya sudah sangat kedinginan ini," kata Kandar sambil berjalan mendahului Nita. Sekilas kakinya yang agak pincang terlihat normal-normal saja. 

Tanpa mereka sadari, ada sosok lain yang diam-diam memperhatikan. Bahkan jauh sejak Nita dan Kandar keluar dari penginapan. Siapa sih dia? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status