Share

2. Gara-gara Ayam

Bagaimana bisa Atasan dan Bawahan ini menikah dan menjadi pasutri diam-diam? 

Jika mengingat hal tersebut ada sedikit rasa penyesalan di sudut hati Nita. Andai waktu bisa diputar kembali ia pasti akan menolak tawaran pindah ke divisi lain. Meskipun gajinya cukup menggiurkan dari tempat lama. 

Betapa tidak, sejak awal pertemuannya dengan sang suami selalu berujung kesialan. Penyebabnya tak jauh dari persoalan ayam. Mulai dari kasus menu ayam, mangkok ayam, ayam kampus sampai tahi ayam. Bahkan keduanya juga bekerja di perusahaan yang bergerak dibidang perayaman. 

"Hacim...hacim!" Langsung saja roh si ayam bersin dari dalam kubur mendengar hal itu. 

"Aku juga yang kena salahkan," keluhnya pake bahasa ayam. 

"Ya, maaf. Cuma mau ngasih tau pembaca saja biar tidak ada rasa penasaran diantara kita," jelas sesemakhluk. 

"Oke lah kalau begitu jangan lupa bintangnya ya," kata roh si ayam sebelum kembali ke alamnya. 

Baiklah pemirsa, kita kembali ke topik cerita. Kelihatan sih tidak sial-sial amat ya si Nita. Bisa punya suami yang sekaligus merangkap jadi atasan di kantor. Sudah good karir, good rekening, good looking pula. Kaum hawa mana sih yang tidak kelepek-kelepek dengan pesona Kandar? 

Ada sih satu orang yang menganggapnya biasa saja, yaitu Nita sendiri. Bagi perempuan ini Kandar tidak ada bedanya dengan pria lain yang punya mata, bibir dan juga bulu hidung. Namun seiring waktu pendapat objektif itu perlahan luntur ketika Nita bergelar istri. Tanpa sadar ia mulai mengagumi sisi lain Kandar yang belum pernah terlihat. Walau kadang-kadang Nita sering menepisnya saat pikiran dalam mode waras. Lalu bagaimana akhirnya kedua makhluk tuhan ini menjadi pasangan suami istri? 

Pernikahan Nita dan Kandar terjadi lantaran karena suatu musibah yang tak dapat dielakkan. Penyebabnya masih seputar perayaman juga. Mirisnya lagi mereka menikah tanpa perayaan bahkan pakaian pengantin sekalipun. 

"Ya, Tuhan. Andai saja bukan karena tragedi tahi ayam, mungkin kami tidak akan pernah terjebak di kamar yang sama. Orang-orang pasti tidak akan menuduh kami berbuat mesum hari itu." Kenang Nita sambil menatap cermin wastafel kamar mandi. Saat ini otaknya sedang dalam mode waras. 

Kilasan kisah sebulan yang lalu kembali hinggap di kepala. Betapa Nita merasa hidupnya kurang beruntung. Sudahlah nikah tanpa cinta, belum unboxing pula. Sedih yah bestie! Sesaat mengingat ekspresi sang suami hari itu, tiba-tiba membuat Nita merasa geram. 

"Dia juga kenapa setuju-setuju saja. Apa tidak sadar kalau perusahan melarang hubungan asmara rekan sekantor? Bagaimana kalau sampai perusahaan tahu kami menikah diam-diam dan dipecat? Mau cari kerja dimana nanti?" gerutunya kemudian. 

Nita tahu, ia dan Kandar tidak punya pilihan lain hari itu. Demi keamanan karir masing-masing keduanya sepakat merahasiakan pernikahan dari perusahan. Mengingat adanya peraturan larangan hubungan asmara sesama rekan sekantor. 

"Nita, kamu masih lama di dalam?" 

Tiba-tiba terdengar suara mengejutkan dari luar pintu kamar mandi. Siapa lagi kalau bukan Kandar, si atasan yang merangkap jadi suami. Baru saja dipikirkan orangnya malah langsung memanggil. Kuat sekali telepatinya! 

"Sebentar lagi saya akan keluar, ada apa?" Suara Nita sedikit meninggi. 

"Ada yang ingin saya tanyakan padamu? Ini sangat mendesak," sahut Kandar. 

Garis di kening Nita langsung tercetak dengan jelas. Masalah sepenting apa yang sampai membuat Kandar mendatanginya ke kamar mandi. Apa jangan-jangan soal pekerjaan? 

"Apa itu?" tanya Nita memastikan. 

"Aku tunggu kamu selesai saja baru kita bicara." Jawaban tanggung dari Kandar justru semakin membuat penasaran. 

Ah, Nita tidak bisa tenang kalau rasa ingin tahunya belum terpecahkan. Tanpa pikir panjang perempuan itu bergegas keluar dengan kimono handuk. Padahal ia sudah membawa pakaian ganti saat mau pergi mandi tadi. Ia buru-buru keluar saking penasarannya dengan ucapan Kandar. 

"Astaga!" Mulut Nita refleks berucap begitu pintu kamar terbuka. 

Betapa ia kaget setengah mampus, mendapati keberadaan Kandar yang tak jauh dari pintu. Penampilan pria itu tidak ada bedanya dengan tadi. Masih dalam keadaan polos dan belum tertutup pakaian, kecuali balutan handuk yang masih melilit di pinggang. Rada tegang pula wajahnya. 

"Ada apa ini?" pikir Nita curiga. 

Belum sempat bertanya apapun tiba-tiba kejutan baru datang di depan mata. Entah bagaimana handuk milik Kandar tiba-tiba melorot, bahkan sampai menampakkan bonggol jamurnya. Astaga! ternyata dia tidak pakai celana dalam. 

ARGGH! Nita langsung berteriak dan saat itu juga reflek menutup mata dengan tangan. Namun sayangnya jari-jari perempuan itu tidak tertutup rapat. Sehingga ia masih bisa dengan jelas melihat benda keramat milik Kandar 

"Itu… itu!" teriak Nita sambil menunjuk-nunjuk ke arah si bonggol jamur dengan tangannya yang lain. Bermaksud agar sang suami segera menutupinya. 

Namun yang terjadi, Kandar sama sekali tidak terpengaruh. Dia malah terlihat santai seakan tanpa beban. Bahkan sempat memandang 'miliknya' selama beberapa detik sebelum mengambil handuk di lantai. 

"Ah, sial!" Gerutu Nita sebelum berlari menjauh. 

***

Beberapa menit kemudian. 

"Hey… Nita! Kamu marah sama saya?" tanya Kandar. 

Pria ini berusaha membujuk. Sementara sang istri tidak menggubris dan pura-pura menonton televisi. Sejak insiden bonggol jamur tadi, Nita sama sekali tidak mau menoleh wajahnya. 

"Begitu saja marah? Harusnya kamu senang dong bisa melihat aset berharga suamimu secara langsung," ujar Kandar dengan enteng. 

Mendengar hal itu hati Nita mulai terbakar kesal dan akhirnya menatap dengan benar. "Senang kata bapak?" 

"Bukan bapak Nita, tapi suami!" Kandar langsung menyela. 

Begitulah kelakuan pasutri ini. Meskipun sudah sebulan menikah mereka terkadang masih terbawa suasana formal dari tempat kerja. Maka tidak heran ada kalimat 'Aku' dan 'Saya' yang tidak konsisten dari mulut salah satunya. Apalagi Nita, perempuan itu masih belum terbiasa bicara santai dengan sang suami layaknya seperti pasangan sungguhan. 

"Terserah saya mau panggil bapak, suami ataupun pak suami. Pokoknya saya tidak terima dengan tingkah bapak barusan. Seharusnya benda itu sangat privasi bukan untuk dipamerkan," protes Nita. 

"Namanya juga kecelakaan, siapa yang bisa mengira akan kejadian seperti ini. Lagipula yang lihat kan istri sendiri, apa salahnya?" Ada jeda sedikit sebelum Kandar melanjutkan. 

"Memangnya kamu rela kalau benda ini dilihat perempuan lain dulu sebelum kamu?" Pria itu melirik tonjolan miliknya dan Nita secara bergantian. 

"Hah, sudahlah! Malas bicara sama Bapak." Nita buru-buru memalingkan wajah, mukanya tampak memerah bagai kepiting rebus. Untuk beberapa saat bayangan bonggol jamur itu menari-menari di kepala. 

"Benarkah? Yakin tidak ingin menanyakan sesuatu? Kamu tau kan kalau saya sudah sibuk tidak bisa diganggu?" Kandar seperti sengaja memancing. 

Dalam hitungan mundur dari angka 3, masih belum ada tanda-tanda Nita merespon. Sampai akhirnya teringat alasan kenapa ia buru-buru keluar dari kamar mandi hingga terjadi insiden itu. Bukankah karena gara-gara penasaran dengan ucapan Kandar sebelumnya? 

"Tunggu, tunggu sebentar!" Nita menahan suaminya yang sudah siap bergerak pergi. 

"Kenapa, berubah pikiran?" Wajah Kandar menyiratkan sebuah kemenangan. 

"Anggap saja seperti itu. Tadi hal mendesak apa yang mau bapak tanyakan?" tanya Nita. 

"Panggil Suami, Nita. Bukan bapak!" Perintah Kandar. 

"Baiklah Pak suami, masalah apa yang mau anda bahas tadi?" tanya Nita dengan senyum tidak ikhlas. 

"Oh itu, saya mau pinjam charger milikmu. Punya saya ketinggalan di mobil," jawab Kandar dengan tenang. 

Suasana mendadak hening beberapa saat. Nita nyaris tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia buru-buru keluar dari kamar mandi tanpa ganti pakaian dan bahkan sampai menyaksikan bentuk polosan kejantanan Kandar secara langsung, hanya karena alasan ini? 

"Jadi hanya karena itu?" tanya Nita berusaha memastikan. 

"Iya, hanya itu. Memangnya apa yang kamu harapkan?" Lagi-lagi Kandar menjawab dengan tenang. 

Sungguh rasanya Nita ingin mengumpat kalimat kasar sekarang. Dalam hitungan 3 mundur ia refleks melempari Kandar dengan bantal kasur. Saking kesalnya! 

"Hah, dasar!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status