Share

Bab 3. Pacar Untuk Pak Seno

Pikiran Agatha tak pernah tenang, dia memikirkan bagaimana Pak Seno tadi menyentuh tubuhnya walau itu tak sengaja karena tadi rupanya bosnya itu ingin membantu resleting gaun Agatha yang belum sampai atas.

Namun karena sentuhan itu justru membuat Agatha selalu saja membayangkan hari pertama mereka bertemu dulu.

"Butuh tumpangan?" tanya seseorang pria yang tidak dia kenal.

Seorang wanita cantik yang tadi tengah menunggu bus datang namun tiba-tiba saja kedatangan seorang pria tampan dan kaya dengan menggunakan mobil mewah. Walau wajah pria itu terlihat seseorang yang suka merayu para wanita atau lebih tepat dikenal playboy namun jika dilihat-lihat dengan baik lagi pria itu adalah orang yang baik dan karena sudah meyakinkan dirinya sendiri membuat Agatha mengangguk menerima tawaran pria yang tidak dia kenal itu.

Selama perjalanan Agatha tak banyak bicara, dia hanya diam dan yang terus berbicara adalah pria yang saat ini duduk di sampingnya itu. "Kamu mau pergi kemana?" tanyanya.

"Saya mau pergi pulang," jawabnya dengan wajah yang datar.

"Pulang? Memangnya kamu dari mana?"

Terus saja mendapatkan pertanyaan membinar Agatha kesal, dia sangat tidak menyukai seseorang yang banyak bicara. "Saya tadi habis interview kerja."

"Benarkah? Saya ucapkan selamat kalau begitu, selamat ya," ucap pria asing itu dengan menyodorkan tangan untuk memberikan selamat kepada dirinya.

"Untuk apa? Untuk saya yang tak lolos?" tanyanya dengan wajah yang kesal.

Mendengar ucapan wanita itu membuat Seno terpaksa menarik tangannya kembali, dia menjadi merasa tidak enak karena sudah membuat wanita yang dihadapannya itu bersedih.

"Maaf, saya minta maaf. Saya tidak tahu jika kamu gagal. Dan bagaimana jika kita pergi jalan-jalan sebentar untuk menghapus kesedihan kamu?" tanya dia dengan mengajak Agatha pergi.

Agatha menganggukkan kepalanya, lagi pula dia harus mencari tempat menenangkan diri untuk dirinya karena Agatha benar bersedih. Entah apa yang kurang darinya itu karena hanya sebuah ucapan kalau Ibunya adalah mantan kupu-kupu malam. Lagi pula semua itu adalah masa lalu Ibunya, dan Ibunya pun sudah bertobat juga menerima hukuman.

***

Lampu remang-remang menerangi wajah mereka berdua. Terus saja meminum tanpa henti membuat kedua pipinya memerah.

"Aku mau nambah lagi!" ucapnya dengan mengangkat gelas kecil.

"Dengan senang hati," jawab Seno dengan menuangkan kembali minuman itu.

Mereka berdua sudah kehilangan kesadaran, pandangan yang sudah memburam dan bahkan meracau tidak jelas, hingga hal aneh terjadi pada keduanya.

"Arghhh... kenapa tubuhku panas sekali?" ucap Agatha dengan membuka satu kancing pada kemejanya.

"Tubuhku juga," jawab Seno. "Bagaimana kita menjadi tempat yang nyaman dan dingin agar tak kepanasan seperti ini," ucap Seno kembali dengan mengajak Agatha pergi. Dia hanya mengikuti saja, mereka berdua saling bergandengan satu sama lain seolah-seolah sudah sangat mengenal satu sama lain padahal keduanya tadi hanya berkenalan singkat saja.  

Berjalan tak benar karena keduanya terlihat begitu kesulitan apalagi dengan kondisi mereka berdua yang mabuk. Seno membawa Agatha ke dalam suatu ruangan hotel yang berada di samping bar yang baru saja mereka kunjungi. Awalnya Seno memesan dua kamar namun karena semua kamar di sana penuh dan hanya tersisa satu saja sehingga membuat Seno terpaksa memesan satu kamar. Mereka berdua melangkah bersamaan dan banyak sekali orang yang menatapnya. Hingga akhirnya Agatha dan Seno telah sampai di kamar hotel.

Wajah tak tenang Agatha dan sedikit resah karena tubuhnya merasa kepanasan sehingga membuatnya melepaskan seluruh yang menutupi tubuhnya begitu juga dengan Seno.

"Agatha kenapa melamun?" Tersentak kaget mendengar pertanyaan seseorang, padahal baru saja dia memutar memori mengenai apa yang terjadi antara mereka dulu. Agatha menatap wajah Seno, dia masih tidak yakin jika Seno tak mengingat dirinya. Jika benar, apa wajahnya sudah berubah? Lagi pula untuk bukankah lebih baik jika Seno melupakannya?

"Tidak, aku hanya sedang memikirkan bantuan apa yang Pak Seno perlukan," jawab Agatha.

"Aku minta tolong kepadamu untuk berpura-pura menjadi kekasihku."

"Ha? Kekasih Bapak?" Agatha terkejut, jika tahu inilah bantuan yang diminta Pak Seno untuk dirinya Agatha akan menolak mentah-mentah. "Tidak, saya tidak mau Pak."

"Tak ada penolakan Agatha, lagi pula kamu sudah memberikan tanda tangan untuk perjanjian kerja ini," jawabnya dengan memberikan selembar kertas. Agatha merasa tak asing dengan kertas itu, dia mengambil dari tangan Pak Seno dengan kasar. Kedua matanya kembali lagi membulat, dia terlihat kesal dan marah. "Bapak memanfaatkan saya," ucapnya dengan sorot mata yang tajam.

"Memanfaatkan? Justru kamu akan menjadi untung Agatha, uang itu akan bernilai besar di setiap kamu yang nanti akan berpura-pura menjadi pacar saya Agatha."

"Saya tak merasa menandatangani kertas perjanjian ini Pak," cetus Agatha karena memang tadi dia menandatangani itu semua tanpa sadar sebab dirinya tengah melamun tadi.

"Semua sudah tertulis dan kamu tahu jika kamu menolak maka.... "

"Oke," jawab Agatha dengan pasrah.

Bagaimana bisa dia menjadi pacar pura-pura seseorang yang sangat dirinya benci? Dan jika berdekatan dengan Pak Seno terus saja membuatnya emosi. Jika seperti ini apa dirinya bisa menjadi pasangan yang baik dihadapan orang tua Pak Seno nanti?

"Kita sudah sampai, ayo turun!" jawab Seno yang turun terlebih dahulu meninggalkan Agatha di dalam mobil.

Agatha ikut turun dari dalam mobil milik Pak Seno, walau ini semua hanyalah pura-pura namun dirinya tetap saja gugup.

"Kita ke dalam!" ucapnya dengan menggenggam tangan Agatha.

"Pak jangan bersikap tidak sopan!" cetus Agatha dengan menatap tajam Pak Seno.

"Hanya pura-pura Agatha, kita berdua harus terlihat seperti pasangan yang saling mencintai."

Kembali melangkah, keduanya memasuki restoran yang sudah dipesan khusus oleh keluarga Seno.

"Ayah perkenalkan ini Akira," ucap Seno memperkenalkan Agatha namun justru membuat Agatha menatap Seno dengan bingung karena namanya diganti.

"Akira? Rupanya Seno tak salah memilih pasangan. Ayo silahkan duduk!"

Agatha menganggukkan kepalanya atau saat ini dia tengah menjadi Akira kekasih Seno?

"Sudah berapa lama kamu dengan Seno?" 

"Uhuk... uhuk.... " Tersedak ketika tengah makan karena pertanyaan Ayah Pak Seno.

"Minum sayang, hati-hati kalau sedang makan." Seno memberikan minuman kepada Agatha. Sikap bosnya berubah saat bersama dengan Ayahnya itu. Agatha menerima minuman yang diberikan oleh Seno. 

"Ayah juga lagi makan jangan berbicara," jawab Seno karena dia tahu kalau Agatha pasti terkejut dan mereka belum sepakat jika ada pertanyaan yang keluar dari mulut Ayahnya.

"Maafkan Om ya Akira dan boleh tidak saya bertanya satu hal yang sangat penting," ucapnya sehingga membuat Agatha terpaksa mengangkat kepalanya.

"Apa Om?" tanya Agatha atau Akira, karena keduanya adalah orang yang sama.

"Apa kamu pernah tidur dengan seorang pria?"

"Pernah," menjawab dengan santai dan begitu cepat namun membuat Agatha sedikit panik dan menutup mulutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status