Memang belum berdiskusi sebelumnya sehingga jawaban yang seharusnya tidak diucapkan justru terucap. Agatha gugup karena mulutnya yang dengan mudah sekali berbicara jujur seperti tadi. Dia bingung bagaimana dirinya harus menjelaskan apa yang telah dia ucapkan tadi, Agatha hanya bisa memandangi Pak Seno berharap kalau bosnya itu membantunya karena saat ini hubungan mereka menjadi sepasang kekasih.
"Jadi kamu pernah tidur dengan seorang pria? Lalu apa putra saya mengetahuinya?" tanya Ayah Pak Seno.
"Ayah sudah cukup! Maksudnya Akira dia pernah tidur dengan seorang pria dan pria itu aku Ayah," jawab Seno dengan menatap Agatha yang kini mengangguk.
Nafas lega terdengar setelah mengetahui semua perkataan Pak Seno, baru saja dia tadi ingin marah besar karena putranya Seno membawa seorang wanita murahan ke dalam keluarga.
Mereka semua kembali menikmati makanan dan setelah selesai semuanya berakhir. Agatha sudah tak menjawab kembali pertanyaan-pertanyaan yang membuat jantungnya berdetak.
"Ayah kami pamit," ucap Seno mengecup punggung tangan milik Ayahnya, begitu juga dengan Agatha yang melakukan hal yang sama seperti Seno.
"Agatha dan kamu Seno karena kalian berdua sudah pernah tidur bersama maka Ayah akan memutuskan tanggal pernikahan kalian."
Keduanya membulatkan mata ketika terkejut mendengar ucapan pria tua yang berada dihadapan mereka.
Pikiran Agatha yang tak berhenti melayang memikirkan sebuah ketakutan yang entah terjadi atau tidak nantinya. Dalam telinganya terus saja terngiang-ngiang ucapan Ayah Pak Seno tadi.
Agatha tidak mungkin menikah dengan pria yang tak dia cinta bahkan jika itu terjadi dirinya akan menikah dengan pemilik perusahaan tempatnya kerja. Apa kata orang nanti karena tentang dirinya yang menikah padahal status Agatha hanya seorang sekertaris namun dia bisa mendapatkan pria kaya.
"Enggak, aku tidak mungkin menikahi Pak Seno. Aku harus mencari cara agar Pak Seno memutuskan kontrak itu," ucap Agatha dengan memandangi langit malam.
Merasakan angin yang mengelus kulitnya membuat Agtha wanita berambut ikal panjang itu merasakan sebuah ketenangan. Dia yang kini hari-harinya akan dimulai oleh sebuah keburukan dan salah keburukan itu adalah Pak Seno.
"Agatha sedang apa kamu di dalam?" Teriak seorang Nenek dengan jalan tertatih-tatih sambil menyentuh punggungnya.
Agatha sontak terkejut dan berdiri untuk mendekati Neneknya. "Nenek mau kemana? Diam saja di kamar Ibu," ucap Agatha yang kini tengah memapah Neneknya dengan lembut.
"Nenek ingin memanggil kamu, dengar tidak suara itu?" tanya Neneknya kepada sang cucu yang kini raut wajahnya berubah menjadi khawatir.
"Aduh... aduh... arghhh... sakit.... " Teriakkan Ibunya yang terdengar dari dalam kamar membuat Agatha ketakutan. Dia kembali menuntun Neneknya dengan cepat untuk melihat kondisi sang Ibu yang saat ini tengah sakit-sakitan.
Menatap dengan sendu seorang wanita yang amat dia sayangi berbaring sambil meringis menyentuh perutnya. Agatha tak tega melihatnya, bahkan bukan hanya sekali Ibunya berteriak seperti tadi.
Agatha sungguh tak berdaya, dia belum memiliki cukup uang untuk berobat Ibunya yang saat ini mengidap penyakit kombinasi bahkan tumor pada bagian perutnya kian selalu saja parah.
"Agatha tolong Ibu!" ucapnya dengan lesu.
"Apa Ibu? Bagian mana yang sakit?"
Sang Ibu menunjukkan perut bagian kirinya, Agatha sangat tahu apa yang diharapkan Ibunya kepada dirinya yaitu adalah sebuah pengobatan. Namun biaya untuk penyakit Ibunya sangatlah mahal dan hanya satu orang saja yang bisa membantu dia, lalu orang itu adalah....
***
Seno yang tengah menatap layar komputernya sambil menyentuh kepalanya yang sangat sakit, dia sangat lelah bekerja. Namun posisinya saat ini sangat penting dan sang Ayah telah mempercayakan perusahaannya kepada Seno.
Ting!
Suara notifikasi pada ponselnya membuat Seno menatap sekilas saja. "Kenapa dia mengajakku untuk bertemu? Rasanya sangat malas," jawab Seno dan kembali menatap ke arah lain.
Namun suara dering telepon yang terus-menerus mengganggunya membuat Seno kesal sehingga ponsel miliknya hancur.
Bruk!
Crank!
Cermin pada ruangan kerjanya pecah karena lemparan ponsel milik Seno. Dia adalah seseorang yang sangat benci jika diganggu apalagi ketika dirinya bekerja.
"Seharusnya Kakek tak memilih wanita itu menjadi sekertarisku," ucapnya dengan kesal terhadap Kakeknya.
Seno yang kini kembali fokus mengerjakan pekerjaannya justru berbeda dengan Agatha yang saat ini tengah mondar-mandir khawatir terhadap kondisi Ibunya.
"Kamu kenapa menangis Agatha? Berdoalah agar Ibumu membaik," ucap sang Nenek kepada cucunya.
"Iya Nek, tapi aku takut jika Ibu nanti.... "
Ceklek!
Pintu kamar ruangan periksa Ibunya terbuka dan seorang dokter laki-laki berjalan keluar.
Agatha yang melihat itu sontak langsung saja bertanya-tanya mengenai kondisi Ibunya, "Dok bagaimana keadaan Ibu saya?" tanya Agatha dengan tatapan sendu.
"Kamu yang sabar ya dan saya turut berdukacita atas kepergian Ibu kamu," jawab dokter tersebut sehingga membuat tubuh Agatha melemas ketika bahkan Neneknya pun jatuh pingsan.
***
Tatapan kosong terhadap apa yang dia lihat kini, dirinya yang sedang memandikan sang Ibu membuat hati Agatha merasakan sakit. Dia masih belum ikhlas dengan kepergian Ibunya dan andai saja saat itu Pak Seno mengangkat telepon dan menyentuji ucapakan Agatha pasti dirinya tak mungkin akan kehilangan sang Ibu yang amat dia cintai.
Walau banyak pasang mata yang memandang Ibunya dengan buruk bahkan tak hentinya orang-orang merendahkan padahal saat ini tengah berduka.
Bendera merah kuning terlihat berada di sekitar rumahnya. Dan saat inilah momen yang mengharukan dan menyedihkan bagi Agatha. Dia berjalan untuk membawa alhamrhum Ibunya pada tempat peristirahatan terakhir.
Suara tangis pecah terdengar jelas dan terekam oleh banyak orang ketika melihat Ibunya yang sudah tiada itu akan dimakamkan.
"Ibu kenapa kamu pergi secepat itu? Aku masih membutuhkanmu, maaf aku tak cepat-cepat membawakan uang untuk operasi kamu dan Nenek Agatha akan menjaganya dengan baik," jawab ucap Agatha sambil menghapus air matanya.
Penderita yang diberikan untuknya sangatlah berat, wajah tangisan dan sedih itu perlahan menghilang dan yang justru matanya menatap seorang pria yang tak lain Gugun.
Pria culun berkacamata dan selalu saja mengungkapkan ucapannya dengan suara yang begitu pelan, padahal dia sudah berulang kali Agatha menolak.
"Hiks.. hiks... Ibu jangan tinggalkan aku."
"Agatha kamu tidak apa-apa, jangan menangis ya!"
"Pergi!" Teriaknya dari saja sehingga membuat pria bernama Gugun itu terkejut. Pasalnya Agatha selalu saja bersikap baik kepada dirinya, namun sekarang....
"Aku tidak mau, aku ingin menjaga kamu Agatha," jawabnya dengan memeluk tubuh Agatha sehingga Agatha berteriak.
"Kenapa? Lagi, cukup! Aku tak ingin berdekatan dengan pria seperti.... "
"Agatha saya turut berdukacita atas kepergian Ibu kamu."
Suara yang amat dia benci dan sekarang rasa benci itu menjadi dendam yang harus selalu dirinya ingat.
Plak!
Tamparan keras mengenai wajah Suaminya padahal sang Suami itu tengah memasak.
"Karena kamu Ibuku tiada!"
Entah sudah berapa banyak tisu yang dia habiskan hanya untuk menghapus air matanya yang mengalir tak henti-henti. Wajahnya yang membengkak begitu juga dengan kedua matanya. Rambutnya tak beraturan bahkan dia terlihat sangat lusuh. Kesengsaraan yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh pria yang sama. Bukan hanya menjadi seorang pembunuh Ibunya namun pria itu juga pernah merebut mahkota berharga Agatha sehingga membuat Agatha terpaksa mengambil sebuah keputusan yang salah. "Hiks... hiks... seharusnya aku mencari tahu siapa dia," ucapnya menyesal menerima tawaran seorang Kakek-kakek yang sempat dia bantu saat itu. Seolah-olah hari yang selalu saja Agatha lewati memiliki sebuah kesialan yang datang tanpa diundang. Tok! Tok! "Agatha keluar ada yang ingin berbicara dengan kamu!" ucap seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamar milik Agatha. "Aku sedang tak ingin bicara Nek," jawab Agatha dari dalam kamarnya. Dia tak ingin ada yang melihat kondisi rapuhnya karena kehilangan sang Ibu saat
Dia masih saja diam membisu dalam kamarnya dengan Pak Seno yang setia menatap untuk menunggu jawaban Agatha. Apa yang harus Agatha katakan? Dia memang berencana mengatakan sejujurnya namun bagaimana jika nanti Pak Seno justru menganggap dirinya bohong. "Kenapa tak menjawab saya Agatha?" tanya Pak Seno dengan bentakan yang membuat Agatha terkejut. "Bapak tahu kan Ibu saya meninggal dunia dan semua karena Bapak. Mau tahu kenapa?" tanya Agatha yang justru memilih untuk menjawab pertanyaan sebelumnya dan semoga saja Seno lupa akan pertanyaan yang baru saja diucapkan. "Kenapa?" tanyanya dengan wajah yang datar. "Kenapa Bapak tak mengangkat telepon saya tadi malam? Bapak tahu tidak kalau itu adalah hal yang penting, saya ingin menyetujui mengenai perjanjian kontrak untuk menjadi pacar pura-pura Pak Seno dalam waktu yang lama dan saya ingin meminta uangnya terlebih dahulu karena butuh untuk biaya operasi Ibu saya. Tapi Bapak tak jawab, jadi sudah tahu kan? " cetus Agatha tanpa henti
Kedatangan Pak Broto membuat Agatha terdiam, dia bahkan bingung dan takut jika dirinya dikenali walau dengan make up tipis dan cara bicara yang sedikit berbeda."Apa yang sedang kalian berdua sembunyikan?" tanya Pak Broto yang merupakan Ayah Pak Seno."Kenapa Ayah datang tak memberi kabar dulu kepadanya Seno?" tanya Seno, sedangkan Agatha hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikit pun."Untuk apa Ayah memberikan kabar jika datang ke kantor kamu karena ini juga kantor Ayah bukan?" Jadi tak ada penjelasan ini?""Ucapan Agatha tadi tak ada sangkut pautnya dengan masalah pekerjaan, jadi biarkan saja. Dan kamu Agatha silahkan pergi keluar karena saya harus berbicara empat mata dengan Ayah saya!" ucapnya dengan memerintahkan Agatha untuk pergi dari ruangannya lagi pula Agatha saat ini sedang panik ketakutan dengan status mereka.Agatha mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan Pak Seno. Dia bahkan bernafas lega karena diiring telah terhindar dari Pak Broto.Namun Agatha tidak benar-
Lelah karena harus menanggung semuanya. Agatha kini tengah dihukum untuk membersihkan seluruh aula bahkan rekan kerjanya yang melakukan kesalahan yang sama pun tak mendapatkan hukuman dan justru dia lah yang diberikan hukuman tanpa bantuan orang lain pun.Wajahnya menekuk dan seluruh tubuhnya begitu juga wajahnya penuh dengan keringat. Dia bekerja sebagai sekertaris bukan tukang bersih-bersih."Ccckkk... Ayah sama anak sama saja," ucapnya dengan kesal karena dia yang mendapatkan hukuman sendiri. Memang istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu benar, sama seperti Pak Seno yang memiliki sikap sama dengan Pak Broto.Agatha yang tak bisa membantah karena baginya itu semua sia-sia dan jelas saja dia hanya seorang sekertaris sedangkan Pak Broto pemilik perusahaan pertama sebelum diberikan kepada Pak Seno anaknya sendiri.Sudah tiga puluh menit dan tubuh Agatha terlihat sangat lelah. Aula yang sudah bersih walau sebelumnya memang tak kotor. Bahkan Agatha terheran untuk apa dia membersih
Agatha tahu apa yang akan dibicarakan oleh Pak Seno, pasti mengenai gosip tersebut. Sebenarnya dia sangat malas jika harus bertemu dengan bosnya itu. Alasannya pasti karena gosip yang sudah tersebar itu. Tok! Tok! "Masuk!" Setelah mendengarkan perintah dari dalam ruangan Agatha langsung saja masuk.Matanya tak berhenti menatap Pak Seno dengan sinis. Entahlah dia sudah menunjukkan sikapnya yang seperti ini dengan Pak Seno, bahkan Pak Seno pun tak mempermasalahkan sikap Agatha namun jika karyawan lain tahu tentu saja dia akan marah. "Kenapa Bapak panggil saya?" tanya Agatha dengan wajah sinisnya. "Tidak usah pura-pura kamu, saya tahu apa yang sedang terjadi di kantor ini," jawab Pak Seno tanpa menatap wajah Agatha karena dia terfokus pada layar komputer. "Ya saya tahu, tapi itu salah Bapak loh kan semua perbuatan Bapak," jawabnya dengan kesal karena hanya dia yang disalahkan. Pak Seno menghentikan aktivitasnya ketika mendengar ucapan Agatha.Keduanya saling bertatapan tajam deng
Wajahnya memerah karena malu dengan perbuatannya sendiri, dia terjatuh tepat ketika melangkahkan kakinya dua langkah memasuki ruangan rapat.Dalam hati Agatha bergumam, "Bagaimana ini aku sudah malu dan apa aku harus berpura-pura pingsan saja?" tanyanya dalam hati namun rapat ini sangatlah penting. Lagi pula Agatha seharusnya terlihat santai saja karena rapat ini hanya ada dirinya, Pak Seno dan beberapa orang Angga.Namun saat Agatha hendak berdiri tiba-tiba saja dia melihat sebuah tangan kekar yang terulur untuk membantunya.Agatha pun mendongakkan kepalanya dan tersenyum malu menatap Angga. Dia menerima bantuan Angga. "Kamu baik-baik saja Agatha?" tanya Angga.Tatapan beberapa orang yang berada di dalam ruangan menatap dirinya dan Angga. "Aku baik-baik saja Angga, terimakasih," jawab Agatha dan membuat Angga mengangguk.Mereka berdua pun berjalan berdampingan karena Angga menuntun Agatha untuk menuju kursinya.Melihat kejadian apa yang baru saja Teja membuat seseorang terlihat sini
Terkejut dan panik membuat Agatha langsung saja pergi berlari mendekati Pak Seno yang telah menyelamatkan nyawanya."Pak, bangun Pak!" ucapnya dengan menggoyangkan lengan Pak Seno agar membuka kedua matanya. Hingga akhirnya ambulan datang.Agatha yang sangat takut jika terjadi sesuatu yang buruk oleh Pak Seno terus saja memburu-buru para petugas medis yang membawa Pak Seno menunjuk ke rumah sakit. Ya, Agatha saat ini tengah berada di dalam ambulan karena dia harus bertanggung jawab sebab Pak Seno bisa terjadi seperti ini karena dirinya.Hingga akhirnya dia sampai di sebuah rumah sakit, selama perjalanan Agatha terus saja menangis tersedu-sedu karena merasa bersalah.Dia ikut mendorong brankar yang dimana ada Pak Seno yang tak sadarkan diri."Maaf Bu mohon untuk menunggu diluar saja," ucap perawat rumah sakit tersebut.Agatha yang terus saja melangkah dan bahkan dia ingin ikut masuk ke dalam untuk melihat keadaan Pak Seno. Dan kini dia tengah menunggu di luar untuk mengetahui keadaan P
Seno terlihat kesal dengan Agatha yang keluar dari persembunyiannya, apalagi ketika melihat raut wajah Ayahnya yang terlihat sangat marah besar."Jadi dia bersembunyi, Seno.... ""Iya, dia bersembunyi lagi pula jangan menyalahkan Agatha Ayah sendiri yang melarangnya!" cetus Seno."Kenapa kamu sekarang melawan Ayah Seno?" cetus Pak Broto karena sikap putranya yang berubah. "Ini pasti karena kamu kan Agatha?" ucapnya dengan menunjuk wajah Agatha menggunakan jari telunjuknya.Agatha terlihat kesal karena dirinya ditunjuk-tunjuk seperti itu apalagi dia disalahkan padahal dia tak tahu apapun. Agatha yang ingin marah namun tak bisa karena Pak Broto memiliki kekuasaan. "Saya tak melakukan apa-apa Pak. Dan saya memohon kepada Bapak jangan pecat saya!" ucap Agatha dengan sedih. Bagaimana jika dia nanti benar-benar dipecat? Mencari pekerjaan saat ini itu sangatlah sulit dan dia bahkan tak memiliki uang simpanan uang memberi makan keluarganya."Ayah tunggu keputusan kamu Seno!" ucap Pak Broto ya