Share

Bab 4. Kau Pembunuh Ibuku!

Memang belum berdiskusi sebelumnya sehingga jawaban yang seharusnya tidak diucapkan justru terucap. Agatha gugup karena mulutnya yang dengan mudah sekali berbicara jujur seperti tadi. Dia bingung bagaimana dirinya harus menjelaskan apa yang telah dia ucapkan tadi, Agatha hanya bisa memandangi Pak Seno berharap kalau bosnya itu membantunya karena saat ini hubungan mereka menjadi sepasang kekasih.

"Jadi kamu pernah tidur dengan seorang pria? Lalu apa putra saya mengetahuinya?" tanya Ayah Pak Seno.

"Ayah sudah cukup! Maksudnya Akira dia pernah tidur dengan seorang pria dan pria itu aku Ayah," jawab Seno dengan menatap Agatha yang kini mengangguk.

Nafas lega terdengar setelah mengetahui semua perkataan Pak Seno, baru saja dia tadi ingin marah besar karena putranya Seno membawa seorang wanita murahan ke dalam keluarga.

Mereka semua kembali menikmati makanan dan setelah selesai semuanya berakhir. Agatha sudah tak menjawab kembali pertanyaan-pertanyaan yang membuat jantungnya berdetak.

"Ayah kami pamit," ucap Seno mengecup punggung tangan milik Ayahnya, begitu juga dengan Agatha yang melakukan hal yang sama seperti Seno.

"Agatha dan kamu Seno karena kalian berdua sudah pernah tidur bersama maka Ayah akan memutuskan tanggal pernikahan kalian."

Keduanya membulatkan mata ketika terkejut mendengar ucapan pria tua yang berada dihadapan mereka.

Pikiran Agatha yang tak berhenti melayang memikirkan sebuah ketakutan yang entah terjadi atau tidak nantinya. Dalam telinganya terus saja terngiang-ngiang ucapan Ayah Pak Seno tadi.

Agatha tidak mungkin menikah dengan pria yang tak dia cinta bahkan jika itu terjadi dirinya akan menikah dengan pemilik perusahaan tempatnya kerja. Apa kata orang nanti karena tentang dirinya yang menikah padahal status Agatha hanya seorang sekertaris namun dia bisa mendapatkan pria kaya.

"Enggak, aku tidak mungkin menikahi Pak Seno. Aku harus mencari cara agar Pak Seno memutuskan kontrak itu," ucap Agatha dengan memandangi langit malam.

Merasakan angin yang mengelus kulitnya membuat Agtha wanita berambut ikal panjang itu merasakan sebuah ketenangan. Dia yang kini hari-harinya akan dimulai oleh sebuah keburukan dan salah keburukan itu adalah Pak Seno.

"Agatha sedang apa kamu di dalam?" Teriak seorang Nenek dengan jalan tertatih-tatih sambil menyentuh punggungnya.

Agatha sontak terkejut dan berdiri untuk mendekati Neneknya. "Nenek mau kemana? Diam saja di kamar Ibu," ucap Agatha yang kini tengah memapah Neneknya dengan lembut. 

"Nenek ingin memanggil kamu, dengar tidak suara itu?" tanya Neneknya kepada sang cucu yang kini raut wajahnya berubah menjadi khawatir.

"Aduh... aduh... arghhh... sakit.... " Teriakkan Ibunya yang terdengar dari dalam kamar membuat Agatha ketakutan. Dia kembali menuntun Neneknya dengan cepat untuk melihat kondisi sang Ibu yang saat ini tengah sakit-sakitan.

Menatap dengan sendu seorang wanita yang amat dia sayangi berbaring sambil meringis menyentuh perutnya. Agatha tak tega melihatnya, bahkan bukan hanya sekali Ibunya berteriak seperti tadi.

Agatha sungguh tak berdaya, dia belum memiliki cukup uang untuk berobat Ibunya yang saat ini mengidap penyakit kombinasi bahkan tumor pada bagian perutnya kian selalu saja parah.

"Agatha tolong Ibu!" ucapnya dengan lesu.

"Apa Ibu? Bagian mana yang sakit?" 

Sang Ibu menunjukkan perut bagian kirinya, Agatha sangat tahu apa yang diharapkan Ibunya kepada dirinya yaitu adalah sebuah pengobatan. Namun biaya untuk penyakit Ibunya sangatlah mahal dan hanya satu orang saja yang bisa membantu dia, lalu orang itu adalah.... 

***

Seno yang tengah menatap layar komputernya sambil menyentuh kepalanya yang sangat sakit, dia sangat lelah bekerja. Namun posisinya saat ini sangat penting dan sang Ayah telah mempercayakan perusahaannya kepada Seno.

Ting!

Suara notifikasi pada ponselnya membuat Seno menatap sekilas saja. "Kenapa dia mengajakku untuk bertemu? Rasanya sangat malas," jawab Seno dan kembali menatap ke arah lain.

Namun suara dering telepon yang terus-menerus mengganggunya membuat Seno kesal sehingga ponsel miliknya hancur.

Bruk!

Crank!

Cermin pada ruangan kerjanya pecah karena lemparan ponsel milik Seno. Dia adalah seseorang yang sangat benci jika diganggu apalagi ketika dirinya bekerja.

"Seharusnya Kakek tak memilih wanita itu menjadi sekertarisku," ucapnya dengan kesal terhadap Kakeknya.

Seno yang kini kembali fokus mengerjakan pekerjaannya justru berbeda dengan Agatha yang saat ini tengah mondar-mandir khawatir terhadap kondisi Ibunya.

"Kamu kenapa menangis Agatha? Berdoalah agar Ibumu membaik," ucap sang Nenek kepada cucunya.

"Iya Nek, tapi aku takut jika Ibu nanti.... "

Ceklek!

Pintu kamar ruangan periksa Ibunya terbuka dan seorang dokter laki-laki berjalan keluar.

Agatha yang melihat itu sontak langsung saja bertanya-tanya mengenai kondisi Ibunya, "Dok bagaimana keadaan Ibu saya?" tanya Agatha dengan tatapan sendu.

"Kamu yang sabar ya dan saya turut berdukacita atas kepergian Ibu kamu," jawab dokter tersebut sehingga membuat tubuh Agatha melemas ketika bahkan Neneknya pun jatuh pingsan.

***

Tatapan kosong terhadap apa yang dia lihat kini, dirinya yang sedang memandikan sang Ibu membuat hati Agatha merasakan sakit. Dia masih belum ikhlas dengan kepergian Ibunya dan andai saja saat itu Pak Seno mengangkat telepon dan menyentuji ucapakan Agatha pasti dirinya tak mungkin akan kehilangan sang Ibu yang amat dia cintai.

Walau banyak pasang mata yang memandang Ibunya dengan buruk bahkan tak hentinya orang-orang merendahkan padahal saat ini tengah berduka.

Bendera merah kuning terlihat berada di sekitar rumahnya. Dan saat inilah momen yang mengharukan dan menyedihkan bagi Agatha. Dia berjalan untuk membawa alhamrhum Ibunya pada tempat peristirahatan terakhir.

Suara tangis pecah terdengar jelas dan terekam oleh banyak orang ketika melihat Ibunya yang sudah tiada itu akan dimakamkan. 

"Ibu kenapa kamu pergi secepat itu? Aku masih membutuhkanmu, maaf aku tak cepat-cepat membawakan uang untuk operasi kamu dan Nenek Agatha akan menjaganya dengan baik," jawab ucap Agatha sambil menghapus air matanya.

Penderita yang diberikan untuknya sangatlah berat, wajah tangisan dan sedih itu perlahan menghilang dan yang justru matanya menatap seorang pria yang tak lain Gugun.

Pria culun berkacamata dan selalu saja mengungkapkan ucapannya dengan suara yang begitu pelan, padahal dia sudah berulang kali Agatha menolak.

"Hiks.. hiks... Ibu jangan tinggalkan aku."

"Agatha kamu tidak apa-apa, jangan menangis ya!"

"Pergi!" Teriaknya dari saja sehingga membuat pria bernama Gugun itu terkejut. Pasalnya Agatha selalu saja bersikap baik kepada dirinya, namun sekarang....

"Aku tidak mau, aku ingin menjaga kamu Agatha," jawabnya dengan memeluk tubuh Agatha sehingga Agatha berteriak.

"Kenapa? Lagi, cukup! Aku tak ingin berdekatan dengan pria seperti.... "

"Agatha saya turut berdukacita atas kepergian Ibu kamu."

Suara yang amat dia benci dan sekarang rasa benci itu menjadi dendam yang harus selalu dirinya ingat.

Plak!

Tamparan keras mengenai wajah Suaminya padahal sang Suami itu tengah memasak.

"Karena kamu Ibuku tiada!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status