Share

Bab 4. Menyebalkan

“Auw! Sakit Pak Regan. Kenapa tega sekali.”

Reina mengusap pundak kirinya yang terasa sakit. Mulut Regan sangat tidak sopan. Berani menggigit bahunya secara mendadak. Apakah lelaki ini suka akan semua hal yang dilakukan secara tiba-tiba?

“Tadi kamu berharap semua ini hanya mimpi ‘kan? Jadi saya buktikan bahwa semua ini nyata, Reina.” Regan meraba bagian dadanya sambil berucap, “Terima kasih.”

CEO tampan itu melanjutkan langkahnya tanpa menunggu Reina yang masih merasa kesal akibat ulahnya beberapa detik yang lalu.

“Sampai kapan kamu akan berdiri di situ? Kamu mau perusahaan ini kehilangan seorang klien yang sangat berarti?” ujar Regan sedikit berteriak.

“Eh, tidak Pak!” Reina langsung berlarian menghampiri Regan yang berdiri cukup jauh dari tempatnya.

Rasanya Reina sudah hampir menyerah. Niatnya menghindar, tetapi justru semakin di dekatkan seperti ini. Bagaimana mungkin? Lift yang awalnya kosong kini jadi penuh dan terasa sesak.

Tak hanya itu saja. Regan dengan berani berdiri di depannya. Tatapan matanya kembali seperti tadi saat Reina sibuk merapikan dasinya. Meski gadis itu tidak membalas tatapannya, tetapi ia bisa merasakan ada sesuatu hal yang aneh dari tatapan mata Regan.

Saat ini posisi Reina sedang terdesak. Bahkan kedua tangan sang CEO itu berada di sebelah kanan dan kiri Reina seolah mengunci tubuhnya. Hampir saja bibir gadis itu menyentuh bibir Regan. Beruntung lift segera terbuka. Dan semua karyawan berhamburan keluar dari dalam lift untuk mencari makan siang.

“Ini semua salah kamu,” ucap Regan.

“Kok saya, Pak?” Reina semakin bertambah kesal. Bisa-bisanya lelaki itu malah menyalahkannya.

“Tadi jalan kamu lambat ‘kan?” Regan mengingatkan.

Reina terdiam seketika. Langkahnya memang tidak secepat Regan. Satu langkahnya sama dengan dua langkah kaki CEO tampan itu.

“Iya, Pak. Saya minta maaf.”

Hanya ucapan maaf yang bisa Reina berikan. Memangnya apa lagi? Mau memberi uang pun ia tidak punya sama sekali. Tinggal satu lembar berwarna merah yang harus bisa ia gunakan sampai akhir bulan. Lagi pula Regan sudah kaya raya. Tidak mungkin tega memeras gadis itu.

“Lain kali kalau berbuat kesalahan lagi, saya tidak mau jika hanya ungkapan maaf.”

Regan bergegas masuk ke dalam mobilnya. Di sana ada seorang sopir yang sudah menunggu sejak tadi.

“Hah? Apalagi ini maksudnya?” Perasaan Reina jadi tidak enak. Ia curiga jika atasannya itu merencanakan sesuatu yang akan merugikan untuk Reina.

Tin ! Tin !

Terdengar suara klakson berkali-kali. Tentu saja Regan yang menyuruh sopirnya untuk membunyikan klakson itu di telinga Reina.

Reina kembali diliputi rasa bersalah. Ia langsung berlari masuk ke dalam mobil.

Di sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam. Reina takut jika salah berucap. Ia tidak mau meminta maaf lagi. Gadis itu masih teringat ucapan Regan beberapa waktu yang lalu. Reina tidak mau jika dimanfaatkan.

Sementara Regan pun sibuk dengan ponselnya. Sepertinya ada masalah di kehidupan pribadinya di mana semua orang banyak yang tidak tahu. Karena selama ini CEO tampan itu terkenal sebagai lelaki yang tertutup. Tidak pernah digosipkan dekat dengan perempuan manapun. Bahkan ada yang mengatakan bahwa dirinya tidak suka dengan wanita.

“Sudah sampai Pak Regan,” ucap sang sopir memberitahu.

Mobil itu berhenti di depan sebuah restoran mewah. Tempat Regan dan klien penting perusahaannya akan bertemu.

Rupanya klien tersebut adalah seorang lelaki yang umurnya diperkirakan lebih tua dari Regan. Badannya sedikit gemuk dengan kepala yang sedikit botak di tengahnya dan kumis seperti ikan Lele.

Dari pandangan pertama, Reina sudah merasa risih akan tatapan lelaki itu. Sepanjang makan siang berjalan, klien tersebut sering mencuri pandang ke arah Reina. Bahkan lelaki itu sampai sengaja menjatuhkan sendoknya dan cukup lama sembunyi di bawah meja.

Regan merasa ada yang tidak beres. Ia paham jika Reina merasa tidak nyaman. Seharusnya pakaian gadis itu lebih tertutup lagi. Lelaki tampan itu tahu jika kliennya tertarik kepada Reina.

Setelah makan siang selesai, meeting pun berjalan selama beberapa jam lamanya. Reina mencatat semua hal yang penting dan istilah baru yang tak begitu ia pahami. Ia fokus memperhatikan klien yang tampak berbicara dengan serius.

“Baiklah. Untuk selanjutnya nanti Bapak bisa komunikasi dengan sekretaris saya,” jelas Regan mencoba untuk tetap ramah.

“Oh, baiklah. Dengan senang hati.”

Lelaki berkumis Lele itu mengalihkan pandangannya kepada Reina sambil senyum-senyum nakal. “Berapa nomor ponsel kamu?” tanyanya tiba-tiba.

Lelaki itu mengulurkan ponselnya kepada Reina. Berharap gadis itu menuliskan nomornya.

“Nanti sekretaris saya akan menghubungi kamu. Tetapi hari ini dia tidak bisa datang.”

Reina terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tetapi ternyata Regan tak tinggal diam. Ia segera menepis tangan lelaki itu.

“Namanya Reina. Dia bukan sekretaris saya. Dia adalah calon istri saya.” Regan mengucapkan kalimat itu dengan penuh keyakinan sambil merangkul pundak Reina.

Seketika Reina melongo dibuatnya.

“Ya, karena sekretaris saya cuti tiba-tiba. Jadi saya minta tolong kepada Reina menemani saya di sini.” Regan menatap wajah Reina. “Benarkan, Sayang?”

‘What? Apa yang dia katakan?’ batin Reina masih tidak percaya. Gadis itu masih terdiam hingga merasakan bahu Regan menyenggol lengannya.

“Ah, iya benar. Saya tidak mau melihat kekasih saya kesusahan. Jadi saya mencatat hal yang penting dan bertindak layaknya sebagai sekretaris untuk kekasih saya.” Reina menjelaskan hal itu sambil memaksakan diri untuk tersenyum. Ia bisa melihat ekspresi wajah Regan yang sepertinya sedang menahan diri untuk tidak tertawa.

Klien tersebut menatap tak suka ke arah Reina. Sepertinya dia benar-benar kecewa.

“Baiklah, kalau begitu. Nanti saya akan menghubungi nomor telepon kantor Anda jika tidak berubah pikiran.”

Reina merasa tidak enak hati mendengarkan ucapan klien itu. Gadis itu tidak mau jika sang klien membatalkan kerjasamanya dengan perusahaan Regan. Walau bagaimanapun, kesuksesan perusahaan adalah kesejahteraan bagi karyawannya juga.

Mereka pun saling berjabat tangan.

Regan segera mengajak Reina masuk kembali ke dalam mobilnya. Sementara Reina berusaha melepaskan tangan Regan yang justru sudah bertengger di pinggangnya entah sejak kapan.

“Lepas, Pak Regan! Jangan macam-macam!” ancam Reina dan segera masuk ke dalam mobil.

Setelah tiba di kantor kembali, Regan meminta Reina untuk ikut ke dalam ruangannya.

“Kamu sudah mencatat semuanya tadi?” tanya Regan berbasa-basi.

“Iya, Pak. Tentu saja.” Reina meletakkan catatannya di atas meja Regan. Setelah ini ia tidak mau berurusan lagi dengan pria menyebalkan itu. Ia yakin jika Rindu besok sudah bekerja kembali sebagai sekretaris yang asli. Bukan abal-abal seperti dirinya.

“Bolehkah sekarang saya kembali ke ruangan saya?” tanya Reina berniat untuk pamit meninggalkan ruangan Regan dan bekerja kembali di bagian divisi pemasaran.

Rich Mama

Boleh nggak nih????

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Herlidah
kelihatan nya regan suka sama reina atau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status