Share

Selamat Pagi Dokter Cinta
Selamat Pagi Dokter Cinta
Author: Helia123

Bab 1 Pulang

Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya. 

"Selamat pagi, dokter Cinta."

Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang  pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah,  selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .

“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda  ini tidak datang dari tadi?

Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.

“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.

“Saya datang ke sini bukan hendak diperiksa,” ujarnya sedkit ragu. Wajahnya yang berpeluh menunjukkan pemuda ini pasti sudah melakukan perjalanan yang jauh untuk sampai ke Puskesmas ini.

“Lho, terus mau apa?” tanya Cinta heran, mayoritas orang ke Puskesmas ya pasti untuk berobat.

“Perkenalkan saya Arul. Saya hanya ingin mengucapkan terimakasih karena Dokter telah merawat Mama saya selama sakit beberapa waktu lalu, “

Kening Cinta berkerut,  setiap hari ada puluhan pasien yang ia tangani dan tidak mungkin untuk mengingatnya satu per satu.

“Mama?” tanyanya pada Arul.

“Iya, mamaku, Mama Amina yang beberapa waktu lalu menderita stroke. Kata Mama, Dokter begitu telaten merawatnya sampai mengkhususkan diri datang ke rumah hampir setiap hari."

Cinta mengangguk-anggukan kepalanya, ia baru ingat kalau sekitar sebulan lalu pernah merawat ibu berusia enam puluh tiga tahun bernama Bu Amina, tapi baru kali ini ia melihat Arul padahal waktu itu hampir setiap hari ia selalu datang ke rumah Bu Amina untuk memantau perkembangan kesehatannya.

“Oh iya saya ingat sekarang, bagaimana kabar Bu Amina?” 

“Baik Dok, sekarang sudah bisa berbicara normal kembali begitu juga jalannya sudah mulai lancar, meskipun masih dibantu dengan tongkat."

“Oh syukurlah, saya senang mendengarnya,” ucap Cinta antusias. “Sayang sekali saya tidak sempat menengok mamamu dan berpamitan padanya.”

“Mama titip salam dan membawakan ini untuk Dokter, katanya sebagai tanda mata supaya Dokter tetap mengingatnya.”

Arul memberikan sebuah bungkusan kecil kepada Cinta.

“Apa ini?”

“Bukalah.”

Cinta membuka bungkusan yang diberikan Arul padanya, ternyata sebuah selendang panjang bermotif indah dengan warna-warni kontras, tampaknya hasil tenunan sendiri.

“Ini mamamu yang membuat?” tanya Cinta sambil menatap selendang itu dengan kagum.

“Iya,dia menenunnya khusus untuk Dokter, ini motif tradisional Anggrek Wayabula, pewarna yang dipakai pun berasal dari kulit batang pohon, umbi dan dedaunan.”

“Bagus sekali, tolong sampaikan terimakasih pada mamamu ya.”

Arul mengangguk sambil tersenyum. “Iya, nanti saya sampaikan pada Mama.”

Cinta menyimpan selendang itu ke dalam tasnya.

 “Ternyata ucapan Mama benar…” ucap Arul perlahan.

“Apanya yang benar ?” tanya Cinta sambil memandang Arul tidak mengerti.

“Dokter tidak hanya berwajah cantik tapi juga baik dan sangat menghargai orang lain,” ujarnya tanpa b**a-basi.

Cinta tertawa. “Ah, kamu  ini ada-ada saja.”

“Pantas saja Mama sangat menyukai Dokter Cinta, makanya ketika saya pulang kemarin sore, Mama memaksa saya untuk segera menemui Dokter, sebelum Dokter kembali ke Jakarta.”

“Menemui saya, untuk apa?” tanya Cinta dengan pandangan tidak mengerti.

 “Hm….anu, selain memberikan selendang ini, Mama menyuruh saya untuk melamar Dokter,” ujarnya agak malu.

“Apa?  melamar saya ?!” tanya Cinta kaget, ia berharap pendengarannya salah, baru kali ini ada orang melamar to the point begini

Arul menganggukan kepalanya. “Iya, mulanya saya juga menolak keinginan Mama yang terasa konyol itu, jujur saja saya tadi terpaksa datang ke sini, maaf ini memang agak berlebihan dan terlalu mendadak,” ujar Arul sambil sedikit tersipu malu, ia kemudian melanjutkan kembali ucapannya.

“Tapi, sungguh setelah melihat Dokter, saya jadi  yakin kalau pilihan Mama tidak salah.”

Cinta terhenyak, sejak pertama kali menginjakkan kaki di pulau kecil yang indah ini, untuk menjalankan tugasnya sebagai dokter PTT, ada beberapa laki-laki yang mencoba mendekatinya, ada Benny pemilik kapal penangkap ikan, Pak Albert duda beranak tiga, Hassan Hehahua pedagang kelontongan dan Haji Burhanuddin pemilik kebun pala, tapi tidak ada yang seberani ini langsung melamarnya!

“Bagaimana Dokter ?” tanyanya sambil memandang Cinta, harus Cinta akui kalau mata itu begitu bening dan polos .

Tak perlu berpikir panjang lagi Cinta menggeleng tegas. “Maaf, Arul, bukan saya tidak menghormati keinginan Mama Amina, tapi saya tidak mungkin menerima lamaran ini.”   

“Kenapa? Apakah karena kami hanya orang kampung tak berpunya sedangkan Dokter berasal dari keluarga kaya di Jakarta?”

"Oh, bukan itu alasannya, saya tidak pernah punya pikiran seperti itu, tapi semuanya begitu tiba-tiba, apalagi saya sudah mempunyai tunangan di Jakarta dan Insya Allah segera setelah saya pulang dari sini kami akan segera menikah,”

“Tunangan?”

Cinta mengangguk.

Kali ini Arul terdiam, ada gurat kekecewaan yang tiba-tiba menyeruak di matanya, ternyata Dokter Cinta sudah bertunangan, kenapa tidak terpikir sebelumnya akan kemungkinan ini.

 Cinta sebetulnya tidak enak hati melihat wajah Arul yang tiba-tiba murung, tapi bagaimanapun juga ia harus tegas,  Andhika tunangannya sudah menunggu di Jakarta, kalau tidak ada halangan dalam bilangan bulan Cinta sudah menjadi istri Dokter Andhika Widyatama, mantan kakak kelasnya di kampus, kedua orang tua mereka sudah merencanakan pertemuan lagi setelah kepulangan Cinta untuk membahas masalah pernikahan.

“Jadi Dokter sudah bertunangan ? Saya tidak melihat cincin melingkar di jari Dokter?” ucapnya seolah ingin meyakinkan kalau Cinta hanya berbohong kepadanya.

Cinta meraih sebuah benda kecil dari sakunya, setiap mengambil air wudhu ia memang selalu melepas cincin putih bermata berlian itu, disematkannya kembali benda itu di jari manisnya untuk menegaskan kalau pemuda itu tidak mungkin mewujudkan niatnya.

“Sayang sekali ya…” Desahnya. “Mudah-mudahan Mama tidak terlalu kecewa mendengar berita ini.”

“Maafkan saya dan tolong sampaikan maaf pada mamamu ya,” ujar Cinta akhirnya, bagaimanapun juga Arul melakukan ini semua karena permintaan mamanya. 

“Ya…ya, nanti akan saya sampaikan pada mamaku."

Cinta melirik jam di pergelangan tangannya, “Maaf, Saya harus pergi sekarang, kalau tidak saya akan ketinggalan pesawat.”

“Dokter sudah mau pergi?”

Cinta mengangguk. “Ini hari terakhir saya dinas di sini.”

“Iya saya tahu, kemarin para tetangga membicarakan hal itu pada Mama, menyesal sekali padahal kita baru saja berjumpa."

“Yah mungkin suatu hari, kita bisa berjumpa lagi,” gumam Cinta dengan ragu. Sejujurnya ia tidak berharap bisa bertemu dengan lelaki itu lagi.

Sekarang, nanti dan selamanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status