Share

06. Ketika Mereka Berperan (2)

"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian  yang mengupas bawang. Brian  mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.

Brian  mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.

Brian  berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.

Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.

Brian  terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku.."

"... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak sendiri. Begitu. Namun aneh saja masakanku tak bisa seenak Ibuku. Padahal aku sudah membawa buku resepnya." Jelasnya. Tentu saja Kylee tertegun, namun ia tersenyum. Ada motivasi tersendiri dari dirinya. Dia suka memasak karena hobi, sedangkan pria didepannya itu karena ibunya. Tidak disangka saja.

"Mungkin karena masakan ibu itu penuh kasih sayang, jadi semua yang ditorehkan dalam masakannya akan menjadi sangat enak." Lanjut Brian kini mengambil beberapa panci.

Kylee setuju dengan perkataan Brian, menurut Kylee masakan ibunya Jean tidak seenak direstoran yang pernah ia kunjungi, namun anehnya ia terus merasa ingin makan segala masakan ibunya Jean. Mungkin karena ia merindukan masakan rumah, terutama masakan ibunya. Kylee benar-benar rindu.

Brian menoleh ke arah Kylee yang terdiam melamun seraya tersenyum, "Sudah jangan senyam-senyum sendiri seperti orang gila." Ejek Brian yang kini dilempari tatapan tajam oleh Kylee. Namun mereka berdua sama-sama tertawa setelah itu. Entah mengapa jika dengan Brian, Kylee mudah sekali tertawa. Kadang melihat wajah konyol Brian saja Kylee langsung terbahak padahal raut wajah Brian sudah masam.

30 menit akhirnya mereka selesai masak. Kylee benar-benar sudah tak sabar mencicipi masakannya. Ia langsung mengambil sumpit dan memakan makanan yang tersaji.

"Eh pelan-pelan Kylee. Kau seperti tak makan 5 hari saja." peringat Brian , Kylee tak peduli karena kini makanannya benar-benar enak. Kylee menelan makanannya, "Brian .. Ceritakan aku bagaimana orangnya. Dimatamu, aku bagaimana?" tanya Kylee.

Brian  berfikir sejenak, "Tapi kau jangan marah. Ini memang fakta." Kylee mengangguk tak peduli.

"Kau menyebalkan, dingin, ketus, tak pernah keluar rumah, hanya menyapaku beberapa kali. Tapi itu kesan pertamaku kenal denganmu selebih itu kau cerewet, ah dan sering saja mengomel. Dan Menumpang makan disini."

"Sebentar. Aku setuju jika diriku menumpang makan disini karena makanan mu sungguh enak hehehe." Cengir Kylee.

Brian memutar bola matanya malas, "Yang lebih menyebalkan, kau menyuruhku membuat makan tapi membandingkan diriku dengan Pemilik perusahaan tak jelas wajahnya itu."

Kylee terdiam sejenak, "Perusahaan?"

Brian  mengangguk, "Iya pemilik perusahaan yang terkenal sedikit angkuh itu. Ya walaupun kita sering dikira mirip tapi jelas saja aku lebih tampan." Pujinya sendiri.

Berbeda dengan Kylee, yang kini nafasnya sedikit tercekat mendengar penuturan Brian . Ah! Dia sedikit menyadari sesuatu bahwa Brian  sedikit mirip dengan seseorang.

"Ya walaupun dia pengusaha sukses setidaknya aku juga chef yang sukses." Lanjut Brian .

"Eum memang siapa dia?" tanya Kylee ragu.

Brian medesah malas, "Gavin."

Deg!

Benar saja. Tapi bukankah ini lucu jika Jean berada ditubuhku dia akan senang setengah mati bertemu Gavin. Begitu pula denganku saat ini. Ah masa bodohlah, aku benar benar senang bersama chef didepanku ini hihi.

Mereka juga mirip. Tapi aku yakin mereka tak ada hubungan darah. Pantas wajah Brian tak asing, ternyata dia sedikit mirip dengan Gavin. takdir macam apa ini?

"Hei kenapa kau senyum senyum sendiri. Kau gila ya?" ujarnya mengibas-ngibaskan tanganya didepan Kylee. Kylee menggeleng pelan, ia memilih melanjutkan makan dengan senyum diwajahnya. Dia sungguh senang. Bahkan ia lupa tentang Gavin.

Setelah selesai makan Kylee pulang dengan perut kenyang dan perasaan yang sangat senang. Selain cita-citanya terkabul yaitu memakan masakan Brian, ia juga tak sabar mendengar ayahnya pulang kerja. Semenjak ia berperan sebagai Jean, ia sering sekali menunggu ayahnya pulang. Meski ayahnya lembur, Kylee selalu menunggunya diruang tengah sembari mengantuk. Baru setelah ayahnya pulang, ia masuk ke kamarnya untuk tidur. Jujur saja membuat Jasmine, ibunya itu bingung dengan tingkah laku putri semenjak kecelakaan. Putrinya jadi lebih hangat dan tidak terlihat tertekan karena belum diterima kerja.

"Ayaaah..." Sapa Kylee melihat ayahnya sedang duduk diruang tengah ditemani secangkir teh yang Kylee yakin itu adalah buatan ibunya.

Tom tersenyum lebar melihat putrinya itu kini lebih manja. Kylee langsung duduk di samping ayahnya lalu bergelendot manja.

"Kau dari mana?" tanya Tom mengusap kepala Kylee lembut.

"Numpang makan hehehe." Cengir Kylee lebar yang di balas sentilan pelan dari sang ayah.

Kylee mengecutkan bibirnya, "Sakit." Ujarnya sembari mengusap dahinya.

"Kau itu jangan kebiasaan merecoki Brian, dia itu sibuk." Sambung Jasmine tiba-tiba datang dari arah dapur membawa beberapa cemilan yang ia letakkan di meja.

"Aku bosan tahu Bu, lagi pula Brian juga tidak masalah. Kulihat ia malah senang dengan kedatanganku." Jawab Kylee tersenyum, ia menegakkan tubuhnya lalu mengambil cemilan yang Jasmine sediakan tadi.

"Dasar kau ini, awas nanti kau suka dengan Brian."

"Tidak akan Bu tenang saja." Ujar Kylee kini beranjak menuju kamarnya.

                                                                             ---

Jean's pov

Kenapa diriku harus berada ditubuh Kylee?

Kenapa harus Kylee? Dan Gavin?

Haruskah aku cari tahu permasalahan antara Kylee dan Gavin?

Terasa aneh saja tak ada sebab yang mendasar jiwaku berada di diri Kylee. Haruskah ku bertanya pada Ray Ray?

Segala pertanyaan sering berputar dalam otakku. Aku hanya bingung apa kaitanku dengan Kylee. Dan dia lebih tua 1 tahun dariku ternyata. Aku kira kita sepantaran. Ah aku rasa hubunganku dengan Gavin baik-baik saja tapi hatiku bertolak belakang. Seperti banyak yang ditutup. Kulihat buku kuning bergembok yang aku bawa dari rumah, aku rasa ini adalah buku diary Kylee. Kubuka setiap halaman, hm.. Tulisan Kylee sangatlah rapi. Maafkan aku Key aku harus membuka ini dengan lancang.

[11 April 2016]

Hari pertama. Aku menyukainya, dimana dia mengantarku pulang walaupun dengan raut wajah sangat tak ikhlas tetap saja dia tetaplah lucu. Kuharap dia terus seperti itu agar tak ada yang menyukainya selain diriku.

[18 Agustus 2016]

Melihatmu menambah tatto dilehermu membuatku marah. Sedikit kecewa memang namun terperlahan aku malah menyukainya

Ah! Tatto dilehernya itu. Aku terus membuka lembar perlembar, membaca setiap tulisan tangannya. Hanya tulisan yang mencurahkan rasa senang dan sedih tak ada spesial. Dan itu semua ditujukan semuanya kepada Gavin. Namun menginjak akhir ada tulisan yang membuatku sedikit tertarik. Dan kulihat itu adalah tulisan terakhirnya dalam diary ini.

[5 Maret 2018]

Ada aku , kau , dia haruskah?

Aku mengernyitkan dahiku, dia? Dia siapa? Ini menambah penasaranku karena lembar harian terhenti sampai sini. Dan ini semakin meyakinkanku jika ada masalah diantara mereka. Namun yang tidak aku mengerti, untuk apa peranku disini? Apa untuk memperbaiki hubungan keduanya? Jika iya maka apa keuntunganku? Sial, memikirkannya saja membuat kepalaku berdenyut. Tak ingin bertambah pusing lantas aku menurut buku itu dan menyimpannya ditempat yang tidak terjangkau oleh mata Gavin. Jujur saja semakin aku disini aku memahami sifatnya yang sangat teliti dan jeli. Lantas aku beranjak keluar kamar, bertepatan aku keluar kamar Gavin masuk ke apartemen dengan raut wajah lelah. Tapi begitu melihatku ia tersenyum lembut.

"How is your day?" tanya Gavin menghampiriku lalu mengecup keningku singkat dan berlalu untuk duduk di sofa ruang tengah.

"Nothing special... Mau aku buatkan teh hangat?" tawarku menghampirinya, ia melonggarkan dasinya.

"Kopi boleh?" tanyanya menatapku dengan raut memohon. Sebelumnya aku melarang Gavin untuk membuat kopi ketika sudah malam, karena aku yakin dia tidak akan istirahat melainkan bergadang mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai dikantor.

"Pekerjaanmu belum selesai?"

Dia tersenyum, "Teh saja kalau begitu."

Aku mengangguk, "Aku buatkan, kau mandi dulu setelah itu istirahat."

"Kylee?" panggil Gavin membuatku mengurungkan langkahku untuk berbalik.

"Besok kau ada acara?" tanya Gavin kemudian. Aku menatap ia penuh dengan tanya, lantas aku menggeleng pelan.

Gavin terlihat ragu, ia membasahi bibirnya dan kembali melihatku, "Aku ingin mengajakmu ke pesta salah satu kolegaku. Tapi jika kau tidak bisa, aku tidak masalah datang sendiri."

Aku ber-oh ria dalam hati. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja aku sangat asing pada pesta semacam itu. Apalagi aku tidak paham apa yang mereka bicarakan. Mungkin jika aku bukan Jean maka semua akan berjalan mulus, tapi karena aku berada di tubuh Kylee, aku ragu.

"Bagaimana? Tidak bisa ya?"

Aku menimang permintaan Gavin, ia juga melihatku dengan mata penuh harap. "Aku tidak yakin... Kau tahu kan aku hilang ingatan."

Gavin tersenyum mengangguk, "Cukup temani aku saja, hanya sebentar kok aku janji."

Lantas yang hanya kulakukan hanya mengangguk mengiyakan permintaanya.

Jean's pov end

-to be continued-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status