"Chef! Aku bantu apa?" panggil Kylee kini sudah berada disamping Brian yang mengupas bawang. Brian mengrenyit, "Kau bisa kupas bawang ini?" tanyanya ragu. Tak disangka gadis di depannya itu mengangguk antusias.
Brian mengangguk lalu menyerahkan pisau dan bawang itu kepada Kylee. Sedangkan dirinya menyiapkan bahan yang lain."Chef sejak kapan kau menyukai memasak?" tanya Kylee masih dengan bawangnya.
Brian berfikir sebentar, "Eum mungkin sejak Ibuku meninggal." jawabnya.
Kylee terkejut mendengar penuturan Brian. Bukan maksud Kylee untuk menyinggungnya. "Maaf.. Bukannya bermaksud." Sesal Kylee.
Brian terkekeh, ia menyalakan kompor dan memasukkan rempah rempahnya. "Tidak papa.. Tenang saja. Aku suka memasak sejak Ibuku meninggal, karena tak saat itu aku berfikir bahwa tak kan ada lagi yang memasakkanku.."
"... Jadi aku bertekad kuat intuk belajar memasak seperti masakan Ibu. Sewaktu waktu aku merindukan aku bisa masak sendiri. Begitu. Namun aneh saja masakanku tak bisa seenak Ibuku. Padahal aku sudah membawa buku resepnya." Jelasnya. Tentu saja Kylee tertegun, namun ia tersenyum. Ada motivasi tersendiri dari dirinya. Dia suka memasak karena hobi, sedangkan pria didepannya itu karena ibunya. Tidak disangka saja.
"Mungkin karena masakan ibu itu penuh kasih sayang, jadi semua yang ditorehkan dalam masakannya akan menjadi sangat enak." Lanjut Brian kini mengambil beberapa panci.
Kylee setuju dengan perkataan Brian, menurut Kylee masakan ibunya Jean tidak seenak direstoran yang pernah ia kunjungi, namun anehnya ia terus merasa ingin makan segala masakan ibunya Jean. Mungkin karena ia merindukan masakan rumah, terutama masakan ibunya. Kylee benar-benar rindu.
Brian menoleh ke arah Kylee yang terdiam melamun seraya tersenyum, "Sudah jangan senyam-senyum sendiri seperti orang gila." Ejek Brian yang kini dilempari tatapan tajam oleh Kylee. Namun mereka berdua sama-sama tertawa setelah itu. Entah mengapa jika dengan Brian, Kylee mudah sekali tertawa. Kadang melihat wajah konyol Brian saja Kylee langsung terbahak padahal raut wajah Brian sudah masam.
30 menit akhirnya mereka selesai masak. Kylee benar-benar sudah tak sabar mencicipi masakannya. Ia langsung mengambil sumpit dan memakan makanan yang tersaji.
"Eh pelan-pelan Kylee. Kau seperti tak makan 5 hari saja." peringat Brian , Kylee tak peduli karena kini makanannya benar-benar enak. Kylee menelan makanannya, "Brian .. Ceritakan aku bagaimana orangnya. Dimatamu, aku bagaimana?" tanya Kylee.
Brian berfikir sejenak, "Tapi kau jangan marah. Ini memang fakta." Kylee mengangguk tak peduli.
"Kau menyebalkan, dingin, ketus, tak pernah keluar rumah, hanya menyapaku beberapa kali. Tapi itu kesan pertamaku kenal denganmu selebih itu kau cerewet, ah dan sering saja mengomel. Dan Menumpang makan disini."
"Sebentar. Aku setuju jika diriku menumpang makan disini karena makanan mu sungguh enak hehehe." Cengir Kylee.
Brian memutar bola matanya malas, "Yang lebih menyebalkan, kau menyuruhku membuat makan tapi membandingkan diriku dengan Pemilik perusahaan tak jelas wajahnya itu."
Kylee terdiam sejenak, "Perusahaan?"
Brian mengangguk, "Iya pemilik perusahaan yang terkenal sedikit angkuh itu. Ya walaupun kita sering dikira mirip tapi jelas saja aku lebih tampan." Pujinya sendiri.
Berbeda dengan Kylee, yang kini nafasnya sedikit tercekat mendengar penuturan Brian . Ah! Dia sedikit menyadari sesuatu bahwa Brian sedikit mirip dengan seseorang.
"Ya walaupun dia pengusaha sukses setidaknya aku juga chef yang sukses." Lanjut Brian .
"Eum memang siapa dia?" tanya Kylee ragu.
Brian medesah malas, "Gavin."
Deg!
Benar saja. Tapi bukankah ini lucu jika Jean berada ditubuhku dia akan senang setengah mati bertemu Gavin. Begitu pula denganku saat ini. Ah masa bodohlah, aku benar benar senang bersama chef didepanku ini hihi.
Mereka juga mirip. Tapi aku yakin mereka tak ada hubungan darah. Pantas wajah Brian tak asing, ternyata dia sedikit mirip dengan Gavin. takdir macam apa ini?
"Hei kenapa kau senyum senyum sendiri. Kau gila ya?" ujarnya mengibas-ngibaskan tanganya didepan Kylee. Kylee menggeleng pelan, ia memilih melanjutkan makan dengan senyum diwajahnya. Dia sungguh senang. Bahkan ia lupa tentang Gavin.
Setelah selesai makan Kylee pulang dengan perut kenyang dan perasaan yang sangat senang. Selain cita-citanya terkabul yaitu memakan masakan Brian, ia juga tak sabar mendengar ayahnya pulang kerja. Semenjak ia berperan sebagai Jean, ia sering sekali menunggu ayahnya pulang. Meski ayahnya lembur, Kylee selalu menunggunya diruang tengah sembari mengantuk. Baru setelah ayahnya pulang, ia masuk ke kamarnya untuk tidur. Jujur saja membuat Jasmine, ibunya itu bingung dengan tingkah laku putri semenjak kecelakaan. Putrinya jadi lebih hangat dan tidak terlihat tertekan karena belum diterima kerja.
"Ayaaah..." Sapa Kylee melihat ayahnya sedang duduk diruang tengah ditemani secangkir teh yang Kylee yakin itu adalah buatan ibunya.
Tom tersenyum lebar melihat putrinya itu kini lebih manja. Kylee langsung duduk di samping ayahnya lalu bergelendot manja.
"Kau dari mana?" tanya Tom mengusap kepala Kylee lembut.
"Numpang makan hehehe." Cengir Kylee lebar yang di balas sentilan pelan dari sang ayah.
Kylee mengecutkan bibirnya, "Sakit." Ujarnya sembari mengusap dahinya.
"Kau itu jangan kebiasaan merecoki Brian, dia itu sibuk." Sambung Jasmine tiba-tiba datang dari arah dapur membawa beberapa cemilan yang ia letakkan di meja.
"Aku bosan tahu Bu, lagi pula Brian juga tidak masalah. Kulihat ia malah senang dengan kedatanganku." Jawab Kylee tersenyum, ia menegakkan tubuhnya lalu mengambil cemilan yang Jasmine sediakan tadi.
"Dasar kau ini, awas nanti kau suka dengan Brian."
"Tidak akan Bu tenang saja." Ujar Kylee kini beranjak menuju kamarnya.
---
Jean's pov
Kenapa diriku harus berada ditubuh Kylee?
Kenapa harus Kylee? Dan Gavin?
Haruskah aku cari tahu permasalahan antara Kylee dan Gavin?
Terasa aneh saja tak ada sebab yang mendasar jiwaku berada di diri Kylee. Haruskah ku bertanya pada Ray Ray?
Segala pertanyaan sering berputar dalam otakku. Aku hanya bingung apa kaitanku dengan Kylee. Dan dia lebih tua 1 tahun dariku ternyata. Aku kira kita sepantaran. Ah aku rasa hubunganku dengan Gavin baik-baik saja tapi hatiku bertolak belakang. Seperti banyak yang ditutup. Kulihat buku kuning bergembok yang aku bawa dari rumah, aku rasa ini adalah buku diary Kylee. Kubuka setiap halaman, hm.. Tulisan Kylee sangatlah rapi. Maafkan aku Key aku harus membuka ini dengan lancang.
[11 April 2016]
Hari pertama. Aku menyukainya, dimana dia mengantarku pulang walaupun dengan raut wajah sangat tak ikhlas tetap saja dia tetaplah lucu. Kuharap dia terus seperti itu agar tak ada yang menyukainya selain diriku.
[18 Agustus 2016]
Melihatmu menambah tatto dilehermu membuatku marah. Sedikit kecewa memang namun terperlahan aku malah menyukainya
Ah! Tatto dilehernya itu. Aku terus membuka lembar perlembar, membaca setiap tulisan tangannya. Hanya tulisan yang mencurahkan rasa senang dan sedih tak ada spesial. Dan itu semua ditujukan semuanya kepada Gavin. Namun menginjak akhir ada tulisan yang membuatku sedikit tertarik. Dan kulihat itu adalah tulisan terakhirnya dalam diary ini.
[5 Maret 2018]
Ada aku , kau , dia haruskah?
Aku mengernyitkan dahiku, dia? Dia siapa? Ini menambah penasaranku karena lembar harian terhenti sampai sini. Dan ini semakin meyakinkanku jika ada masalah diantara mereka. Namun yang tidak aku mengerti, untuk apa peranku disini? Apa untuk memperbaiki hubungan keduanya? Jika iya maka apa keuntunganku? Sial, memikirkannya saja membuat kepalaku berdenyut. Tak ingin bertambah pusing lantas aku menurut buku itu dan menyimpannya ditempat yang tidak terjangkau oleh mata Gavin. Jujur saja semakin aku disini aku memahami sifatnya yang sangat teliti dan jeli. Lantas aku beranjak keluar kamar, bertepatan aku keluar kamar Gavin masuk ke apartemen dengan raut wajah lelah. Tapi begitu melihatku ia tersenyum lembut.
"How is your day?" tanya Gavin menghampiriku lalu mengecup keningku singkat dan berlalu untuk duduk di sofa ruang tengah.
"Nothing special... Mau aku buatkan teh hangat?" tawarku menghampirinya, ia melonggarkan dasinya.
"Kopi boleh?" tanyanya menatapku dengan raut memohon. Sebelumnya aku melarang Gavin untuk membuat kopi ketika sudah malam, karena aku yakin dia tidak akan istirahat melainkan bergadang mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai dikantor.
"Pekerjaanmu belum selesai?"
Dia tersenyum, "Teh saja kalau begitu."
Aku mengangguk, "Aku buatkan, kau mandi dulu setelah itu istirahat."
"Kylee?" panggil Gavin membuatku mengurungkan langkahku untuk berbalik.
"Besok kau ada acara?" tanya Gavin kemudian. Aku menatap ia penuh dengan tanya, lantas aku menggeleng pelan.
Gavin terlihat ragu, ia membasahi bibirnya dan kembali melihatku, "Aku ingin mengajakmu ke pesta salah satu kolegaku. Tapi jika kau tidak bisa, aku tidak masalah datang sendiri."
Aku ber-oh ria dalam hati. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja aku sangat asing pada pesta semacam itu. Apalagi aku tidak paham apa yang mereka bicarakan. Mungkin jika aku bukan Jean maka semua akan berjalan mulus, tapi karena aku berada di tubuh Kylee, aku ragu.
"Bagaimana? Tidak bisa ya?"
Aku menimang permintaan Gavin, ia juga melihatku dengan mata penuh harap. "Aku tidak yakin... Kau tahu kan aku hilang ingatan."
Gavin tersenyum mengangguk, "Cukup temani aku saja, hanya sebentar kok aku janji."
Lantas yang hanya kulakukan hanya mengangguk mengiyakan permintaanya.
Jean's pov end
-to be continued-
Author'sTok tok tokKetukan pintu itu membuyarkan seorang gadis yang tengah larut dalam pikirannya. Berbagai pertanyaan berkecamuk saling bercamur menjadi satu.Gadis itu menepuk nepuk pipinya singkat,menyadarkan dirinya , lalu membuat sebuah kurva senyum sebelum seseorang itu masuk ke dalam kamarnya."Masuk Ray!" serunya dari dalam./cklek/Presensi pria berwajah manis itu kini menyebulkan kepalanya sebelum akhirnya menampakkan seluruh tubuhnya. Kylee tersenyum begitu pula Ray yang kini masuk menghampiri adik kesayangannya."Aku menganggumu hm?" tanya Ray kini duduk di tepi ranjang.Kylee menggeleng cepat,"Tidak kok, memang ada perlu apa?""Tidak ada, hanya sedikit khawatir denganmu. Kenapa tidak keluar kamar setelah jalan jalan dengan Jessi? Kau sakit?"Ray memang khawatir dengan Kylee. Semenjak kecelakaan itu dan perpisahan orang tuanya membua
Kylee atau Jean, gadis itu kini tengah mangut mangut mengerti mendengarkan celotehan Jessi. Semenjak jalan tadi mereka saling mengobrol ringan dan bercerita tentang banyak hal. Sesekali bernostalgia tentang masa lalu, tentu dengan cerita versi Jessi. Hingga kini mereka mengistirahatkan tubuh mereka di sebuah cafe dengan memesan beberapa makanan."Kami itu bersahabat baik, awalnya aku hanya murid pindahan di kelasmu. Sedangkan Hans dan Gavin di kelas yang sama. Bahkan kau yang mengajakku berteman dulu."Kylee mengangguk, sepintas ingatan tentang foto yang terpasang di meja kerja Gavin itu memungkinkan bahwa Hans yang memotretnya dan benar mereka sahabat baik. Hanya saja ada yang menggangg
Jean's (real Kylee pov) Flashback Sedihku sedikit terobati dengan kedatangan Hans yang pulang dari Belanda. Hans adalah sahabatku sewaktu masa SMA. Dia mengajakku jalan jalan seharian ini, sebenarnya aku malas namun mengingat bosan dirumah maka aku mengiyakan saja tawarannya toh sambari melepas rindu 4 tahun tak bertemu. Mobil kami sudah sampai di depan rumahku, aku terdiam sebentar. Rasanya malas saja harus memasuki rumah. Kulihat juga mobil Ayah dan Ibu terparkir di halaman rumah. Hingga tepukan dipundakku menyadarkanku dari lamunanku. Aku tersenyum mendapati dia juga tersenyum kearahku. "Masuklah." Aku menghela nafas kasar, "Apa kau tidak ingin mampir dulu?" kulihat dia mengrenyit samar. "Boleh?" Aku mengangguk cepat. "Baiklah, sekalian menyapa orang tuamu." ucapnya yang pada akhirnya kami keluar bersama menuju rumahku. Belum sampai dalam rumah aku mendengar samar-samar suara laki-laki dan wanita t
Ting tong"Ya sebentar." Ucap Jean dari dalam. Sebenarnya tadi ia sempat ragu jika akan membukakan pintu untuk tamu mengingat akhir-akhir ini baik kakaknya ataupun Gavin sangat overprotective dengannya. Terlebih sudah diwanti-wanti agar menjaga jarak dengan pria bernama Hans. Memang mencurigakan tapi ia tak ambil pusing, semakin ia diam semakin banyak hal yang tidak akan ia ketahui termasuk alasan mengapa jiwanya ada di Kylee. Jean bergegas membukakan pintu untuk tamu yang mengunjungi rumahnya. Walaupun sedikit bertanya-tanya, apa itu tamu kakaknya, tapi kenapa kakaknya tak berpesan padanya./cklek/Dilihatnya presensi seorang wanita cantik kira-kira seusia nya itu tengah tersenyum manis ke arahnya. Jean terdiam berfikir menatap lekat wanita di depannya itu, ia sungguh tak tahu siapa gerangan yang berdiri di depannya itu bersama laki-laki di belakangnya yang juga tengah tersenyum ke arahnya.“Kylee?” panggil wanita t
Lama tak berjumpa Kylee. Tangan Gavin meremas kuat gelas yang ia pegang. Pertemuan dengan seorang tak terduga itu tak pelak membuat kepalanya berdenyut hebat. Semalaman dia tak bisa tidur hanya memikirkan hal itu. Gavin menuang kembali wine yang sedari tadi entah berapa kali ia teguk, ia bahkan tak ingat rasanya. Sungguh sial, umpat Gavin. Ia menarik rambutnya frustrasi. Belum juga masalah satu kelar kini bertambah rumit. Satu tegukan terakhir, akhirnya dia berhenti. Tubuhnya beringsut berdiri, dengan gontai ia berjalan menuju ruang kerjanya. Ia dudukkan dirinya ke kursi kerja yang sering ia pakai, tangannya terulur meraih bingkai foto yang terakhir kali Kylee tanyakan. Kilas balik tentang masa lalu membuat hatinya berdenyut. Masa lalu yang membuat semua menjadi runyam saat ini, masa lalu yang membuat ia menyesal. Andai ia tak bertemu wanita dan pria sialan itu. Andai saja. "Gavin!! Gavin.,. Tunggu aku bisa jelaskan." ucap
Kylee sedari tadi memberengut kesal, ia mengecutkan bibirnya sembari wajahnya di tekuk kesal. Menatap pria di depannya itu yang sibuk mengolah bahan-bahan mentah di yang berjajar rapi. Setelah berhasil mengacau di depan alhasil ia bisa bertemu pemuda yang kini tak memperdulikannya, tidak pelak membuat dirinya geram setengah mati. Berbagai penawaran yang ia berikan tak ada yang mempan untuk pemuda keras kepala ini. "Kau masih tak percaya iya, ‘kan?" tanya Kylee kesekian kalinya. Pemuda itu melirik sekilas, ia menghela nafas berat. Pada akhirnya pemuda itu memilih mengalah dengan wanita kelewat sinting itu. "Tunggu di ruanganku. Setelah aku membereskan kekacauan mu aku akan menyusul." Ucap Brian yang dibalas dengusan keras dari Jean. Di ruang kerja Brian, Kylee mendengus beberapa kali. Mungkin jika terhitung ia sudah mengelilingi ruangan ini lima kali. Pemuda itu sungguh lama hingga Kylee dilanda kebosanan. Kini tungkai kakinya pun melangkah pada bangku kebesar