Share

Jatuhnya Sang Putri dari Pohon

Sebuah tamparan yang keras Selena daratkan di pipi Julia. Membuat semua orang yang ada di pesta teh tercengang. Bukan tanpa alasan, Selena geram karena diamnya justru dijadikan candaan. Julia, bangsawan menengah yang hadir di pesta itu menyiramkan seteko teh berisi air panas ke tubuh Selena.

Selena sebenarnya sangat enggan menghadiri pesta para bangsawan seperti ini jika bukan karena desakan Lynne. Baginya, tidak ada pesta menyenangkan. Karena topik yang dibahas hanyalah dirinya seorang ,yang dikatakan anak tiran dan anak tidak jelas. Padahal keluarga mereka juga menjilat kekuasaan ayahnya. Benar-benar munafik!

Wajah Julia pun menjadi merah padam. Bekas tamparan Selena begitu merah, bahkan melebihi merahnya pewarna pipi yang Julia gunakan. “K-kau...” Julia memandang Selena dengan tatapan penuh kebencian.

Selena hanya tersenyum sinis. “Anggap ini adalah pelajaranmu hari ini.” Ia lalu maju beberapa langkah, memandang tanaman bunga yang mengelilingi taman itu. “Kau mengandalkan status kebangsawananmu untuk menindas orang lain. Merasa paling mendominasi, dan berkuasa. Sampai lupa, bahwa di atas langit masih ada langit. Kau begitu angkuhnya sampai lupa memijak daratan, Julia.”

Selena berbalik dan menatap Julia. “Orang yang hanya mengandalkan nama keluarganya, belum pantas berhadapan denganku!” tegas Selena.

Julia masih memandangnya dengan tatapan kebencian. Ia merasa akan meledak mendengar ucapan Selena. “Kau ... apa bedanya denganmu? Kau bahkan menggoda para pangeran dari kerajaan lain. Bukankah kau begitu hina, Putri?”

Selena memang dekat dengan pangeran dari kerajaan lain, tetapi ia tak pernah benar-benar menerima mereka. Kecuali pangeran dari Evanthe yang merupakan tunangannya. Ia benar-benar memiliki perasaan spesial pada pemuda itu.

“Orang yang iri, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa berdiri di puncak. Ia hanya akan semakin tenggelam dalam kekhawatiran dan ketakutannya sendiri. Julia, jika kau memang tertarik dengan salah satu dari mereka, kenapa kau  tidak menanyai mereka langsung, apakah mereka mau bersanding dengan gadis berhati kotor sepertimu?”

Julia mendengkus kesal. Ia melengos dan mengeratkan giginya karena murka.

Selena tersenyum karena merasa berhasil menjatuhkan keangkuhan dari gadis yang masih ada di hadapannya. Ia lalu berbalik dan berjalan kembali. “Ayo, Lyn kita pulang.”

Lynne―pelayan setia yang mengurusi Selena sedari kecil langsung mengekor di belakang Selena. Kereta mereka pun pergi, meninggalkan pesta teh yang menjadi kacau itu.

Sementara itu di dalam kereta, Lynne memandangi Selena yang tampak bengong. “P-putri ... maaf. Jika saja aku tidak memaksamu untuk datang, semua ini pasti tidak akan terjadi.”

Selena memandangi wajah Lynne yang terlihat lesu. “Kau tidak perlu minta maaf. Mereka memang seperti itu. Sudahlah lupakan. Aku ingin cepat pulang dan mengobati punggungku.”

Lynne pun semakin merasa bersalah. Ia masih menatap dengan cemas ke arah Selena.

“Kau jangan melaporkan masalah ini pada ayah. Aku hanya tidak ingin menambah beban untuknya. Dia sudah cukup lelah dengan urusan istana.”

Lynne mengangguk pelan. “B-baik, Putri.”

Kereta yang mereka tunggangi pun melaju menuju istana dengan cepat. Setibanya di Istana Setibanya di kamar, Selena buru-buru melepas bagian atas gaunnya. Ia membalikkan punggungnya hingga bisa terlihat di depan cermin.

Tidak berapa lama kemudian, Lynne datang membawa mangkuk berisi obat. “Putri, biar aku oleskan obatnya ke punggungmu.”

Selena mengangguk. Ia lalu duduk di kursi depan cerminnya.

Obat yang dioleskan Lynne terasa dingin ketika menyentuh kulit Selena yang tadi terkena teh panas.

“Obat ini akan membantu mendinginkan kulitmu yang terkena air panas. Semoga saja tidak melepuh dan meninggalkan bekas luka.”

“Kenapa kau begitu khawatir, Lyn?” tanya Selena.

“Kau adalah seorang putri. Tentu saja aku khawatir denganmu.”

“Apa kau khawatir kalau tidak akan ada lelaki yang tertarik padaku karena luka ini?” 

“E ... i-itu...” Lynne tergagap karena pertanyaan Selena.

Selena menghela napas. “Tidak perlu mengkhawatirkan luka ini, Lyn. Seseorang yang mencintai dengan tulus, akan menerima kekurangan orang yang dicintainya juga. Semua orang tentu lebih suka pada sebuah kelebihan, sangat jarang yang mau menerima kekurangan. Hanya mereka yang benar-benar tulus yang bisa menerima itu.”

Lynne merasa kagum dengan Selena. Ia tak menyangka bahwa putri anehnya itu bisa berkata manis dan bijaksana. “Kau benar putri. Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Apa kau akan balas dendam pada Nona Julia itu?”

Selena mengedikkan bahunya. “Entahlah. Yang jelas, aku ingin istirahat sekarang.”

“Kalau begitu, aku undur diri, Putri. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil saja aku.” Lynne mengundurkan dirinya. 

Selena mengangguk. Lynne kemudian keluar dan meninggalkan Selena di kamarnya.

Setelah kepergian pelayan itu, Selena merebahkan tubuhnya dengan posisi miring, menghindari obatnya menempel di seprei, juga demi mengurangi rasa sakitnya. Kini, ia sendiri. Kamarnya yang luas terasa begitu hampa dan hening. Hatinya merasa lelah, dan kesepian hingga ia terlelap begitu saja.

••0••

Lucas, Delmar, Calvin, dan beberapa orang terpilih memasuki asrama ksatria. Lucas pun langsung merebahkan tubuhnya begitu mendapati ranjang kosong. Ia menjadikan kedua tangannya sebagai bantalan kepala.

Calvin terduduk di tepi tempat tidurnya di sebelah Lucas. “Hei ... apa kau risau karena besok harus mulai bertugas?” tanya Calvin pelan.

“Bisa dibilang begitu.”

“Tidak biasanya seorang Lucas gugup,” imbuh Delmar. “Apa ini gara-gara putri itu?”

Lucas terduduk begitu mendengar ucapan Delmar, kembali tersenyum meremehkan. “Untuk apa aku gugup dengan putri itu. Aku hanya gugup karena akan mulai menjalankan rencana. Sudahlah, sebaiknya istirahat agar tidak kesiangan besok.”

••0••

“P-putri! Apa yang kau lakukan? Cepat turun!” Lynne terlihat panik ketika melihat Selena berada di atas pohon. 

Selena acuh dengan ucapan Lynne. Ia masih fokus memanjat beberapa dahan pohon di halaman dalam istananya. Selena bermaksud meletakkan kembali anak burung yang jatuh dari sangkarnya. 

“Akhirnya sampai juga di sini,” ucap Selena ketika mendapati dirinya berada hampir di pucuk pohon. Ia tertawa ketika melihat Lynne berada di bawah pohon sedang mencemaskannya. 

“Aku tidak apa, Lyn. Aku akan baik-baik saja. Kau tunggulah di bawah,” teriak Selena dari atas pohon.

Lynne menatap cemas Selena. Ia berulang kali memerhatikan sekeliling, khawatir jika Kaisar Sirius tiba-tiba datang ke sana. “Putri... Cepatlah! Bagaimana kalau ada bangsawan lain yang melihatmu ada di atas sana?”

Selena paham dengan ucapan Lynne. Ia khawatir kalau image-nya sebagai seorang putri raj rusak karena perilaku selengeannya. Akan tetapi, lagi-lagi dia acuh. Ia hanya fokus pada anak burung yang bulunya belum tumbuh di tangannya. 

“Kau sebaiknya hati-hati. Tunggu ibumu kembali, dan jangan nekat.” Selena meletakkan kembali burung itu di sarangnya dengan lembut. Senyum simpul terlukis diwajah cantiknya.

Tidak jauh dari sana, terlihat Lucas bersama Tristan mengunjungi Istana Sapphire. Tristan memandu Lucas yang mulai bertugas hari ini.

“Ini adalah tempat tinggal Putri Selena. Kau akan bertugas di sini,” kata Tristan.

Lucas menganggukkan kepalanya. Ia lalu memandangi halaman istana itu, dan melihat seorang wanita berbaju pelayan tengah berdiri dengan raut cemas di bawah pohon.

“Wanita itu ...” kata Lucas yang tak melanjutkan ucapannya.

“Dia adalah Lynne. Pelayan yang selalu berada di sisi putri. Sama sepertiku yang selalu ada di sisi Yang Mulia, Lynne adalah orang kepercayaan Selena. Mulai hari ini, kau bisa berkoordinasi dengannya.”

Lucas kembali mengangguk patuh. 

Tristan kemudian memanggil Lynne yang masih menunggu Selena turun dari atas pohon. “Lynne!” teriaknya.

Lynne yang mendengar namanya dipanggil langsung menoleh ke arah sumber suara. Melihat Tristan berdiri di sisi taman Istana Sapphire, Lynne berlari mendekatinya. 

“Ada apa?” tanya Lynne.

“Dia adalah Lucas, ksatria terpilih untuk melindungi putri. Mulai hari ini dia bertugas. Kau bisa berkoordinasi dengannya,” terang Tristan.

Lynne mengangguk pelan.

“Kalau begitu, aku pergi dulu. Masih ada hal yang perlu diurus.” Tristan langsung meninggalkan Lynne dan Lucas. Ia memang orang yang dingin. Seperti halnya raja, Tristan itu seperti kloningnya.

Kini tinggalah Lynne dan Lucas.

Lucas mengamati Lynne sekilas. “Di mana putri? Aku belum tahu dia orang seperti apa?”

Lynne terlihat gugup. Ia hanya meremas jari-jari tangannya. Sesekali netranya menuju pada pohon dengan tinggi empat meter di sudut kanan halaman itu. “Dia ada di sana.” Akhirnya setelah memantapkan hatinya, Lynne menunjuk ke arah pohon tempat Selena berada.

Kedua alis Lucas bertaut. Ia sudah pasti sedang bingung. Batin dan pikirannya mencoba menerka maksud dari ucapan Lynne. Untuk memastikannya, Lucas berjalan menapaki karpet hijau alami. Menuju ke arah pohon yang ditunjuk Lynne.

Sesampainya di bawah pohon itu, Lucas mendongakkan kepalanya dan melihat seseorang dengan gaun ala victoria tengah duduk di atas dahan pohon. “Jadi ini putri yang terkenal kecantikannya itu? Sungguh ... berbeda sekali ekspektasinya,” batin Lucas yang kaget melihat tingkah putri yang harus dijaganya.

Selena menyadari kedatangan seseorang. Ia melihat ke bawah. “Siapa orang itu?” tanyanya dalam hati. Saat Selena akan turun, tiba-tiba saja ranting yang diinjaknya patah.

“Uwahhhh!” Selena berteriak karena tubuhnya hilang keseimbangan. Jantungnya terasa seperti akan melompat keluar. Gaunnya robek tersangkut beberapa ranting yang dilewatinya. Ia memejamkan matanya, sambil berharap bisa mengurangi rasa sakit akibat terjatuh dari pohon empat meter itu.

“Eh, kenapa tidak sakit?”

“Kalau kau mau mati, sebaiknya jangan merepotkan orang lain.”

Selena terpaku pada suara itu, matanya pun dibuka. “K-kau siapa?” tanyanya dengan nada tinggi.

“Aroma ini ...” Tiba-tiba batin Lucas masih menerka sesuatu dengan sebuah aroma tak asing yang melintasi indra penciumannya. “Rasanya aku pernah mencium bau ini. Tapi... Di mana?” batin Lucas.

Keduanya lalu saling adu pandang dalam diam. Tidak, sampai Lynne datang mendekati mereka berdua.

“Putri ... Sudah kubilang bukan? Kalau saja Ksatria Lucas tidak datang, tulangmu sudah pasti patah,” katanya dengan nada khawatir.

Selena hanya terdiam. “Rupanya dia ksatria yang ditugaskan menjagaku. Ck! Ini sangat memalukan,” batin Selena. Ia yang masih berada di tangan Lucas ala bridal style berdeham. “Ehem...  bisakah kau turunkan aku?” 

Tanpa menunggu pengulangan aba-aba, Lucas langsung menarik tangannya dan membiarkan tubuh Selena terjatuh ke atas rumput begitu saja.

“Aw!” pekik Selena. Selena kini benar-benar terjatuh. Meski tidak terjatuh dari tempat yang tinggi, ini tetap cukup untuk membuat pantatnya terasa sakit. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang meringis menahan sakit.

Lynne yang menyadari perilaku Lucas hanya bisa melongo. Terdiam mematung.

Selena yang teronggok di atas tanah lantas mendongak dan menatap Lucas dengan pandangan tajamnya. “Kau ini tidak mengerti ucapanku ya?” bentak Selena.

“Kau tadi bilang minta diturunkan. Jadi langsung kuberikan cara yang paling cepat.” Lucas tidak memandangi Selena. Ia berkata dengan cueknya dan netra yang memandang bebas ke sisi taman lainnya.

Kening Selena berkerut dalam. Ia lalu bangkit seraya mendengkus, dan berjalan cepat meninggalkan Lucas.

"Dasar ksatria sialan!"

Lucas hanya tersenyum puas melihat kekesalan Selena. Kini ia mengekor pelan di belakang Selena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status