Share

Ksatria untuk Selena

Masih jelas dalam ingatan Selena bagaimana ayah dan ibunya sempat bertengkar mengenai tahta. Meski pun ia tidak tahu pasti apa yang mendasarinya sampai hal itu harus terjadi.

“Kau ingin mengudeta raja ?" ucap Ilse seolah tak percaya. "Apa salahnya sampai kau berniat demikian? Bukankah dia adalah kaisar yang baik?” Ilse dipenuhi dengan amarah saat ini. Napasnya memburu. Terasa begitu sesak, seolah ada yang meluap dari dalam dirinya. “Aku sudah cukup bahagia dengan kehidupan yang seperti ini, Sirius,” tambahnya lagi.

Sirius masih dengan ekspresi datarnya. Seolah tidak merasa bersalah atas amarah Ilse. “Kau tidak mengerti, Ilse. Aku benar-benar tidak punya pilihan lain,” ucap Sirius dengan suara rendah. Ia masih berusaha mempertahankan pendiriannya, tidak peduli betapa pun kerasnya Ilse menolak.

“Kau yang tidak mengerti aku, Sirius. Kau selalu saja bertindak semaumu, tanpa berkata apa-apa dulu padaku.” Cairan bening nan hangat perlahan luruh dari sudut maniknya. “Aku hanya takut kehilanganmu.” Ilse tak lagi mampu membendung air matanya. Isaknya pecah. Semua mengalir begitu saja bersamaan dengan harap yang nyaris putus.

Mereka adalah sepasang manusia yang punya ketakutan besar akan kehilangan, terlebih orang yang begitu penting bagi hidupnya. Namun, takdir seolah mencoba mempermainkan mereka dengan angin kencang yang menerpa. Membuat mereka harus  memilih di antara pilihan yang sulit.

Sirius mengembuskan napasnya―seolah sedang melepaskan beban yang begitu berat. Ia pun kembali berkata dengan gamblang seraya menatap istrinya yang memang penuh pesona itu. “Aku juga takut kehilanganmu, Ilse." Pria itu mengalihkan pandangannya. "Tapi aku harus tetap menjadi raja.” 

Sebagai panglima perang yang membawa begitu banyak kemenangan, Sirius selalu melakukan apa yang dikatakannya. Lisannya adalah mutlak. Ilse sekali pun tidak akan mampu menghentikannya, sebanyak apa pun ia memohon.

Sirius hanyalah seorang manusia yang sulit mengungkapkan perasaannya. Ia memilih menyimpannya sendiri dari pada mengutarakannya, termasuk alasan ketika ia kekeh ingin menjadi raja. Singkatnya, ia hanya ingin bisa menjadi bayangan yang melindungi orang terkasihnya dengan kekuatan terkuat di negeri ini. Baginya, itu adalah perlindungan paling aman bagi keluarganya. Walau ia sendiri juga tahu, sekalinya terjerat ia tidak akan bisa lepas dan hanya akan tenggelam semakin jauh.

Ketika Sirius naik tahta menjadi raja, senyum ibu Selena seolah menghilang. Ia punya banyak permata indah, ia punya gaun mewah, istananya juga megah. Namun, semua seolah bukan apa-apa untuknya. Karena harapnya telah diputuskan oleh suaminya sendiri.

Ilse memang bukan dari kalangan bangsawan. Ia yang terbiasa hidup dengan kebebasan dan kesederhanaan menjadi seperti burung dalam sangkar begitu Sirius menaiki tahta. Berulang kali Sirius membujuk Ilse, tetapi berulang kali juga Ilse mengabaikannya.

Selena yang baru berusia lima  tahun kala itu masih belum bisa melakukan apa pun. Ia selalu menemui ibunya dengan polos. Ia menyayangi ibunya, pun dengan ayahnya. Ia hanya ingin ayah dan ibunya bisa kembali seperti dahulu.

Pun dengan saat ini. Ia berharap bahwa ayahnya kelak akan kembali menjadi sosok yang hangat.

••O••

“Bagaimana dengan persiapan penerimaan ksatria?” tanya Sirius dari balik meja kerjanya.

“Semuanya sudah siap, Yang Mulia. Dua pekan lagi calon ksatria akan memasuki istana kekaisaran untuk menjalankan serangkaian tes.”

Sirius hanya mengangguk pelan. “Lalu, bagaimana dengan investigasi mengenai aliansi pemberontak itu?” 

   

“Belum ada petunjuk pasti tentang itu. Tapi kami masih berusaha menyeledikinya. Ada informasi kalau mereka selalu berpindah-pindah tempat ketika melakukan pertemuan. Selain itu, aku mendengar desas-desus yang lain, Yang Mulia.”

Sirius menautkan alisnya. “Desas-desus?”

“Belakangan ada seseorang yang membantu rakyat jelata di wilayah kerajaan ini. Ia misterius karena bersembunyi di balik jubah dan topeng hitamnya. Orang-orang memanggilnya sebagai Neere.” 

“Neere?” Sirius terheran mendengar kabar itu. “Siapa lagi orang ini? Apakah dia mencoba menjadi pahlawan untuk menantangku?” batin kaisar.

“Yang Mulia, aku merasa bahwa kasus pencurian di kediaman Rasmus ada hubungannya dengan Neere.”

Sirius terdiam sejenak  dalam pikirannya. "Memang ada kemungkinan seperti itu. Kalau begitu, kau bisa melanjutkan investigasi mengenai masalah-masalah ini,” titah Sirius.

“Baik, Yang Mulia.” Orang berbaju zirah yang bernama Tristan itu pun pergi meninggalkan ruangan raja. Ia adalah ksatria yang terus berada di sisinya. Bahkan saat kaisar belum naik tahta, ia sudah menjadi rekannya saat di medan tempur.

Sirius kembali menghela napasnya yang terasa begitu berat. Ia hanya duduk menyandar di kursinya, dengan pandangan yang mengawang bebas di langit-langit ruangan.

“Neere ya?” lirih kaisar.

••O••

“Ada apa Selena? Tumben sekali kau datang menemui Ayah?”

“Ayah, apa maksudnya dengan pemilihan ksatria itu?” kata Selena dengan langsung pada poinnya.

“Ini untuk keselamatanmu, Selena. Terlebih, sebentar lagi perayaan tahunan akan dimulai. Ayah takut jika sewaktu-waktu ada bahaya yang mengancammu. Makanya ayah melakukan pemilihan ksatria ini,” jelas Sirius santai.

“Ayolah! Kita sudah melewati ini bertahun-tahun. Nyatanya aku masih baik-baik saja sekarang."

“Tapi sekarang berbeda, Selena. Ada aliansi pemberontak yang sudah mulai bergerak. Ayah mengkhawatirkan keselamatanmu.”

Selena mendecak. Ia menyilangkan kedua tangannya. “Aku bisa menjaga diriku sendiri Ayah. Aku bisa bertarung, berkuda, dan memainkan pedang. Apa lagi yang Ayah khawatirkan?”

“Ayah sangat tau itu. Tapi kau tidak mengerti seperti apa mereka, Selena. Jadi, Ayah minta kau tidak menolaknya lagi.”

“Ayah ‘kan tahu, kalau aku tidak suka terus diikuti? Melihat para pelayan itu mengekor dibelakangku saja aku merasa risi. Ini ... malah akan bertambah lagi?” Selena membuang muka kesalnya. Biasanya ayahnya itu akan menuruti semua inginnya. 

“Selena, Ayah juga tau kau tidak menyukainya. Tapi ini demi kebaikanmu. Ayah tidak bisa selalu di sisimu untuk menjagamu.” 

“Tapi kalau kau memang tidak menyukainya, Ayah akan menghentikan pemilihan ini. Dan, akan meminta Tristan menjagamu,” ucap Sirius lagi.

Selena tidak percaya dengan ucapan ayahnya barusan. Gadis itu terdiam. Pandangannya tertuju pada tumpukan dokumen yang ada di meja kerja ayahnya. “Jika Tristan menlindungiku, lantas siapa yang akan melindungi Ayah?” tanya Selena dalam hati.

Selena pun menghela napas panjang. “Ayah, kau tidak perlu melakukan itu.” Ragu-ragu gadis itu kembali bersuara. “Biarkan Tristan tetap menjagamu.”

Giliran Sirius menghela napas panjang. “Baiklah. Sesuai dengan keinginan putriku.”

“Kalau begitu, aku akan kembali ke istanaku. Jaga dirimu, Ayah. Jangan lupa makan dan istirahat,” pesan Selena. Baru sampai di depan pintu, Sirius mengiterupsi Selena.

“Besok dia akan mulai bertugas.”

Selena berbalik cepat. Matanya membola dengan mulut ternganga. Mirip orang tolol. “A-apa?”

   

••O••

Dentingan champagne glass berisi sampanye terdengar memenuhi ruangan di salah satu sudut Klaas―kota terpencil kerajaan Blazias. Di sana ada sekerumunan orang yang sedang merayakan sesuatu.

 “Lucas, akhirnya tujuanmu semakin dekat. Kau terpilih jadi ksatria sang putri,” kata seorang pemuda berambut mahogany.

Pria berambut hitam pekat dengan mata biru terang yang disapa Lucas itu tersenyum, setelah menyesap minumannya. “Kau benar, Delmar.”

“Hei, kudengar, putri raja terkenal karena kecantikannya.” Pemuda berambut pirang dan dikucir itu kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Lucas. “Mungkin, kau bisa membawanya ke pelukan atau bahkan ke ranj―aduh!”

Belum habis pemuda itu berucap, tangan Delmar lebih dahulu memberinya pelajaran. “Singkirkan pikiran mesummu itu, Calvin!”

Pemuda yang disebut Calvin hanya cemberut seraya mengusap kepalanya yang dipukul Delmar. Sementara Lucas, pria itu mengulas senyum di wajah kakunya.

“Itu tidak akan pernah terjadi.” Ucapan Lucas menarik atensi Calvin dan Delmar. “Bagaimana mungkin aku menjalin hubungan dengan orang yang masih punya hubungan darah dengan musuhku? Itu menjijikkan.” Lucas menyesap habis minumannya.

“Bagaimana kalau kau justru jatuh dalam jerat dan jatuh cinta padanya?” tanya Calvin yang langsung dihadiahi jitakan lagi oleh Delmar.

“Jatuh cinta?” Lucas tersenyum meremehkan. “Itu tidak akan pernah terjadi, dan aku ... tidak akan pernah jatuh cinta padanya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status