Share

7. ke tempat mertua

*

"Mas akhir pekan ini aku ke rumah ibu mertua ya, aku berencana untuk pergi di hari Jumat dan kembali Minggu sore." Begitu yang kuucapkan saat kami sedang makan malam di meja bersama kedua anak kami.

"Kok tiba tiba? biasanya kamu paling malas diajak nginep di rumah orang, katanya kamu lebih nyaman di rumah sendiri."

"Kamu nggak ingat Mas, kalau aku kepikiran ibu mertua kemarin. Aku jadi membayangkan hari tua yang sepi tanpa anak dan cucu, demi menghindari Karma demikian, aku ingin menjadi menantu yang lebih baik," jawabku kepadanya.

Padahal sebenarnya aku sedang mencari alasan agar aku bisa meninggalkannya dan memberi dia kesempatan untuk leluasa bercinta dengan si misterius itu.

Aku akan mengantar anak-anak ke rumah ibu mertua tapi secara diam-diam aku akan menguntit suamiku. Aku yakin 100% selama tidak ada aku di rumah lelaki itu tidak akan berdiam diri. Dia pasti akan keluar, seperti biasa pergi main tenis atau memancing,atau mungkin pergi menemui orang yang bilang kangen padanya.

Katanya kalau jatuh cinta itu dunia terasa milik berdua, jadi karena mereka sedang dimabuk asmara, kuyakin mereka tidak akan bisa menahan rindu yang menggebu-gebu selama berhari-hari.

Aku akan mengikuti suamiku diam diam, bila perlu aku akan membeli penyadap mikro di online shop untuk memasangnya di mobilnya agar aku tahu posisi real timenya. Ya, aku mendadak jadi mata-mata untuk keluargaku sendiri, siapa sangka situasinya akan jadi rumit dan aku terjebak dalam kepusinganku sendiri.

"Kau yakin mau pergi? Lalu siapa yang akan menemaniku di rumah."

"Sudahlah, jangan manja, selama hidup di dunia ini kita harus membagi waktu pada orang tua. lagi pula kau pasti bisa menjaga dirimu sendiri, itu hanya 3 hari."

"Ya Tuhan, aku akan sangat merindukanmu...," ucap lelaki itu sambil menggenggam tanganku di depan kedua anakku. Aku hanya tersenyum seasannya.

Sebenarnya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang chat mesranya mungkin aku akan merasa tersanjung dan tidak tega meninggalkannya. Namun belakangan, saat tahu bahwa semua itu sandiwara, hati ini merasa kecut dan semua yang dilakukannya terasa hambar di mataku.

Tanpa diinginkan hatiku kehilangan rasa, perlahan tapi pasti semua perasaan ini berubah.

"Aku rindu kamu," ucapnya sambil mendekat di wajah untuk menciumku tapi aku berpaling dari dirinya.

"Kamu lho... Suami lagi kangen malah berpaling, aku nih capek dari rumah sakit..."

"Iya, nanti dicium, gak enak sama anak," jawabku sekenanya, aku bahkan jadi kesulitan untuk menyunggingkan senyum di hadapan mas Widi. Situasi di meja makan mendadak jadi canggung karena mas Widi langsung terdiam.

Sejujurnya, sejak kapan aku dan dia canggung di hadapan anak-anak untuk saling memberikan cinta? Mungkin ucapanku yang barusan tadi terdengar tidak masuk akal dan aneh, mungkin, kemarin aku begitu cinta dan tergila-gila padanya hingga ketika aku tahu bahwa dia berselingkuh rasa itu seolah tidak berjejak di hatiku. Kurasa ia menyadari keanehan itu.

*

Sejak penolakanku di meja makan tadi sepanjang malam Mas Widi hanya terdiam, ia seolah menyadari bahwa aku berubah atau mungkin sedang marah. Aku sendiri juga bungkam dan tidak hendak merayu atau mengambil hatinya agar dia tidak curiga. Aku malas, aku enggan berpura-pura demi mengambil hati orang yang menghianati istrinya. Percuma.

"Kenapa kau terus diam?" tanyanya saat menghampiriku ke tempat tidur, aku yang sedang memunggunginya hanya bergeming sambil memeluk bantal.

"Apa kau marah? Apa uang yang kuberikan kemarin sudah habis."

Aku hampir tertawa miris karena mungkin dia merasa uang adalah segala-galanya, uang adalah sesuatu yang akan menghibur dan membuatku bahagia. Sebanyak apapun dia memberiku uang kalau dia telah menipuku maka semua yang ia berikan tidak akan ada artinya di mataku. Aku ditipu habis habisan.

Namun, yang namanya hati seorang Istri selalu berusaha menimbang-nimbang dampak dan kemungkinan, juga selalu menimbang kebaikan dan jasa suaminya. Meski aku sudah melihat jelas bukti perselingkuhan di depan mata, aku masih terus membayangkan kemungkinan yang lain bahwa itu hanya kebetulan dan tidak disengaja.

Tapi, mau bilang tidak sengaja ... tidak mungkin Mas Widi dan si pengirim uang itu melakukan transfer dalam keadaan tidak sadar dan tidak sengaja, kalaupun tidak sengaja itu pun hanya sekali, tidak mungkin ratusan kali.

Aku benar-benar ingin bertanya langsung tapi kalau aku bertanya, dia akan menghilangkan bukti dan pasti saja dia berkelit. Mana ada pencuri mengaku mencuri, mana ada penjahat mengaku, kalau mereka mengaku, maka penjara akan penuh.

"Kok masih diam?" Dia mengecup bagian tengkukku dan berusaha menarik diri ini agar aku membalikan badan dan sejajar dengan dirinya. Aku enggan, bukan main malasnya.

"Sudahlah aku mau tidur, besok aku mau berangkat ke rumah ibu mertua pagi-pagi bersama anak-anak."

"Sebaiknya siang saja berangkatnya, sekalian jemput anak ke sekolah."

"Tidak mau!" jawabku yang untuk pertama kalinya menolak keinginan lelaki itu. Mungkin aku terdengar kasar, tapi sudahlah, aku tidak peduli lagi.

Mungkin dia berpikir aku agak aneh tapi terserah saja, aku lebih memilih fokus pada apa yang akan kurencanakan dibanding aku memikirkan perasaannya, untuk apa memikirkan dia, dia saja tidak memikirkan perasaanku.

*

"Hati-hati ya," ucapnya saat aku dan anak-anak berangkat menggunakan motor. Rencananya akan kudrop mereka di sekolahan, lalu aku akan langsung ke rumah ibu mertua. Dari rumah ibu mertua nanti aku akan pergi ke rumah sakit untuk melihat kegiatannya.

"Makasih," jawabku singkat.

"Dih dingin amat, mana ciumnya?" godanya, aku menciumnya tapi ciuman itu hanya sebatas menempelnya permukaan bibir dengan bibirnya, Aku sama sekali tidak antusias atau punya perasaan dengan kecupan barusan.

Akan ku antar putra-putriku dan kutemukan jawaban untuk setiap pertanyaan itu.

*

Sore harinya aku melihat GPS tracker yang sudah kupasang di mobilnya saat ia tidur malam tadi. Aku bisa memantau kinerja alat itu dari aplikasi yang sudah kuinstal di ponsel, aku memperhatikan jejak langkah suamiku yang pergi ke land permainan tenis. Itu adalah kegiatan mingguannya jadi seharusnya aku tidak perlu resah.

Tapi untuk membuktikan keresahan itu aku kemudian berinisiatif menyusulnya. Kutitipkan anak-anak pada ibu mertua dengan alasan aku akan pergi ke rumah sepupu, kupacu motorku menuju tempat main tennis suami dan rekan dokternya.

Rupanya di sana sudah sangat ramai dengan orang-orang yang akan bermain tenis, ada beberapa wanita yang juga ikut mengantri.

Nah, Kalau begini aku kan bingung yang mana orangnya, lagi pula dari mana aku tahu siapa dan yang mana yang mengirimkan pesan untuk suamiku.

Meski ada begitu banyak dokter dan orang orang secircle dengan dia di sana, tapi ....ah, sudah. Mungkin itu orangnya wanita yang memakai topi dan rok pendek berlipit serta kaos kaki panjang itu, sejak tadi ia terus mengikuti mas Widi dan berusaha bicara padanya. Kurasa aku harus diam-diam mengambil ponsel suami lalu pura-pura transfer uang.

Oh iya, ada sesuatu yang tidak kusadari sejak awal, bukankah transfer bank berlogo putih biru yang cukup terkenal di Indonesia itu, punya daftar transfer, daftar nama-nama akun yang sudah didaftarkan lebih dahulu sebelum melakukan pengiriman uang? Binggo! aku akan lama mendapatkan nama si misterius itu dari sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status