Merasa tak enak jika harus terus menolak permintaannya. Aku terpaksa mengiyakan saja. Lagi pula cuma sebentar saja, beberapa menit kemudian aku akan segera pamit pergi.Rama keluar dari kamar yang aku tempati setelah mendapat panggilan telpon dari seseorang. Sedangkan, Nenek Aletta masih tetap setia menemaniku.Seorang pelayan datang membawa beberapa buah-buahan segar lengkap dengan segelas susu hamil di atas nampan."Ini, Nyonya," ucap pelayan sambil menaruh buah-buahan segar itu di atas nakas."Iya, silahkan kamu kembali ke belakang," kata Nenek Aletta.Dia mengangguk sambil pergi. Nenek Aletta mengambil buah apel dengan sebuah pisau kecil. Dia mengupasnya sendiri. "Kamu minumlah dulu susumu selagi hangat, tadi Nenek menyuruh pelayan untuk membeli susu hamil di toko terdekat, sambil menunggu buahnya Nenek kupas, kamu minum susu dulu," kata Nenek Aletta seolah berbicara dengan cucu sendiri. "Tidak usah Nek, biar Amira saja yang mengupasnya." Aku mengambil apel beserta pisau di tang
~~ POV Razan ~~"Nih, asuh anak kamu, aku mau shoping dulu!" kata Nita sambil menyerahkan Farel yang menangis histeris padaku yang tengah duduk santai menonton tv."Nit, kamu kok malah shoping terus sih?" tanyaku tak suka dengan sikapnya yang tidak sopan."Aku mau cari udara segar, suntuk, bosan juga di rumah terus. Ngurusin anak tuh capek, aku butuh merefresh otak biar gak gila!" jawabnya yang makin hari makin ngelunjak saja."Kenapa gak sambil kamu bawa aja Farel jalan-jalan? Dia juga pasti bakal seneng kalau di bawa jalan-jalan," balasku berdiri mengayun-ayun putraku yang masih menangis."Itu namanya bukan merefresh otak Mas! Sama aja enggak, kalau bawa dia keluar, aku kan pengen me time!" jawab Nita sambil merapikan rambutnya yang bergelombang sehabis perawatan dari salon kemarin."Dari tadi kan Farel di asuh sama Bi Darmi, kok jadi kamu yang capek, banyak alasan terus kalau mau keluar rumah, selalu aja Farel yang jadi alasannya. Selalu aja beralasan capek ngurusin Farel." Ujarku
~~ POV Razan ~~Berbekal dengan sebuah aplikasi pelacak aku bisa menemukan keberadaan Nita sekarang. Aku masih berdiam diri di mobil untuk memastikan kebenaran orang yang kini berada di sebuah butik itu memanglah dia.Lama aku mengintainya, tak ada yang aneh dari sikap Nita. Dia terlihat senang sekali saat memilih beberapa baju. Aura kebahagiaan terpancar di wajahnya. Aku juga tersenyum saat melihatnya begitu bahagia. Tapi, seketika senyumku sirna saat melihat ada seorang pria yang kini tengah berdiri di belakang istriku. Ku amati dengan jelas perawakkannya yang tinggi, wajahnya tak jelas karena dia mengenakan masker dan topi berwarna hitam.Sesekali Nita tersenyum melirik ke arahnya seakan tengah meminta saran untuk baju yang dia pilih."Siapa sebenarnya laki-laki itu?!" tanyaku pada diri sendiri dengan tangan mengepal.Ku perhatikan terus Nita dari balik kaca mobil. Dia keluar dari butik itu sendirian tanpa laki-laki tadi."Kemana laki-laki itu?" gumamku sambil mengedarkan pandanga
"Bahkan kamu tidak tahu kalau aku sekarang sedang mengandung anakmu Mas! Tapi, kamu malah menceraikan aku tanpa alasan yang jelas, semoga kamu tidak menyesal suatu saat nanti sudah memilih orang yang salah!" ujar Amira membuat langkahku terhenti."Itu cuma akal-akallan dia saja Mas, biar kamu kembali minta rujuk!" hasut Sabrina padaku. Aku menoleh ke arah ke arah Sabrina lalu pergi begitu saja meninggalkan rumah yang selama ini selalu aku rindukan tapi enggan untuk aku mendatanginya.**********Sekian lama aku dan Sabrina mengasuh Farel bersama di rumah. Meski sudah ku suruh pulang, Sabrina tetap menolak. Dia lebih suka bermain bersama Farel karena dia bilang tak ada guna di rumah sendirian."Ini uang buat kamu karena sudah menjaga Farel seharian ini, anggap saja ini imbalan dariku, maaf cuma sedikit," ucapku setelah hari sudah sore saat Sabrina akan pulang."Tidak usah Mas, lagi pula aku seneng kok bisa bantu jagain Farel, kapan-kapan hubungin aku aja ya, kalau kamu butuh jasa baby s
~~ POV Amira ~~Setelah istirahat sejenak di rumah, aku menjadi tak sabar ingin segera memberitahu Mamah Rani tentang kehamilanku. Selama delapan tahun ini dia sudah sangat menantikan kehadiran cucu pertama dariku. Mamah Rani pasti akan sangat senang ketika mendengar kabar ini. Dengan jasa taxi online, aku sudah sampai di kediaman Mamah Rani yang terlihat sepi.Saat membuka pintu, ku lihat Farel tengah merangkak sendiri tanpa ada yang mengawasi. Karena khawatir aku segera menggendongnya sambil memanggil satu persatu orang di rumah itu namun tak ada yang menyahut."Mas! Mamah! Bibi!" semuanya ku panggil satu persatu sambil mencari keberadaan mereka yang tak ku temukan di rumah itu."Pada pergi kemana ya? Kok Farel di tinggal sendirian?" gumamku.Setelah lama menunggu, akhirnya aku memutuskan untuk memnawa Farel ke rumah. Sebelum sampai ke rumah, aku menyempatkan diri membeli makanan untuk Farel karena mungkin saja dia akan lapar nantinya.Namun sayang sekali, baru saja aku menyuapinya
Kak Nita memegang pipinya sambil terus menatapku nyalang. "Ini bukan kesalahanku, aku juga ingin di cintai, selama ini kamulah yang selalu merusak mimpiku Amira!" bentaknya hendak menamparku tapi seseorang memegang tangannya.Hap!Sontak kami menoleh ke arah pemilik tangan itu. "Rama!" ujarku lirih."Ada keributan apa ini?" tanya Rama sambil melepas tangan Kak Nita."Tidak ada, sebaiknya kamu istirahat dulu ya Nak, Mamah bantu kamu ke kamar," ucap Mamah Rani hendak mengiringku ke kamar tapi Rama mencegahnya."Tunggu dulu Tante, seharusnya jika ada masalah, selesaikan secara baik-baik di sini, jangan bawa Amira ke kamar dulu," cegah Rama."Dia sedang hamil Rama, dan kehamilannya lemah, tidak seharusnya dia meladeni pelakor tidak tahu diri!" jawab Mamah Rani membuat Rama menoleh ke arah Kak Nita."Ya sudah kalau begitu, lebih baik kamu istirahat Amira," kata Rama padaku.Aku merasa tidak enak hati atas perhatiannya itu. Hanya ku angguki saja ucapan Rama sambil pergi di papah Mamah Rani
Keluarga Mas Razan membawaku ke rumah sakit karena rasa sakit di perutku tak tertahankan. Rama beserta Nenek Aletta juga ikut menemani mereka membawaku ke rumah sakit.Setelah aku sudah mendapat penanganan, mereka memasuki ruangan tas seijin Dokter yang memeriksa. "Amira, apa kata Dokter tentang kehamilan kamu tadi Nak?" tanya Mamah Rani padaku yang masih berbaring.Ragu aku menjawab, meski begitu mereka sudah mengetahuinya sejak awal kalau kandunganku memang lemah. Aku menceritakan apa yang baru saja Dokter katakan. Stress pemicu perutku sakit, dan aku tidak seharusnya sering terkena stress ataupun kelelahan.Dokter menyarankan agar aku bedrest. Karena sekarang kandunganku mengalami pendarahan yang cukup banyak. Sedih rasanya jika harus mengalami hal seperti ini di saat kondisi rumah tanggaku juga berantakkan."Kalau begitu, biarkan Amira menikah dengan Rama setelah sidang perceraian selesai!" kata Nenek Aletta tiba-tiba angkat bicara.Mamah dan Papah Andri menoleh ke arahnya dengan
Mendengar ucapanku mereka malah menangis sambil memelukku. "Alhamdulillah kalau kamu sudah hamil Nak, meskipun tanpa Ayah, ibu yakin anak kamu tidak akan kekurangan kasih sayang dari kami," ucap ibu sambil menangis memelukku."Insya Alloh, kami juga akan turut merawat dan membesarkan anak kamu, jangan khawatir Nak, jangan terlalu banyak pikiran juga ya," sambung Bapak.Sambil mengagguk, aku tersenyum pada mereka.**********Pagi harinya aku hendak melakukan aktivitas membereskan rumah karena kandunganku sudah lebih baik. Tapi ibu mencegahku, dia tak membiarkan aku megerjakan apapun. Ibu sudah banyak sekali berubah sejak aku datang kemarin.Tidak seperti biasanya, dia selalu bersikap cuek padaku. Mungkin karena dia kasihan dengan nasibku. Tapi aku sangat bersyukur dia tidak lagi bersikap seperti biasa.Selesai sarapan bersama ibu dan Bapak aku keluar dari rumah untuk menyirami tanaman di pekarangan rumah. Saat sedang menyiram tanaman, sebuah mobil berhenti di depan gerbang rumah."Mobi