Bi Nani keluar dari kamarnya setelah ibu pergi. Dia segera mendekat ke arahku dengan ekspresi tidak enak karena aku sudah mengerjakan pekerjaannya.
"Aduh, Non, kenapa Non nyuci piring? Kenapa gak dibiarin sampai besok saja, biar Bibi atau si Marni yang kerjakan!" katanya heboh sekali."Gak apa-apa Bi, saya lagi pengen cuci piring aja, Bibi istirahat saja," jawabku lembut."Non, kenapa? Kok keliatannya sedih begitu?" tanya Bi Nani padaku."Enggak kok Bi, saya gak apa-apa, saya ke kamar dulu ya," aku segera pergi menuju kamar untuk istirahat.***********Entah kapan Mas Razan pulang semalam. Saat aku terbangun, tiba-tiba dia sudah memelukku dari belakang, sepertinya Mas Razan masih tidur pagi ini. Aku melepas perlahan tangannya yang melingkar."Akan ku buat kamu menyesal sudah melakukan semua itu padaku Mas! Aku bukan wanita bodoh dan naif lagi sekarang, sekali kamu melukaiku, aku akan membalasmu seumur hidup!" ujarku pada Mas Razan yang masih terlelap tidur.Aku segera membersihkan diri di pagi hari yang masih buta. Setelahnya aku mencoba merias wajah dengan make-up natural agar wajahku tampak segar tak seperti biasanya.Sebuah pesan muncul di layar Handphone suamiku, karena penasaran aku segera membukanya.[Mas bisa kesini gak? Aku minta uang 20 juta buat belanja pakaian, nanti malam ada acara pesta ulang tahun temenku, aku juga udah cari pengasuh Farel biar nantinya aku gak terlalu capek ngasuh dia] Isi pesan itu muncul dari nama kontak "Mrs.N" yang tak lain adalah nomer Kak Nita. Aku kembali menaruh Handphone itu ke atas nakas. Sambil mengepalkan tangan, aku memandang ke arah Mas Razan. Rasanya aku ingin memakannya hidup-hidup sekarang juga, tapi sayang aku bukanlah seorang kan*bal."Kamu mau kemana sayang, sudah dandan pagi-pagi?" tanya Mas Razan saat dia terbangun."Aku mau mencari pekerjaan Mas," jawabku singkat sambil memoles bibirku dengan lipstik lagi."Cari pekerjaan? Memangnya uang yang selama ini Mas kasih kurang ya?" tanyanya."Bukan begitu Mas, uang yang selama ini kamu kasih itu kan tetep uang kamu meski sudah di kasih ke aku, dan aku gak enak terus-terusan pake uang kamu, jadi aku mau cari kerja sekarang!" jawabku sambil berdiri lalu mengulurkan tanganku pada Mas Razan."Kamu masih marah atas kejadian kemarin Amira? Kita kan sudah bahas semuanya kemarin, dan kamu gak mempermasalahkan hal kemarin tapi kenapa sekarang tiba-tiba kamu bilang seperti itu sama Mas, Mas gak akan izinkan kamu bekerja!" kata Mas Razan dengan sorot matanya yang tajam."Kalau begitu, serahkan semua gajih yang Mas pegang sama aku, selama ini Mas hanya memberi aku setengah dari gajih Mas kan?" pintaku dengan syarat yang mungkin memberatkannya."Eu..kalau itu Mas belum bisa memberi semua gajih Mas sama kamu Amira, kamu kan tahu sendiri, Mas juga punya kebutuhan pribadi dan juga Mas harus membiayai Rania yang masih bersekolah SMA, jadi Mas gak bisa kasih semua gajih Mas sama kamu," jawabnya masih dengan alasan yang sama dengan beberapa tahun lalu."Kalau begitu aku mau cari kerja Mas, tolong izinkan aku bekerja!" kataku kekeh juga ingin mengujinya lalu berjalan hendak pergi."Nanti dulu! Jangan buru-buru gitu!" Mas Razan menarik tanganku membuatku duduk di atas ranjang."Terus?" "Baiklah, Mas akan mengizinkan kamu untuk bekerja Amira, tapi jangan hari ini, apa kata kedua orang tua kamu kalau kamu bekerja saat mereka masih ada di rumah ini? Mas akan malu sama mereka karena sudah mengizinkan kamu bekerja." Jelasnya lagi."Kamu benar-benar sudah berubah Mas, kamu juga mengizinkan aku bekerja sekarang, tidak seperti dulu yang selalu mencegahku karena kamu gak ingin aku capek-capek bekerja, semua pencegahan ini hanya pura-pura saja kamu lakukan, tidak seperti dulu," ucap batinku yang merasa miris sekali.~~POV Razan~~Namaku Muhammad Razan Al-fatih, aku adalah seorang Dokter di sebuah Rumah Sakit milik Kakekku. Aku sudah lama bekerja di Rumah Sakit sebelum menikah dengan Amira yang kini menjadi istri pertamaku. Ya, sekarang aku sudah punya dua istri. Amira adalah perempuan yang aku nikahi tujuh tahun lalu, dan dia belum bisa mengandung selama tujuh tahun pernikahan kami. Istri keduaku bernama Nita, dia adalah Kakak kandung Amira yang sudah aku nikahi dua tahun lalu tanpa sepengetahuan siapapun. Kami juga menikah di luar kota. Kami sebenarnya sudah berpacaran saat usia pernikahan pertamaku menginjak tahun ke tiga.Ternyata aku lebih tertarik kepada Kak Nita yang selalu berpakaian seksi juga tentunya berbeda sekali dengan Amira yang selalu berpakaian sederhana juga tak banyak gaya.Tanpa sepengetahuan Amira aku dan Kak Nita sudah menikah juga mempunyai anak yang selama ini aku harapkan berusia sekitar empat bulan bernama Farel. Kak Nita sebenarnya tidak tinggal di luar kota setelah kita menikah, kami tinggal di kota dekat dengan tempat tinggal Amira.Karena Amira adalah gadis yang polos juga jarang bergaul keluar rumah, dia jadi tidak tahu sama sekali keberadaan kami di kota itu. Dia juga perempuan yang baik hati tak pernah menaruh rasa curiga saat tiba-tiba Kak Nita datang ke rumah untuk tinggal bersama kami dengan alasan punya anak dari seseorang.Padahal itu dia lakukan agar aku dan dia bisa lebih sering bertemu tanpa harus mmbagi waktu untuk datang ke rumahnya.O, ya, di Rumah sakit tempat aku bekerja ada seorang Dokter lumayan cantik bernama Sabrina yang selalu mencari perhatianku. Dia tak jarang mengajakku untuk tidur bersama karena statusnya kini sudah janda dua kali. Dia adalah teman lamaku di kampung, lebih tepatnya lagi dia adalah mantan pacarku. Saat ini kami tengah menjalin kedekatan sebagai teman. Ya, teman tapi mesra."Sayang...Mas mohon jangan cari kerja sekarang, tunggu Bapak dan Ibu pulang dulu, baru kamu cari kerja ya!" bujukku pada Amira yang tiba-tiba mau mencari pekerjaan.Hari ini aku heran padanya, tidak ada angin tidak ada hujan, Amira tiba-tiba ingin mencari pekerjaan dengan berdalih tak enak terus-terusan memakai uang dariku. Dia mungkin sudah mempunyai firasat tentang perselingkuhanku, tapi aku akan biarkan dia untuk bekerja agar keuanganku juga bisa lebih baik tanpa harus membagi lebih banyak padanya."Iya," jawabnya menurut saja.Aku tersenyum lalu memeluk tubuhnya juga mencium pipinya dengan lembut. Biasanya Amira akan tersenyum saat aku melakukan kemesraan padanya, tapi kali ini dia diam saja seperti patung. Apa dia sudah bosan padaku karena sudah lama sekali aku tidak pernah menyentuhnya? Entahlah bagaimana perasaannya itu, wanita memang sulit sekali untuk ditebak, apalagi jika ada kemauan, mereka cenderung selalu memakai kode-kodean dibanding megucapkannya secara langsung. Mungkin itulah yang diinginkan Amira, disentuh olehku tanpa mebgungkapkan keinginannya. Makannya dia selalu uring-uringan gak jelas."Kamu pengen ya?" tanyaku padanya yang masih terdiam."Hmmh?" Amira menoleh ke arahku."Kita sudah lama enggak melakukannya kan sayang?" tanyaku lagi."Iya, Mas," "Ya sudah, ayok kita lakukan sekarang mumpung masih pagi!" ajakku yang sangat bersemagat sekali."Ya, aku pengen semua ATM kamu aku yang pegang!" jawabnya yang membuatku langsung speeclesh.Kenapa dia kekeh sekali ingin memegang semua ATMku? Apa sekarang dia sudah tidak bisa aku bohongi lagi?"Jangan sekarang sayang, nanti Mas akan kasih semua ATM Mas sama kamu tapi jagan sekaranglah," jawabku."Kenapa? Sekarang atau nanti sama saja kan Mas? Sama-sama di kasih ke aku? Atau...Mas memang sayang banget ngasih ATM sama aku? Sayang kalau uangnya cepat habis?" tanyanya menyelidik membuatku kembali bepikir untuk menjawabnya."Iya, maksud Mas nanti saja ya, Mas janji akan ngasih semua ATM Mas sama kamu, bukannya Mas takut kamu boros atau habiskan uangnya, Mas masih ada keperluan lain selain membiayai sekolah Rania," ucapku hampir saja keceplosan."Baiklah Mas, nanti aku tunggu kesadaran Mas!" jawab Amira sambil pergi."Astaga! Kenapa Amira berubah? Perkataannya juga berubah, masa dia barusan bilang tunggu kesadaranku? Emangnya aku lagi kesurupan apa?" gumamku.Bergegas aku segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Di atas meja sudah tersedia pakaian kerjaku yang sudah disiapkan Amira. Setelah berpakaian rapih aku segera mengambil tas kerjaku untuk segera berangkat."Mas
"Rinjani! Kamu udah punya pacar sekarang?" tanyaku pada Rinjani yang menoleh cepat."Enak aja, dia bukan pacar aku! Dia sepupu aku!" jawabnya lalu mendekati lelaki itu lalu memukul kepalanya berkali-kali."Kebiasaan lu! Buang kuntung rokok sembarangan lu!" ujarnya kesal."Ampun! Ampun Nyai ronggeng!" teriak laki-laki itu."Apa lu bilang? Awas ya lu ya!" kata Rinjani pada laki-laki itu yang seketika kabur.Aku tertawa lepas melihat tingkah lucu mereka. Mereka berdua sudah seperti Tom dan Jery yang selalu bertengkar setiap saat."Malah ketawa lagi lu!" ujar Rinjani kesal padaku."Habisnya kalian lucu banget wkwkwk.." "Dasar si PTD itu emang gak ada kerjaan! Kerjaannya cuma numpang aja di rumah gue udah gitu malah ngajak gue berantem terus lagi!" "Apa katamu tadi PTD? Apa itu PTD?" tanyaku penasaran kali saja itu nama sebuah pekerjaan yang disematkan pada sepupu Rinjani."Iya, PTD (Penganguran Tingkat Dewa)!" jawab Rinjani kesal lalu duduk di kursi ketika kita sudah berada di dalam rum
Aku mau periksa rahimku, mungkin saja rahimku bermasalah makannya sampai sekarang aku belum bisa hamil juga," jawabku pada Mas Razan."Dokter Dicky sedang istirahat makan Amira, nanti saja kamu periksanya, lagipula keadaan rahim kamu bagus, gak ada yang perlu di periksa, bulan lalu kita periksa semuaya masih baik-baik saja kan?" kata Mas Razan seolah mencegahku."Aku sudah ada janji sama Dokter Dicky Mas, silahkan dilanjut lagi makannya!" ujarku sambil berlalu pergi.Mataku berkaca-kaca tapi sebisa mungkin aku tetap bisa menahannya agar aku tidak menjatuhkan air mataku di depan Mas Razan. Aku harus tetap terlihat kuat meski sudah mengetahui semua nya.Dia tidak mengejarku lagi, entah menurut melanjutkan makan atau apalah aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.Seseorang sudah berdiri di depanku yang baru saja tersadar dari lamunan. Dia adalah Dokter Dicky, teman Mas Razan yang berprofesi sama dengannya."Hallo, Amira, kok sendirian?" Sapa Dokter Dicky padaku."Bisa bicara sebentar di rua
Setelah membersihkan ruangan Sabrina aku segera pergi dari ruangannya dengan rasa penasaran yang masih tersimpan. BRAK!!Seseorang bertabrakan denganku. Dan ternyata itu adalah Sabrina yang baru saja datang dengan pakaian seksi yang dibalut dengan jas kerjanya. Sungguh terlihat seperti seorang penggoda."Eh, kamu istrinya Mas Razan kan?" tanya Sabrina padaku."Iya, kenapa memangnya?" "Tidak apa-apa, aku cuma nanya aja, emangnya Mas Razan gak malu, istrinya bekerja sebagai Office Girl di tempat ini?" kata Sabrina padaku."Aku tidak tahu, yang pasti aku tidak akan pernah malu dengan profesiku dengan bekerja sebgai Office Girle di tempat ini, mau itu Office Girl, pelayan, atau pekerjaan apapun itu tidak seharusnya membuat orang malu dengan pekerjaannya bukan? Yang seharusnya membuat seseorang malu itu sikapnya yang angkuh karena merendahkan profesi halal orang lain!" jawabku hendak pergi tapi Sabrina menangkap tanganku."Pantas saja Mas Razan selalu mengeluh tidak pernah dilayani denga
Setelah cukup puas melihat kehangatan kelurga kecil yang tampak begitu bahagia itu membuatku tak betah berlama-lama memperhatikan mereka dari kejauhan.Air mata yang sedari tadi tumpah sudah mulai mengering. Mas Razan maupun Kak Nita sudah tidak terlihat dalam pandanganku lagi.Segera aku menghidupkan mesin mobilku, menyalakan radio di dalam mobil. Kebetulan sekali sebuah lagu sedih bersenandung membuat air mataku kembali berjatuhan.Tring!Ponselku berbunyi tanda panggilan dari seseorang."Hallo?" ucapku sambil menghapus air mata setelah mengangkat telpon."Amira, ini nomer baru Kakak, malam ini Kakak akan pulang kembali ke rumah kamu untuk tinggal di sana lagi, Kakak malu sama temen numpang di rumahnya terus, kamu gak keberatan kan kalau Kakak tinggal di rumah kalian lagi?" tanya Kak Nita."Iya, Kak," jawabku lemas."Maksudnya? Iya gimana Mir? Iya boleh, apa Iya enggak boleh?" tanya Kak Nita."Terserah Kakak mau tinggal di rumah sampai kapanpun juga, aku gak bisa melarang atau mengi
Setelah berdebat cukup panjang bersama Sabrina aku segera pulang ke rumah. Seperti biasa Mas Razan belum pulang. Dengan leluasa aku memeriksa Handphonenya. Pertama aku memeriksa galeri Handphone Mas Razan. Mataku melotot melihat ada beberapa foto Mas Razan dengan Sabrina tanpa busana berada di atas ranjang yang sama.Mereka melakukan swa poto di sebuah kamar hotel, membuatku menutup mulutku merasa tak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat. "Kamu benar-benar sudah membuat aku muak Mas! Kamu pikir aku akan diam saja dengan apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kamu salah orang mengiraku Amira yang dulu, aku bukan Amira yang dulu, akan ku buat kamu menyesal sudah melakukan ini padaku Mas!" tak terasa air mataku kembali terjatuh membasahi pipi.Walau bagaimanapun aku masih mencintai suamiku. Tujuh tahun menjalin hubungan pernikahan, dan selama sebelas tahun aku mengenalnya, tak pernah aku menyangka akan mendapat penghaianatan seperti ini.Aku terlalu rapuh jika harus mengakhiri semu
Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di depan gedung rumah sakit bernama "RS.FATIH". Aku terburu-buru turun dari motor sport Danile yang akhirnya membuatku hampir terjatuh, untung saja Daniel memegang pinggangku, pandangan kami terkunci beberapa detik.~~ POV Razan ~~Pagi ini adalah pagi yang amat memuakkan bagiku. Bagaimana tidak, baru saja aku melahap sesuap makanan ke mulut sambil memuji masakkan Amira yang begitu lezat, dia malah merespon ucapanku dengan hal yang membuatku tersulut emosi.Karena kesal, aku meninggalkannya bernagkat ke rumah sakit sendirian. Ku biarkan saja dia berangkat sendiri, hatiku masih kesal mengingat dia selalu saja menyangkut pautkan apapun dengan Sabrina. Deg!Tiba-tiba saja jantungku berdegup, rasanya hatiku geram saa melihat pemandangan buruk di hadapanku. Dari kejauhan, ku lihat Amira dan Daniel tengah saling memandang sambil berpelukkan. Dadaku bergemuruh menahan amarah, aku segera berjalan cepat menghampiri mereka."Apa yang sedang kalian l
Saat bekerja memeriksa beberapa pasien, pikiranku tak fokus karena mengingat kejadian bersama Amira tadi.Kepalaku jadi pusing karena terlalu keras berpikir, juga rasa cemas yang belum kunjung habis mengelilingi otakku. Amira memang sudah membuat kepalaku pusing hari ini. Saat jam istirahat tiba, aku segera mencari Amira ke ruangan Office Girl. Lagi, ku lihat pemandangan buruk di depan mataku. Terlihat Amira yang tengah menangis, bersamaan Daniel yang kini tengah memegang tangannya dengan air kran yang mengucur ke bagian tangan kiri Amira. "Minggir! Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku mendorong tubuh Daniel agar menjauh dari istriku, Amira hanya melirikku tanpa menjawab."Tangan Mbak Amira terkena air panas! Hatinya juga panas sekarang!" jawab Daniel padaku.Mendengar hal itu sorot mataku menajam padanya. Lancang sekali OB sepertinya berbicara menyudutkanku di saat situasi seperti ini. "Sayang, ayok ikut Mas ke ruangan, biar Mas coba periksa kamu, lalu nanti Mas obati lukanya," a