LOGIN
[Brengsek! Bayar hutang kamu yang sudah menunggak dua bulan atau aku tagih ke rumah kamu!]
Untuk ke sekian kalinya Saquyna menerima pesan singkat dari seseorang yang tidak dia kenal. Sebelum pesan itu mampir ke ponselnya, lebih dulu puluhan panggilan masuk membuatnya frustasi. Wanita itu sedang sibuk dengan nota-nota pembelian dari customer yang harus dia rekap setiap harinya ketika ponselnya terus menerus berdering. Awalnya dia pikir pesan itu hanya pesan spam yang mencoba untuk menerornya. Tapi kenyataannya, pesan itu pesan sialan yang harusnya ditujukan untuk suaminya. Pernikahan mereka baru seumur jagung. Tiga bulan adalah waktu yang singkat untuk saling membahagiakan pasangan masing-masing. Tiga bulan yang penuh keromantisan dan trik ranjang yang sanggup memuaskan pasangan. Tiga bulan yang harusnya belum mengungkapkan jati diri sebenarnya dari pasangan. Tapi? Kenyataannya baru satu minggu menikah, Saquyna sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri seberapa besar hutang suaminya, Sunan! Dia sudah berusaha membantu alih-alih meninggalkan suaminya, tapi suaminya sama sekali tidak tahu diuntung!? Kesalahan yang sama terus saja terjadi. "Orang yang nagih hutang lagi, Sa?" tanya wanita berhijab yang tengah duduk di sampingnya, membuat Saquyna tersentak. Dia adalah pemilik toko grosir yang juga teman SMA-nya dulu. Namanya Mayang. Saquyna mendesah berat sembari mengangguk lemah. "Suamiku, May." "Kenapa nggak pisah aja sih? Baru juga tiga bulan," ujar Mayang santai. Dia tersenyum miring ketika Saquyna menatapnya tanpa ekspresi. "Justru itu baru tiga bulan, May. Cerita kami masih panjang. Apa yang dikatakan orang-orang tentang kami kalau tiba-tiba aku mengajukan cerai?" "Peduli apa sama orang-orang? Kalau aku lebih mengkhawatirkan kondisi mental kamu, Sa. Banyak orang yang stress dan masuk rumah sakit jiwa karena tekanan batin. Kamu mau begitu?" Saquyna meringis, "Kamu doainnya begitu banget." "Ya habisnya aku kesel. Temen SMA ku kerja banting tulang demi membayar hutang suaminya," ucap Mayang sedih. "Padahal kamu cantik, primadona di sekolah tapi ujung-ujungnya dapat pria brengsek begitu! Nggak terima dong aku." "Primadona apanya? Sekarang nasibku malah nggak seberuntung kamu, May. Kamu punya toko grosir sendiri, punya suami baik dan anak-anak yang lucu. Hidup kamu sempurna sekarang," ucap Saquyna cemburu. Wajar! Tidak ada yang menginginkan kehidupan semengerikan seperti hidup Saquyna. Tapi, semuanya sudah terlambat! "Gimana kalau habis ini kita jalan-jalan? Aku yang traktir. Makan bakso langganan kita jaman sekolah dulu," ajak Mayang ceria. Tidak butuh waktu lama untuk Saquyna mengiyakan. Kesempatan! °°° "Bisa nggak sih, Mas, kalau hutang jangan pakai nomorku? Bukannya kamu punya nomor sendiri? Aku lelah, Mas! Lelah terus menerus diganggu! Aku malu sama Mayang, Mas. Kenapa sih kamu nggak bisa mengerti?" bentak Saquyna ketika melihat suaminya baru pulang jam sepuluh malam dengan kondisi mabuk. Mata merah Sunan semakin menyala ketika diterpa sinar lampu ruang tamu. Pria itu langsung mendelik dan mendorong tubuh istrinya. Saquyna oleng, dia terhempas ke permukaan sofa. "Berisik! Aku hutang juga demi pernikahan mewah yang kamu impikan itu! Siapa suruh minta pernikahan besar? Memangnya nggak perlu banyak dana? Kamu pikir aku terlahir kaya? Hah? Nggak tau diri! Sudah bagus aku bahagiakan kamu!" "Bahagiakan? Ini yang kamu namakan bahagia?" sentak Saquyna. Plak! Satu pukulan mendarat di wajah Saquyna. Wanita itu meneteskan air mata. Kalut, dia mengucapkan sampah serapah pada Sunan. Semua yang dikatakan suaminya hanya omong kosong belaka. Pernikahan mewah mana yang dimaksud suaminya? Mereka hanya menikah sederhana di masjid dan menggelar pesta setelah akad di rumah mereka yang mungil, itupun hanya mendapat suguhan makanan sederhana. Mewah bagian yang mana? Mas kawin yang diberikan padanya hanya cincin emas satu gram dan seperangkat alat shalat. Itupun setelah menikah dijual entah untuk apa. Benar-benar keterlaluan! "Jangan melimpahkan semua hutang kamu untuk pernikahan kita, Mas. Aku nggak akan sudi kamu mengungkitnya! Malam ini kamu tidur di luar karena aku nggak mau tidur satu ranjang sama manusia yang nggak tahu diri!" Saquyna bergegas masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu dan membiarkan suaminya berteriak dan menggedor pintu. °°° Lagi-lagi pesan singkat penuh ancaman mengusik pagi Saquyna yang sudah mendung. Wanita itu berjalan gontai ke kamar mandi, menghiraukan suaminya yang masih tidur di sofa. Secepat kilat dia berangkat untuk bekerja tanpa membuatkan sarapan. Saquyna tidak peduli kalau suaminya kelaparan. Uang yang dia pegang tinggal beberapa lembar. Dia juga tidak punya bahan masakan di kulkas. Biarkan saja. Kali ini saja dia ingin memikirkan dirinya sendiri. Tiba-tiba... "Mbak yang namanya Saquyna kan? Bayar hutang suami kamu lima juta sama bunganya satu juta!" Suara menggelegar yang datang dari arah belakang mengejutkan Saquyna. Wanita itu berbalik dan mendapati tiga orang bertubuh kekar mendelik padanya sembari memamerkan muka garangnya. Saquyna mempunyai firasat buruk tentang dua orang itu. "Tagih sendiri sama orangnya! Saya nggak tahu apa-apa soal hutang Mas Sunan!" jawab Saquyna galak. Sejujurnya dia tidak berani pada orang asing apalagi dia hanya seorang diri. Tapi, kalau dia hanya diam dia malah akan jadi bulan-bulanan mereka. Orang-orang mulai melihat ke arah mereka. Apalagi posisi Saquyna sedang berdiri di depan toko yang notabene selalu ramai oleh pembeli. "Heh, Mbak! Yang hutang memang suami kamu tapi untuk pesta pernikahan kalian. Mikir dong! Sama-sama bayar hutang jangan mau enaknya aja! Dasar wanita nggak tahu diri!" umpat salah seorang dari mereka. Saquyna menahan tangisnya. Kenapa dia yang harus berpikir? Kenapa dia yang harus diumpat di jalan? Kenapa harus dia? Kenapa? Orang-orang mulai berbisik. Yang tidak mengenalnya mungkin tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi yang sama sekali tidak tahu siapa dia bagaimana? Seribu pertanyaan muncul di kepalanya. Tatapan pasang mata yang menusuk hatinya semakin membuatnya ingin lari. Saquyna berbalik, berkali-kali dia bertekad untuk meminta cerai namun pada akhirnya pikiran buruknya lah yang mendominasi semuanya. "Hei, jangan kabur! Hei! Bayar hutang kamu!" Seruan yang menggelegar itu mempercepat langkahnya. Entah bagaimana, tiba-tiba langkahnya terhenti di tepi jembatan. Sungai yang alirannya deras di bawah sana karena sering diguyur air hujan itu, membuatnya semakin ingin menenggelamkan diri. Saquyna mengusap air matanya kasar. Dia ingin pergi jauh dari hidupnya yang menyebalkan. Berapa puluh juta lagi yang harus dia habiskan untuk suaminya? Ya Tuhan! Saquyna mencengkeram besi pagar jembatan dengan sekuat tenaga. Ragu, kakinya merangkak naik. Tatapannya kosong, hatinya dipenuhi beragam pertanyaan. Apakah suaminya akan sadar jika dia sudah pergi selamanya? 'Sunan adalah pilihan kamu sendiri! Rasakan saja akibatnya menikah dengan laki-laki banyak hutang!' Ucapan orangtuanya tiba-tiba terlintas di kepalanya. Lalu... Byur!!! °°°"Tante Sinar?" tanya Uty sigap. Dia bergegas bangun untuk menyambut wanita yang sudah dikenalnya sejak lama. "Ngapain, Tan? Mau bertemu Uty?"Sinar menggeleng, "Tunggu sebentar, Ty. Tante mau bicara sama Saquyna." Tatapannya hanya tertuju pada Saquyna di depannya. Saquyna menelan ludah, gugup. Entah gugup karena penjelasan Sinar yang tiba-tiba ataukah karena bertemu dengan ibu dari pria yang menjadi selingkuhannya. "Bisa bicara sebentar?" tanya Sinar to the point. "Mau minum apa, Tan? Biar Uty buatkan," tanya Uty sopan. Terlihat jelas perbedaan sambutan Uty pada Sinar dan Yolan. "Nggak perlu repot-repot, Ty. Tante hanya sebentar. Bisa minta tolong tinggalkan kami?""Tentu saja, Tante. Uty ada di meja kasir kalau tante butuh apa-apa," jawab Uty ringan. Wanita itu berjalan santai menuju meja kasir. Meskipun dia tidak mengkhawatirkan sikap Sinar yang mungkin saja sedikit kasar, tapi dia khawatir dengan reaksi Saquyna. Apakah wanita itu bisa menerima kenyataan pahit yang selama ini te
"Apa, Ma? Lara bangun?" ulang Gusti tidak percaya. Entah reaksi apa yang dia tunjukkan sekarang, yang jelas dia khawatir. Mengkhawatirkan keadaan Saquyna dan hubungan terlarang mereka. "Iya. Cepatlah! Lara, ini mama. Kamu dengar nggak?" pertanyaan itu ditujukan pada orang di seberang sana bukannya Gusti.Pria itu memutuskan panggilannya dan merenung. Banyak yang harus dia pikirkan. Setelah beberapa saat terdiam, Gusti akhirnya bangkit untuk menemui istrinya yang sudah lama tertidur. °°°Dallara menatap polos ke arah Gusti, lalu beralih pada Yolan yang tak henti-hentinya tersenyum sumringah. Sementara mertua kesayangan Dallara berdiri di sisi kiri, tepat di sebelah putranya yang hanya diam menatap sang istri."Untuk saat ini, Ibu Dallara belum bisa menggerakkan tubuhnya karena sudah berbulan-bulan tidak melakukan pergerakan. Jadi, nanti akan dilakukan rehabilitasi untuk mengoptimalkan pergerakan tubuhnya. Ibu Dallara tidak perlu panik jika belum bisa bicara dengan baik. Perlahan selu
"Ibu?" suara tercekat Sunan terdengar pelan. Dia tidak menyangka sang mertua akan berkunjung di saat yang tidak tepat. Sinta tidak memperdulikan panggilan Sunan. Wanita itu menatap sinis pada menantunya. "Kamu selingkuh sama Mayang? Mayang yang ibu kenal? Iya?"Saquyna jelas ingin menutupi tapi tidak salahnya jika ibunya mencuri dengar. "Tanyakan pada menantu ibu! Yang jelas aku sudah mengajukan gugatan perceraian kemarin. Aku harap ibu bisa mengerti dan nggak menuntutku untuk membatalkannya.""Bu, ini nggak seperti yang ibu pikirkan!" jelas Sunan menyela.Tanpa babibu, Sinta melayangkan pukulan pada wajah menantunya. "Selama ini ibu selalu diam agar supaya kamu dan Saquyna bisa menyelesaikan masalah dalam rumah tangga kalian sendiri. Tapi kali ini ibu nggak akan meminta anak ibu untuk memaafkan kamu. Bisa-bisanya kamu berselingkuh dengan teman istrimu? Bisa? Enak saja kamu bisa tidur nyenyak selama ini. Benar-benar nggak tahu malu! Selama pernikahan, Saquyna yang membayar hutang-hut
"Aku sudah mengajukan perceraian ke pengadilan agama, Mas. Tunggu saja sampai suratnya datang," ucap Saquyna tanpa ekspresi. Beberapa hari ini dia mencoba bersikap selayaknya istri yang tidak tahu apa-apa. Melayani suami dengan setengah hati meskipun sikap suaminya jauh lebih baik. Mendengar hal yang tidak disangka-sangka akan keluar dari mulut istrinya, Sunan mendelik. "Tiba-tiba? Kesambet apa kamu, Sa? Kita nggak ada berantem atau apa loh, kok kamu tiba-tiba mengatakan hal gila ini? Siapa yang mendorong kamu untuk punya ide menceraikanku?""Nggak ada."Singkat! Bahkan seorang Sunan pun heran mendengarnya. Bagaimana tidak? Saquyna paling bisa mendebatnya! Kalau sampai wanita itu hanya menjawab satu kata saja, pasti ada sesuatu. "Apa karena kamu udah nyaman sama pria itu?" tanya Sunan curiga. "Siapa?" jawab Saquyna meskipun dia tahu siapa yang dimaksud oleh Sunan. Pasti Gusti. "Siapa lagi kalau bukan Pak Gusti, kakak laki-laki bos kamu."Benarkan? "Kamu menyalahkan aku, Mas? Aku?
"Ada apa, Ra?" tanya Saquyna setengah terkejut. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan teman lamanya. "Aku tahu rahasia antara suamimu dan Mbak Mayang. Bisa kita bicara sebentar?" tanya Rara dengan muka serius. Saquyna mengangguk cepat. Dia membuntuti Rara yang sedang mencari tempat strategis untuk bicara empat mata. Entah apa yang sedang dipikirkan Rara saat ini, Saquyna tidak bisa menebaknya. Sejujurnya Saquyna sangat takut mendengar kenyataan yang ada. Jika memang benar apa yang dia pikirkan terjadi, apa yang harus dia perbuat? "Apa yang kamu tahu, Ra?" tanya Saquyna. "Aku nggak sengaja melihat suamimu keluar dari toko bersama mbak Mayang. Malam-malam waktu semua orang sudah pulang. Sebenarnya aku juga nggak sengaja balik ke toko kalau bukan karena kunci kosku terjatuh di tempat parkir," jelas Rara serius. Wanita itu bahkan bersumpah benar-benar melihat mereka di malam berikutnya. "Kalau ketiga kalinya aku memang sengaja datang untuk membuktikan dugaanku dan ternyata benar. A
Mampus! Mayang menahan napas melihat Saquyna menenteng kaus kaki milik suaminya. Dia heran kenapa dia tidak melihat benda itu ada di ruangannya. "Masa sih?" tanya Mayang berpura-pura tidak mengetahui. Sejujurnya dia was-was kalau Saquyna mengetahui perselingkuhannya dengan suami temannya sendiri. "Iya. Aku yakin. Soalnya aku yang beli kaus kaki ini, May. Kok bisa ada di sini?" tanya Saquyna bingung. Dia berhak curiga bukan? Kenapa? Karena hal private milik suaminya malah ada di tempat yang tidak seharusnya. Apakah Mayang memiliki hubungan khusus dengan Sunan?Tidak! Tidak mungkin. Mayang bukan orang yang akan melakukan sesuatu yang buruk. Mayang adalah istri yang setia dan juga mencintai suaminya dengan sepenuh hati. Saquyna hanya salah mengartikan. "Pasti suamiku teledor kan? Maklum sih di rumah dia juga begitu, May," jawab Saquyna santai, seolah apa yang dia lihat bukan apa-apa. Dia kemudian memasukkan kaus kaki tersebut ke dalam tas, lalu pamit pada Mayang. "Aku ingat aku per







