Share

Berapa Butir?

last update Last Updated: 2024-07-06 19:55:20

Di dalam temaram malam Dexter membelah jalan raya. Pria itu menyetir dengan kencang.

"Pelan-pelan kenapa sih, Dex? Kamu bikin jantungku hampir loncat ke luar." Catherine yang duduk di sebelah Dexter memprotes lelaki itu yang mengendara serampangan.

"Kita harus cepat sampai di rumah sakit. Semakin cepat dia ditangani akan semakin bagus." Itu alasan Dexter.

Catherine mendengkus pelan sambil menyembunyikan kekesalan. Yang ada di pikirannya adalah Gendis sengaja melakukan ini semua demi menarik perhatian Dexter. Catherine yakin Gendis meminum obat tidur agar orang-orang menyangkanya sedang pingsan.

"Semakin cepat memang semakin bagus tapi nggak harus mengorbankan nyawa kita juga kali, Dex. Dia sehat, nyawa kita yang melayang," oceh Catherine menahan rasa sakit hatinya.

Karena Catherine terus mengomel maka Dexter mengurangi kecepatan. Sesekali lelaki itu mencuri pandang ke belakang melalui rear view mirror untuk mengetahui keadaan Gendis.

Perempuan itu terbaring seperti orang yang sedang tidur lelap. Tadi setelah Dexter mengangkat Gendis ke mobil ia menyuruh Catherine duduk di belakang memangku kepala Gendis. Tapi dengan lugas Catherine menolak. Ia merasa sangat terhormat. Gendis tidak pantas mendapatkan perlakuan tersebut darinya.

Setelah tiba di rumah sakit Dexter turun lebih dulu lalu dengan cepat membopong tubuh Gendis, membuat Catherine tertinggal di belakang. Catherine semakin kesal. Dexter seolah menganggapnya tidak ada di sana.

Setelah bertemu dengan petugas jaga malam itu Dexter menjelaskan kronologinya. Tapi tentu saja tidak menyebutkan bagian bercintanya. Ia hanya mengatakan Gendis pingsan tiba-tiba.

Selagi petugas rumah sakit menangani Gendis, Dexter menunggu di luar dengan Catherine.

"Seingatku sebelum ini selama dia kerja dengan kita dia nggak pernah pingsan. Iya kan, Cat?"

Catherine mengedikkan bahu. "Aku nggak tahu."

"Nggak tahu gimana? Selama ini yang sering di rumah kan kamu bukan aku. Jadi seharusnya kamu tahu." Dexter keheranan. Bagaimana mungkin istrinya tidak mengetahui keadaan asisten rumah tangga mereka padahal Gendis sudah cukup lama bekerja di rumah keduanya.

"Kalau aku sering di rumah bukan berarti aku mengawasi dia dua puluh empat jam kayak orang nggak ada kerjaan."

"Oke, oke. Aku ngerti. Tapi bukan itu yang kumaksud." Dexter mengalah mendengar nada tinggi dalam suara Catherine. Diraihnya jemari perempuan itu lalu mengunci dalam genggaman agar dia melunak.

Hening menemani kebersamaan mereka selama beberapa saat. Sampai Dexter teringat sesuatu. Mungkin saja Gendis terlalu lelah karena pekerjaannya yang banyak. Apalagi setelah supir mereka yang merangkap jadi tukang kebun sudah diberhentikan. Jadi otomatis Gendislah yang mengerjakan semuanya.

"Cat, mungkin Gendis pingsan karena terlalu lelah."

"Terlalu lelah gimana?" balas Catherine. "Justru Seharian ini aku meminta dia istirahat dalam rangka menikmati momen pengantin barunya. Dan akulah yang menggantikan tugas dia. Aku memasak, mencuci piring, mengepel seluruh bagian rumah, ganti air aquarium sampai membersihkan kolam renang. Jadi bagaimana bisa kamu bilang dia kelelahan?"

"Oh ya? Jadi istriku yang cantik ini beneran udah bisa masak?" Dexter memang tidak makan siang di rumah. Tadi ia juga pulang malam dan makan di luar sehingga tidak tahu apa yang terjadi.

"Don't underestimate me, Dex." Catherine pura-pura cemberut.

Dexter tertawa kecil. Satu ide melintas di kepalanya yang langsung ia sampaikan pada Catherine.

"Cat, gimana menurutmu kalau gaji Gendis kita naikkan? Sejak kita memberhentikan Pak Darto otomatis dia yang merawat taman dan koleksi bunga-bunga kamu yang mahal itu. Hitung-hitung sebagai apresiasi. Apalagi selama ini dia nggak pernah bertingkah."

Catherine tidak langsung membalas perkataan Dexter. Entah bagaimana cara Gendis mendoktrin suaminya sehingga membuat Dexter termakan pengaruhnya.

"Dex, aku rasa itu nggak perlu." Catherine menjawab setengah menit kemudian.

"Kenapa enggak?"

"Aku sudah kasih dia dua ratus juta sebagai upah atas sewa rahimnya."

"Apa? Kamu kasih dia uang sebanyak itu tapi aku nggak tahu?" Dexter tentu terkejut. Catherine tidak berdiskusi dengannya dulu.

"Aku rasa dia pantas menerima uang itu sebagai jasa peminjaman rahimnya. Kalau nggak ada dia entah apa jadinya kita. Si songong Rosa pasti akan semakin leluasa menginjak-injak harga diriku. Please, jangan marah ya. Aku hanya takut kamu nggak setuju aku memberi uang sebanyak itu pada Gendis. Please, Dex, jangan marah ya ... " Catherine menunjukkan wajah bersalahnya yang membuat Dexter seketika memeluk perempuan itu.

Dexter merasa terharu. Catherine begitu baik, hatinya sangat mulia. Tidak hanya mengorbankan perasaannya malah masih memberi Gendis uang yang nominalnya tidak sedikit.

"Kamu baik banget, Sayang. Aku udah nggak ngerti lagi apa yang ada di pikiran kamu."

Bibir Catherine membentuk senyum asimetris di dalam dekapan Dexter.

"Aku sadar diri atas kekuranganku, Dex. Aku nggak bisa hamil dan memberikan keturunan untuk kamu. Jadi ketika ada orang yang bisa menggantikanku merupakan hal yang sangat berarti bagiku. Aku berutang budi pada Gendis."

"Ssshh!" Dexter melepaskan pelukan lalu meletakkan telunjuknya di bibir Catherine. "Apa pun keadaannya, bagiku kamu sangat sempurna, Sayang. Kamu wanita yang hebat. Kamu istri yang luar biasa. I love you."

"I love you too, Dex."

Sepasang suami istri itu saling mengumbar kata-kata mesra dengan tatapan penuh cinta.

Salah seorang petugas rumah sakit yang muncul menginterupsi kebersamaan keduanya.

Dexter dan Catherine berdiri.

"Pak, pasien sudah sadar tapi sebaiknya dirawat di sini dulu sampai kondisinya benar-benar stabil. Silakan hubungi bagian administrasi untuk mengurus kamarnya yang mana ya, Pak."

"Oh, syukurlah," ucap Dexter. "Baik, Sus, saya akan urus."

"Dex, kita ambil kamar VIP saja untuk Gendis," cetus Catherine menyuarakan idenya.

"Apa nggak berlebihan?" balas Dexter. Bukan maksud merendahkan. Gendis memang hanya pembantu, dan kamar kelas satu Dexter rasa sudah cukup.

"Kenapa berlebihan? Kamu jangan membedakan dia dengan kita, Dex. Bagaimanapun Gendis sudah menjadi istri kamu. Dia berhak mendapat apa yang aku dapatkan."

Perasaan Dexter mengharu biru. Tidak salah dirinya memilih Catherine walau perempuan itu sudah tidak suci di malam pertama.

"Makasih atas kebaikan kamu, Sayang."

"My pleasure, Dex." Catherine tersenyum manis, memberi kesan tulus.

Malam itu Gendis dipindahkan ke kamar rawat VIP yang mewah dengan fasilitas serba lengkap. Belum pernah perempuan itu mendapat pelayanan seistimewa ini.

"Dex, kamu pulang saja, biar aku yang temenin Gendis di sini," ujar Catherine pada Dexter.

"Apa nggak sebaiknya kita berdua?"

"Nggak usah, biar aku. Besok kamu kan kerja. Aku nggak mau kamu kurang tidur. Walau di sini kamu bisa istirahat tapi nggak akan seenak di kamar kita."

"Jadi nggak apa-apa kamu sendiri?" Dexter masih ragu.

"Nggak apa-apa. Aku akan jaga Gendis sebaik mungkin."

"Oke, aku pulang kalau begitu." Dexter melihat Gendis sekilas lalu keluar dari ruang tersebut.

Baru saja Dexter meninggalkan mereka, Catherine mendekati bed Gendis lalu mengucapkan sesuatu.

"Jadi berapa butir obat tidur yang kamu minum agar bisa pura-pura pingsan selama itu?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Debora Susana
Dexter terlalu cinta sama Catherine jadinya bego percaya aja
goodnovel comment avatar
vieta_novie
dexter terlalu cinta ma Catherine,jd percaya aja ma yg dibilang Catherine, pdhl Catherine bo'ong....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Selir Hati Tuan Muda   Happily Ever After

    "Mama, nun, Ma ..." Tangan kecil yang menggapai-gapai serta suara cadel yang memanggilnya memaksa Gendis membuka kedua matanya. Perempuan itu terjaga dari tidurnya dan mendapati putra kecil kesayanganya sedang berada di tengah-tengah di antara dirinya dan Dexter. Menyadari dirinya terbangun bersamaa Dexter di sisinya membuat seulas senyum tipis terukir manis di bibir Gendis.Sudah sejak dua belas bulan yang lalu situasi ini terjadi. Lebih tepatnya sejak dirinya menikah dengan Dexter."Pagi, Sayang, anak Mama udah bangun?""Dah, Ma.""Sini cium Mama dulu."Bobby menghambur menciumi pipi Gendis dengan penuh semangat yang membuat Gendis tertawa. Biasanya Gendis akan meletakkan Bobby di atas perutnya. Hanya saja hal itu tidak bisa lagi dilakukannya karena perutnya yang tinggi menyamai dada. Saat ini Gendis sedang mengandung. Tidak butuh waktu lama bagi Dexter membuatnya berbadan dua. Beberapa bulan pasca menikah Gendis dinyatakan positif hamil. Dan hal itu membuat seluruh keluarga berbaha

  • Selir Hati Tuan Muda   Kembali Padamu

    Gendis menegakkan duduknya. Seluruh indera perempuan itu terjaga waspada menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Perlahan kelopak mata Dexter terbuka. Pertama-tama yang dirasakannya adalah penglihatannya yang terasa kabur. Namun lama kelamaan semua yang berada di ruang pandangnya mulai terlihat dengan jelas, termasuk presensi Gendis dan juga Bobby."Ndis ...," panggil lelaki itu lirih dengan keadaannya yang masih lemah."Dex, ini aku. Kamu sudah sadar?"Dexter tak seketika menjawab. Pria itu berupaya mengumpulkan serpihan ingatan. Namun semakin kuat ia mengingat, kepalanya terasa bertambah sakit. Bukan. Dexter tidak mengalami amnesia. Buktinya ia ingat siapa Gendis dan siapa Bobby. "Apa yang terjadi, Ndis?" tanyanya masih selesu tadi."Bu Catherine menusuk kamu dengan pisau. Lukamu sangat dalam dan harus dioperasi. Sejak pertama kejadian itu kamu nggak sadarkan diri. Ini adalah hari ketiga kamu di rumah sakit."Dexter termangu mendengar cerita Gendis. Lamat-lamat ingatannya akan

  • Selir Hati Tuan Muda   Bertiga Bersama

    Gendis keluar dari ruang rawat Dexter. Ia bermaksud pergi dari rumah sakit itu. Ia tidak mau terlibat dengan apa pun yang berhubungan dengan Dexter lagi. Hubungannya dengan Dexter sudah lama berakhir. Bagi Gendis lebih baik mereka menjalani hidup sendiri-sendiri seperti saat ini."Gendis!" Suara Martha menahan langkahnya, membuat Gendis menoleh ke belakang. Ia langsung menemukan Martha yang berjalan mendekat ke arahnya."Kamu mau ke mana?" tanya perempuan itu."Saya mau pulang, Bu.""Pulang?" Martha mengerutkan dahi. "Kamu nggak mau menunggu sampai Dexter sadar?""Maaf, Bu, saya nggak bisa," jawab Gendis memberi penolakan."Tapi Dexter butuh kamu. Kehadiran kamu sangat berarti buat dia."Gendis menahan senyum getir agar tidak terlihat. Jadi ceritanya sekarang dirinya sudah dianggap?"Oh iya, Rosa sudah cerita semua sama saya. Saya salut dan kagum sama kamu, Gendis. Kamu perempuan hebat dan luar biasa.""Terima kasih, Bu," jawab Gendis sekenanya. "Maaf, saya harus pulang. Ada hal lain

  • Selir Hati Tuan Muda   Membesuk Dexter

    Acara Junior Chef dengan cepat melejit dan terkenal di kalangan pemirsa Citra Televisi. Bukan hanya karena pesertanya anak-anak yang lucu dengan segala tingkah mereka yang beragam, namun juga karena adanya Gendis, juri yang cantik, masih muda dan energik. Otomatis Gendis menjadi idola baru bagi pemirsa Citra Televisi. Perlahan tapi pasti nama Gendis merambat naik dan mulai dikenal orang-orang. Beberapa orang yang mengenalnya ada yang meminta tanda tangan atau foto bersama saat bertemu dengan Gendis di luar, membuat Gendis merasa takjub pada pencapaiannya saat ini.Gendis baru saja keluar dari bangunan Citra Televisi ketika lagi-lagi ia bertemu dengan Rosa."Bu Rosa ..."Tiada senyum di bibir Rosa ketika Gendis menyapanya. Perempuan itu terlihat tegang yang membuat Gendis ikut kaku."Gendis, ikut dengan saya sekarang," kata Rosa tanpa basa-basi atau salam pembuka."Ke mana, Bu?""Ke rumah sakit.""Ke rumah sakit?" Gendi

  • Selir Hati Tuan Muda   Salah Sasaran

    "Ma-mami ... Sejak kapan Mami di sini?" tanya Rosa gelagapan."Memangnya kenapa? Kalian takut Mami mendengar semuanya?""Mami jangan salah paham dulu!" ujar Catherine ketakutan sambil berusaha memegang tangan mertuanya itu namun dengan cepat Martha menepisnya."Tadi Mami dengar katanya kamu mau membunuh Rosa. Itu betul?""Itu nggak benar, Mi. Itu hanya bercanda," sangkal Catherine dengan raut ketakutan. Semua image baik yang dibangunnya selama bertahun-tahun runtuh dalam sekejap."Ngeri sekali bercandamu, Cat. Bercandanya saja main bunuh-bunuhan, gimana aslinya?" Martha menggeleng-gelengkan kepala tidak habis pikir pada kelakuan menantunya."Itulah salahnya Mami. Selalu saja suka menguping pembicaraan orang. Apa salahnya Mami tanya aku baik-baik?" Martha menatap Catherine lebih lekat mendengar perkataan Catherine yang terkesan sedang melawannya."Jadi kamu melawan Mami? Berani kamu sekarang?""Dari dulu aku memang berani, Mi. Aku nggak pernah takut pada siapa pun. Bahkan kalau aku ma

  • Selir Hati Tuan Muda   Terbongkarnya Rahasia Catherine

    "Bagaimana cara agar perut terlihat besar seperti orang hamil?"Rosa mengetikkan sepotong kalimat tersebut di search engine ponsel pintarnya.Di detik selanjutnya mulut perempuan itu ternganga ketika melihat jawaban yang keluar."Perut bisa terlihat besar dengan memakai perut silikon palsu."Tidak hanya itu saja, di mesin pencari tersebut juga tersedia link yang menghubungkan ke berbagai market place yang menjual perut palsu tersebut.Rosa menelusurinya sati demi satu. Terbukti jika perut-perut silikon tersebut sering digunakan orang-orang untuk berpura-pura hamil dan lebih seringnya digunakan dalam film atau sinetron-sinetron.'Apa mungkin Catherine menggunakan perut seperti ini untuk mengelabui orang-orang?' Rosa tidak henti bertanya di dalam hatinya. Rosa bertekad untuk membuka kebusukan Catherine. Namun bagaimana cara membuktikannya? Apalagi perempuan itu begitu licik.Belum putus asa, Rosa kembali mengunjungi toko-toko yang menjual perut palsu tersebut. Ia membaca satu demi satu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status