Share

Selir Sang Pangeran
Selir Sang Pangeran
Penulis: Queeny

Awal Bermula

Tanah Jawa pada masa itu.

"Jangan lari atau aku akan menangkapmu!" 

Terdengar suara seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun sedang berteriak kepada seorang anak perempuan yang berusia dua tahun dibawahnya. 

"Kalau begitu Raden jangan menggelitikku," jawabnya dengan wajah ditekuk. 

"Kita sedang bermain dan kau kalah. Sudah kesepakatan, siapa yang menang boleh melakukan apa saja kepada yang kalah," ucap anak laki-laki itu.

Tadi mereka bermain adu jari dan si anak perempuan yang kalah. Sebagai hukuman, anak laki-laki yang dipanggil raden itu memilih untuk menggelitiknya.

"Apa tidak ada hukuman lain?" 

"Ada. Apa kau mau aku memukul kepalamu? Atau ... membalutkan pupur agar semua wajahmu menjadi putih?" pancingnya. Bibir itu menyeringai licik, sementara matanya mengerling nakal. 

Anak perempuan itu menggeleng. Tentu saja dia tidak mau. Jika kepalanya dipukul pasti rasanya sakit. Jika dibalutkan pupur, tentu saja dia akan menjadi bahan ejekan anak yang lain. 

"Kalau begitu diamlah. Biarkan aku melanjutkan hukumanmu!" titahnya.

Anak perempuan itu terdiam dan menunduk. Dia tidak boleh membantah perintah raden. Sekalipun mereka setiap hari bermain bersama, tetap saja status mereka berbeda.

Raden adalah anak raja, pemimpin di wilayah ini. Anak perempuan itu beruntung bisa berada di lingkungan keraton, karena ayahnya seorang kusir kereta. Sehingga mereka diizinkan tinggal di sini. Sementara itu, ibunya bekerja sebagi juru masak di dapur. 

Anak perempuan tidak disekolahkan, apalagi kastanya rendah. Jadi, setiap hari dia hanya bermain dengan teman-teman sebaya, termasuk salah satu pewaris dari keraton ini. 

Kanjeng ratu tidak pernah marah jika putranya bermain dengan siapa saja, asalkan tidak berbahaya atau keluar dari lingkungan keraton.

"Tapi ndak boleh lama. Aku ndak tahan. Nanti bisa mengompol di celana," katanya dengan wajah polos. 

Anak laki-laki itu terbahak-bahak mendengarnya. Lalu, dengan perlahan dia berjalan mendekat.

"Pejamkan matamu!"

Dengan sedikit rasa takut, anak perempuan itu menutup kedua kelopak mata, pasrah jika memang sang raden akan melakukannya. Lalu, dia tertawa geli karena sang raden mulai beraksi. Mereka bercanda dan saling mengejar, bermain selayaknya anak-anak hingga senja menjelang.

Saat mereka masih asyik berlarian, tiba-tiba saja terdengar suara seseorang memanggil. 

"Sekar! Sekar! Pulang. Hari sudah mau gelap," teriak seorang wanita sembari melambaikan tangan. 

Anak perempuan itu menghentikan lari, kemudian berkata kepada sang raden. 

"Raden, aku dipanggil Ibu. Aku harus pulang sekarang," katanya dengan kecewa.

Anak lelaki itu tersenyum sembari menggenggam tangannya, lalu berkata, "Kalau begitu, besok kita berjumpa lagi." 

Merekapun akhirnya berpisah. Sekar kembali ke pondok, tempat di mana dia tinggal bersama orang tuanya. Sementara anak laki-laki itu kembali ke keraton. 

***

Hiruk pikuk terdengar seantero tempat ini. Hilir mudik orang beraktifitas sejak subuh tadi hingga siang ini tiada henti.

Keraton sudah disulap menjadi lebih cantik dengan berbagai macam hiasan. Suara gamelan juga sejak tadi terdengar, ditabuh oleh beberapa abdi dalam dengan suka cita.

Para abdi berbagi tugas, ada yang membersihkan halaman, ada yang berjaga-jaga dan mengawasi.

"Sekar! Bawa rangkaian bunga ini ke depan," perintah salah satu pelayan.

Gadis yang dipanggil Sekar itu dengan tegopoh-gopoh mengambil nampan yang berisikan berbagai macam kelopak bunga. Dia membawanya ke ruang pertemuan, tempat para petinggi keraton berkumpul. Lalu kembali ke tempatnya untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Radenmu akan pulang. Apa kamu ndak senang?" tanya pelayan itu menggodanya.

"Semua orang pasti senang karena Raden akan pulang. Begitu pula denganku," ucapnya.

"Aku jadi penasaran, bagaimana wajahnya setelah bertahun-tahun pergi merantau untuk belajar," lanjut pelayan tadi.

"Pasti ndak banyak berubah. Sama seperti dulu," jawab Sekar.

Dia sibuk memotong tangkai bunga. Jika kelopaknya tadi akan digunakan untuk taburan, maka yang ini akan disimpan di pot yang akan menghiasi ruangan.

"Apa kamu ndak menaruh hati kepadanya? Bukannnya kalian dari kecil selalu bermain bersama?"

Sekar tersenyum menjawab pertanyaan itu. Memang dia dan raden sejak dulu sangat dekat. Namun, menginjak usia remaja, putra ketiga dari raja itu dilarang bergaul dengan sembarangan orang.

Sebagai salah satu penerus kesultanan, seorang Raden dituntut untuk banyak belajar. Apa saja, tak hanya berkuda dan memanah. Dia juga diajari berdagang dan mengelola wilayah.

Sejak itu, mereka jarang bermain bersama. Apalagi menginjak usia 15 tahun, sekar sudah mulai diminta menjadi pelayan.

Ibunya masih bekerja sebagai juru masak, sedangkan ayahnya beralih tugas mengurus peternakan kuda.

"Aku hanya pelayan. Tidak ada kisah cinta antara kaum sudra dan ksatria," lirihnya.

Lagipula dia memang tidak menaruh hati kepada raden, karena ... ada laki-laki lain yang saat ini menarik perhatiannya.

"Jika aku jadi kamu, maka aku akan mendekatinya. Usia Raden sekarang sudah menginjak 20 tahun. Sepertinya Kanjeng Ratu menginginkan dia menikah," lanjut si pelayan tadi.

Sekar termenung sejenak. Jika Wijaya berusia 20 tahun, itu berarti dia sendiri sudah 18 tahun. Pantas saja ayah dan ibu kerap menjodohkan dengan beberapa laki-laki.

"Aku dengar juga begitu. Kenjeng Gusti sering sakit-sakitan. Mungkin Raden akan meneruskan tahtanya. Ada banyak putri yang akan diundang di acara nanti malam. Aku rasa mungkin salah satu akan menjadi jodohnya," jawab Sekar.

Mereka berdua asyik berbincang. Lalu tak lama pintu gerbang terbuka. Bunyi derap kuda memasuki halaman istana menggema hingga ke dalam. Banyak pelayan yang keluar menyaksikan kedatangan putra sang raja.

Sekar dan pelayan tadipun tak terkecuali. Mereka meninggalkan pekerjaan dan berlari menuju ke halaman keraton.

Tampak sosok gagah keluar dari dalam tandu. Tubuhnya tinggi menjulang dengan kulit yang bersih. Semua orang menatapnya dengan kagum. Ada juga yang diam-diam menaruh hati.

Sekar berdiri paling belakang. Dia mencoba berjinjit namun tetap tak nampak. Tubuhnya yang mungil dan pendek membuatnya kesulitan Akhirnya dia memilih mundur ke belakang dan melihat yang lain melambaikan tangan ke arah raden.

Wijaya Kusuma. Putra ketiga dari Penembahan Angling Kusuma. Raja di wilayah selatan ini. Tiga tahun pergi ke negara tetangga untuk menempuh pendidikan. Perjalanan jauh dengan menggunakan kapal laut tak menyurutkam niatnya untuk menuntut ilmu.

Bruk!

Sekar terjatuh saat tak sengaja kainnya tersangkut sebuah kayu. Kembannya hampir saja terlepas.

"Kamu ndak apa-apa, Kar?" tanya seseorang.

Gadis itu mendongakkan kepala. Tampaklah seorang lelaki tampan dengan pakaian prajurit yang gagah. Di pinggangnya ada sebilah pedang yang terbungkus rapi dalam selongsong.

"Ndak apa-apa," jawabnya gugup.

Mereka berdua saling bertatapan dengan wajah merona.

Sudah satu tahun ini, keduanya saling mencuri pandang. Saling memberikan perhatian secara diam-diam.

"Hati-hati kainmu bisa tersangkut," ucap lelaki itu dengan wajah memerah.

Dia memalingkan wajah ketika penutup dada gadis itu tersibak sebagian. Sebagai laki-laki normal, tentu saja itu merupakan pemandangan indah baginya.

Sekar menunduk dan menutupnya dengan sebelah tangan. Aset miliknya yang putih dan kenyal itu jangan sampai dilihat orang lain kecuali suaminya nanti. Dia membalikkan badan dan menyimpul kain, lalu merapikan rambut.

"Ayo, aku bantu." Laki-laki itu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Terima kasih," ucapnya malu.

"Lain kali jangan pakai kemban. Kamu menggoda mata kami untuk melirik. Apa kamu ndak punya kebaya?" Dia bertanya.

"Aku tadi dari belakang sedang merangkai bunga. Ndak keburu ngambil selendang. Lalu ada bunyi kereta. Kami mau melihat kedatangan Raden," jawabnya.

"Oh. Tentu saja. Kamu mau ketemu dengan kekasih masa kecil?" tanya pengawal itu.

Semua orang di keraton tahu bahwa Sekar adalah sahabat Wijaya sejak masih dulu.

"Dia bukan kekasihku. Aku masih sendiri, belum dimiliki oleh siapapun," jawabnya sambil menundukkan kepala. Tangan kecil itu memainkan ujung kain sehingga membentuk sebuah simpul.

"Oh syukurlah. Jadi aku masih punya peluang," kata lelaki itu senang.

Sudah lama dia memperhatikan Sekar. Sejak gadis itu masih kecil hingga kini tumbuh menjadi dewasa. Usia mereka memang terpaut cukup jauh. Dia sendiri tahun ini memasuki angaka 28.

Selisih usia 10 tahun dengan gadis ini membuatnya agak ragu untuk mendekat. Di antara para pengawal istana, dia dijuluki si perjaka tua karena tak kunjung menikah.

Padahal banyak gadis yang mendekati karena wajahnya cukup tampan. Namun, hatinya telah tertambat kepada Sekar, sang primadona di disini.

Ada bisik-bisik yang sempat tersebar di kalangan para pengawal, bahwa sepertinya Sekar akan dijadikan selir oleh salah satu pangeran di keraton ini.

Entah yang mana, karena putra raja ada beberapa dari ratu dan selirnya. Karena itulah, mereka yang diam-diam menaruh hati kepada gadis ini menjaga jarak. Jangan sampai raja marah dan mengusir karena berani berbuat lancang.

Sekar, sekalipun dibebaskan dan dijadikan pelayan, diam-diam telah diawasi dan dijaga oleh beberapa orang suruhan raja.

"Maksudnya?" Gadis itu bertanya. Berpura-pura tidak tahu padahal malu.

"Ah, lupakan. Kembalilah ke tempatmu. Nanti malam akan ada acara penyambutan. Aku dengar kamu akan menari bersama yang lain," kata lelaki itu.

"Kamu benar. Kanjeng Ratu memintaku menari untuk penyambutan Raden Wijaya," katanya bersemangat.

Ini pertama kalinya dia tampil dan unjuk kepiawaian dalam menari. Tentu saja Sekar merasa senang.

"Jangan terlalu cantik berdandan. Nanti banyak yang tergoda melihat kemolekanmu," bisik lelaki itu, lalu pergi meninggalkan Sekar begitu saja.

Gadis itu masih terpaku. Tak menyangka bisa berbicara lama dengan sang pujaan hati.

Kamandanu, kepala prajurit keraton yang gagah perkasa. Pemimpin perang yang ditakuti lawan dan disegani kawan.

Sekar berdoa dalam hati, semoga kelak jodohnya adalah lelaki itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
SalsaDCArmy
baca ceritaku jugaa yaaa makasih.. cerita fiksi Indonesia jugaa keren............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status