Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 456. PANJI PATROLI #7

Share

456. PANJI PATROLI #7

last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-06 13:00:33

Pada akhirnya, aku memancing Lavi bicara.

Lavi punya gagasan ingin bermalas-malasan sebelum berangkat, tetapi aku ingin dengar semua yang terjadi di Rapat Dewan, jadi aku memaksanya bangun—yang kurang lebih membuatnya mengerang panjang. Dia menggerutu sewaktu aku menata bidak catur di meja kecil. Tampaknya hari ini dia kekurangan motivasi.

Dia mengonfirmasi semua yang dikatakan Haswin—tentang tiga petinggi yang mengendalikan misi sampai dia yang menjadi orang pertama membantah soal sistem lama. Dia mengonfirmasi semua hal, jadi aku tahu Haswin tidak mengarang cerita sama sekali—dan Lavi memang tidak berniat menceritakan itu padaku. Lavi mengatakannya blak-blakan sembari menggerakkan bidak putih. “Aku tahu Haswin cerita lebih dulu saat kalian membicarakan ladang bunga.”

“Aku tidak suka jawaban itu,” balasku, jujur-jujur saja.

“Aku mau cerita, kok, sungguh,” belanya, langsung—setelah menyaksikan sa

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Selubung Memori   619. HUTAN BEKU #7

    Paginya, kami menahan sarapan karena akan kembali ke Padang Anushka.Kami di dalam kubus tanah persembunyian. Bedanya dengan yang kubuat di pemberhentian bersama geng idiot, kubus tanah ini dibuat dengan terburu-buru, aneh, dan tidak berbentuk kubus secara sempurna.Lavi tidak ingin membebaniku dengan pekerjaan membangun sesuatu. Dia mau dengan bentuk apa pun asalkan ditutupi sulur. Jadi, aku hanya membuat bentuk asal-asalan selama disetujui Lavi, lalu kami segera berbaring di dalamnya. Di dalam kubus hangat itu, aku memeluk erat Lavi, menenggelamkan diriku pada pundak dan dadanya, merasakan diriku berada di fase paling membutuhkan pelukan Lavi dari apa pun. Aroma Lavi memenuhiku. Aroma lemon dan lembut. Aroma yang bekerja sebagai terapeutik. Tanganku melilitnya. Lavi berbaring, mengusap dan menyugar rambutku di bawah dagunya.“Aku menemanimu,” gumam Lavi. “Libatkan aku di semuanya.”Aku hanya mengangguk. Di malam ketika Lavi menga

  • Selubung Memori   618. HUTAN BEKU #6

    Pencarian timku dan Lavi berjalan dalam dua kutub berseberangan. Dilihat dari aspek kelancaran perjalanan, kami aman. Dilihat dari segala petunjuk yang bisa didapat tentang Ibu, kami nihil. Nol besar.Aku lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Lavi yang biasa mengoceh panjang lebar juga tidak banyak bicara. Kami hanya saling menggamit sepanjang melintasi alam liar. Trek ke titik Padang Anushka berikutnya menjauhi gunung, jadi kami semakin meninggalkan trek terjal. Tidak ada medan curam berarti yang harus diwaspadai. Dari pembagian area pencarian, kami kebagian menyusuri sungai—karena menurut Profesor Merla dan Nadir, aliran air adalah area paling sulit untuk dilacak. Mereka membebankan itu padaku.Lavi tidak menganggapnya sebagai beban. Dia bilang, “Kalau mereka yang di sini, mereka takkan mendapatkan apa-apa, tapi kalau kita—yang daya lacaknya lebih tajam, ada kemungkinan memiliki peluang lebih besar.”“Aku juga tidak menganggapny

  • Selubung Memori   617. HUTAN BEKU #5

    Kami melakukan persiapan akhir sebelum pergi meninggalkan tebing. Yang bagi Lavi dan Reila adalah mandi, sementara bagi Leo adalah mengucap perpisahan pada tempat gelap yang bersedia menaungnya sekitar empat tahun. Dia mengajakku ke dapur, menunjukkan catatan persediaan. Aku agak lupa dengan tulisan Ibu, tetapi dia menunjukkan tulisan Ibu padaku.Aku merasakan gejolak yang sama seperti saat membaca surat Bibi.Goresan tinta yang tertulis di kertas itu seperti melayang naik, menembus lapisan kertas seolah tengah memancarkan aura kehadiran seseorang. Aura Ibu bak keluar dari lapisan kertas dan memenuhi benakku.“Makasih,” kataku, mengembalikannya. “Aku semakin yakin dia hidup.”“Bibi Meri suka sekali membicarakan ikat rambutnya. Dia juga punya cara berpakaian yang agak aneh—maksudku, selendangnya melilit tubuhnya, kan? Aku tidak pernah menyangka kalau itu ada artinya. Semua itu pemberianmu. Dia cerita kalau kau memberinya

  • Selubung Memori   616. HUTAN BEKU #4

    Keesokan paginya, aku menjadi orang ketiga yang bangun cepat.Ketika aku membuka mata, Jenderal dan Profesor Merla sudah tidak ada di tempat. Aku tidak berniat penasaran, tetapi lilin di ruangan yang kupikirkan sudah habis ternyata menjadi lilin yang baru. Salah satu dari mereka pasti menggantinya. Lavi masih terlelap. Aku mengecek arloji. Ternyata aku tidur cukup lama. Sekarang pukul setengah enam. Setidaknya, matahari sudah terbit. Kuputuskan memperbaiki selimut Lavi, melapisinya dengan milikku sebelum beranjak.Jenderal sedang duduk di pintu masuk gua, di atas tumpukan batu. Cahaya sudah merembes masuk dari lubang, sangat silau. Jenderal hanya duduk. Posisinya diletakkan menyongsong cahaya. Jadi, dari posisiku, yang kelihatan darinya hanya siluet. Sungguh, wujudnya yang ini membuatnya semakin memancarkan aura.Terlepas dari semua yang sudah terjadi—citra ingatan Bibi dan segalanya—aku berhasil membawa diriku di tumpukan tanah paling bawah.

  • Selubung Memori   615. HUTAN BEKU #3

    Setelah melihat citra masa lalu Ibu dan Bibi, ketika Bibi menjadi eksistensi yang begitu sensitif dengan emosi, sebenarnya secara halus, Ibu juga begitu sensitif dengan emosi—terutama yang berhubungan dengan keluarga. Di masa lalu, satu-satunya keluarga yang dimiliki Ibu jelas Bibi, dan bukannya itu sudah jelas? Tidak pernah sekali pun Ibu kelihatan bisa rela ketika Bibi melakukan hal-hal berbahaya, mulai dari misi atau bahkan mendekati Jenderal. Jadi, ketika aku lahir dan menjadi putranya, Ibu benar-benar menerapkan perasaan serupa padaku.Ibu selalu dekat denganku—entah di Padang Anushka atau Lembah Palapa.Namun, kebenarannya, alasan kedekatan kami juga pernah didorong keras oleh kejadian yang berhubungan dengan emosi.Jadi, sewaktu kami masih di Padang Anushka, Ibu selalu sibuk dengan tim tungku. Sepanjang hari dan sepanjang waktu. Ibu bahkan semakin brutal mengisi waktunya di tim tungku setelah Reila lahir. Entah apa yang Ibu pikirkan, tetapi Ib

  • Selubung Memori   614. HUTAN BEKU #2

    Aku dan Lavi adalah tim pertama yang berhasil menyentuh ujung lain dari gua. Tampaknya tim lain memilih cabang lain saat di dalam gua.Kurang lebih, ujung lain gua ini terhubung dengan sungai kecil. Kami ada di dataran yang entah bagaimana lebih landai, sehingga pintu masuk gua di ujung yang ini lebih mirip seperti sarang kelinci di pinggir sungai. Saat itu langit sudah gelap. Matahari telah terbenam, dan wilayah di sekitar juga hanya sungai di tengah hutan. Aku berusaha merasakan area sekitar, tetapi hasilnya nihil.“Ada batu kristal juga di sekitar sini,” kataku.“Berarti batunya memang mengitari tebing ini,” ucap Lavi. “Kau bisa, tidak, merasakan posisi pintu keluar yang ini di sebelah mana pintu masuk utama?”“Sepertinya utara. Kita ada di sisi lain dari arah kedatangan. Tapi kau sadar sesuatu? Hal yang sangat penting tentang gua di sisi ini.”Lavi mengerutkan kening, mengedarkan pandangan ke seki

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status