Setelah kembali dari misi, aku menghabiskan waktu di gerha. Tidak pergi sama sekali. Kupikirkan aku ingin tidur, tetapi dengan cara apa pun, aku sulit tidur. Sewaktu masih di alam liar, ketika Lavi tertidur di sampingku, aku sama sekali tak bisa tidur. Kesadaranku seperti tidak bisa jatuh. Kepalaku dikuasai hal-hal aneh. Itu masih berlangsung hingga tiba di gerha. Barangkali Tara tidak memberitahu kalau aku seperti butuh tidur, tetapi dua malam terakhir, aku tidur hanya sesaat.
Reila menyebut hasil misinya sebagai, “Bukti dari Bibi kalau tidak ada lagi yang bisa ditemukan, jadi dia memintaku tidak merengek berangkat misi.”
“Kau merengek?” tanyaku.
“Bibi menyebutnya seperti itu.”
“Jadi, kau tidak misi lagi?”
“Masih misi. Harusnya dua hari lagi. Sama seperti Kakak.”
Itu pun kalau aku berangkat dengan Lavi—aku ingin mengatakan itu, tetapi aku menahannya sedemikian rupa. Kalau Lav
Sebelum pencarian ketiga, semua mulai meledak.Aku dan Lavi baru berangkat setelah tengah hari, beda titik dengan Reila yang sudah berangkat sejak jam sarapan habis. Kali ini dia tetap berangkat dengan Profesor Merla, tetapi tanpa Kara. Sebagai gantinya, Elton ikut misi.Dan alasan pertama mengapa aku terlambat berangkat, adalah Reila.Aku tidak bisa tidur lagi—sebenarnya aku tidur, tetapi hanya satu jam. Jadi, ketika bangun, kepalaku pusing. Saat itu dini hari. Aku di dapur, mengambil minum dengan harapan pusing di kepalaku hilang, tetapi ternyata gerak motorik tanganku belum sepenuhnya kembali. Gelas itu tergelincir dari tanganku, dan: prang!Satu-satunya yang keluar kamar: Reila.Begitu dia keluar dengan raut terkejut dan curiga, kami bertautan mata. Di dekat kakiku masih tersebar pecahan kaca. Di malam itu, akhirnya tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. Aku mengatakan semuanya.Tentang misi ini, apa yang kupikirkan di ba
Setelah kembali dari misi, aku menghabiskan waktu di gerha. Tidak pergi sama sekali. Kupikirkan aku ingin tidur, tetapi dengan cara apa pun, aku sulit tidur. Sewaktu masih di alam liar, ketika Lavi tertidur di sampingku, aku sama sekali tak bisa tidur. Kesadaranku seperti tidak bisa jatuh. Kepalaku dikuasai hal-hal aneh. Itu masih berlangsung hingga tiba di gerha. Barangkali Tara tidak memberitahu kalau aku seperti butuh tidur, tetapi dua malam terakhir, aku tidur hanya sesaat.Reila menyebut hasil misinya sebagai, “Bukti dari Bibi kalau tidak ada lagi yang bisa ditemukan, jadi dia memintaku tidak merengek berangkat misi.”“Kau merengek?” tanyaku.“Bibi menyebutnya seperti itu.”“Jadi, kau tidak misi lagi?”“Masih misi. Harusnya dua hari lagi. Sama seperti Kakak.”Itu pun kalau aku berangkat dengan Lavi—aku ingin mengatakan itu, tetapi aku menahannya sedemikian rupa. Kalau Lav
Pencarian kedua tidak menghasilkan apa-apa. Kami memutuskan pulang di tengah hari karena kondisi Lavi sudah tidak lagi bagus untuk pencarian. Fisiknya dan benaknya sudah benar-benar habis. Aku yang memutuskan kembali.Lavi menurut. Kami kembali dan memutuskan gunung itu bukanlah tempat mencurigakan. Itu hanya tempat normal. Untuk pencarian berikutnya, kami pindah ke tempat lain. Tentunya belum kami bicarakan. Aku tidak ingin memulai obrolan serius semacam itu ketika kondisi Lavi sedang habis.Aku menggendongnya, membawanya ke Padang Anushka.Kami tiba sekitar pukul dua siang.Dan momen kedatangan kami—bagiku salah—tetapi bagi Lavi sangat tepat. Di pondok perbatasan, Haswin, Yasha, dan Dalton sedang main catur.Kami menapak di bukit perbatasan, disambut oleh Mister seperti biasa. Lavi turun dari punggungku. Haswin berkata, “Kerja bagus. Selamat datang.”“Bermalas-malasan seperti biasa?” tanya Lavi.&
Di pencarian kedua, Reila akhirnya berangkat. Izin misinya kembali.Bukan karena Lavi. Bukan karena Profesor Merla. Namun, tim medis. Izin misinya dikembalikan—secara teknis, tim medis kembali mempercayakan kondisi Reila pada dirinya sendiri. Menurut Isha, semua dalam diri Reila tidak pernah ada yang kacau. Semuanya stabil. Dokter Gelda juga mengatakan hal sama. Jadi, tidak pernah benar-benar ada yang mengaku apa alasan sebenarnya tim medis mencabut izin misinya. Meskipun begitu, tim medis, aku, Profesor Merla, dan—bahkan Reila sendiri tahu alasan sebenarnya.Susunan timku dan Lavi tetap: aku dan Lavi.Susunan tim Reila: Profesor Merla, Reila, dan Kara.Untuk misi kali ini Kara menawarkan dirinya ikut, terutama karena wilayah pencarian Reila adalah sekitar air terjun hingga gua tebing.“Aku ingin lihat langsung wujud gua itu, Nak,” kata Kara. “Omong-omong ke mana tim kalian pergi?”“Negeri atas awan,
Keesokan harinya, kami bergerak ke sekitar gunung hingga hampir bertemu gelap lagi. Lavi punya gagasan menuruni area yang paling terjal—yang semestinya meningkatkan peluang bertemu monster dan musuh. Namun, tak ada lagi yang bisa kami temukan, kecuali alam liar yang jauh lebih brutal dari apa pun. Dengan yakin aku tahu tak ada manusia yang bisa menyentuh daerah ini lagi sejak 500 tahun lalu. Alam liar di puncak gunung terasa lebih alami seolah berada dalam pelindung.Tidak ada bekas monster. Tidak ada musuh. Gunung itu jelas mencurigakan.Kami berjalan cukup jauh sejak turun dari gunung. Tidak terbang lagi.Lavi menandai koordinat ketika aku menyusuri sungai.Sungai itu cukup janggal. Bagian sisinya punya banyak lubang aneh seperti perangkap. Aliran airnya sangat tenang. Sungai ini pasti lebih dalam dari kelihatan. Beberapa lubang aneh di pinggir sungai dan rawa-rawa ini membuatku bisa paham lebih banyak. Aku meminta Lavi menjauh dari sungai.
Profesor Merla memperingatiku soal misi pencarian.“Sejujurnya aku salah satu yang menentang misi pencarian, Forlan. Tak ada petunjuk yang bisa menjadi arah pencarian. Dan melihat citra roh alam yang sudah kau tunjukkan—Lavi juga cerita banyak hal tentang pemilik kemampuan roh—aku merasa Meri dilindungi sesuatu. Setidaknya, dia akan tetap terlindungi.”“Aku juga berharap begitu,” balasku, lebih berharap dari yang kupikirkan.“Aku akan membiarkanmu mencari, tapi jangan lupa kembali.”“Aku tahu.”“Aku tidak janji akan menemani Reila, tapi kuusahakan menemaninya. Dia adikmu dan dia sama keras kepalanya sepertimu meski kau kadang lebih terkendali. Lavi yang selalu bersamamu itu lebih keras kepala—sejujurnya. Tapi aku percaya kau dan Lavi tidak perlu dicemaskan. Berjanjilah padaku, tetaplah di batas wajar saat misi. Saat Lavi bilang harus kembali, jangan menentang. Pulanglah.”