共有

2. Tidak Mengira

作者: Arthamara
last update 最終更新日: 2025-07-24 01:22:27

Jujur Doni tidak siap dan sedikit salah tingkah. Tidak mengira diajak kenalan di saat posisi yang tidak tepat seperti saat ini. Doni melihat Erna di depan ini sebaya dengannya. Dia segera mengelap tangan ke celana, beberapa kali.

“Eeh..saya Doni mbak. Penghuni unit 03. Berarti kamar mbak yang ujung kanan ya?” katanya sedikit gugup, namun tetap mengulurkan tangan, menjabat tangan berkulit putih tersebut.

Erna tersenyum, “gak apa-apa mas. Ngapain di lap sih tangannya. Itu, mas siapa tadi namanya?”

“Doni mbak. “ sahut Doni mempertegas.

“Aah iya, maaf. Masih susah ingat nih kalau baru bertemu mas. Mas Doni, sudah makan belum? Saya bawa makanan banyak tadi dari kerjaan. Sayang kalau gak dimakan. Sekalian bantu antar ke tetangga unit lainnya ya?” Pinta Erna.

Doni terperanjat. Bingung antara mengiyakan atau menolak. Namun dia memang belum makan. Hanya tawaran untuk bagi-bagi makanan di waktu yang mendekati pukul 21.00 itu terasa sudah kemalaman.

“Apa gak besok saja mbak? Takut ganggu yang sudah tidur.” Balas Doni. Lalu disahut bunyi perutnya yang terdengar nyaring meminta hak untuk menggiling.

“Tuh kan, masnya lapar. Ayo ah,” kata Erna lalu menarik tangan Doni begitu saja tanpa persetujuan.

Di unit kamar Erna memang tampak satu tumpuk kotak makanan. Kotak berwarna merah dengan logo kepala botak berjanggut. Jelas itu adalah nasi dengan ayam goreng dan sambal kekinian.

“Ayam geprek ya mbak?” Tanya Doni tanpa basa-basi.

“Iya mungkin mas. Aku juga belum sempat buka. Tadi di tempat kerja ada acara, banyak banget makanan yang tersisa. Sayang banget kan, jadi aku bawa pulang satu kardus,” Jelas Erna. Dia mulai mengikat rambut rambut hitamnya dengan seutas tali yang entah darimana sudah ada di tangan, “mas Doni mau makan dulu atau bantu saya ngantar ke tetangga?”

Sejujurnya, Doni ingin makan terlebih dahulu. Namun, rasa gengsi membuatnya menahan rasa lapar. “Ayo kita antar ke tetangga dulu saja mbak. Keburu malam, malah gak kemakan.”

“Beneran? Disini para penghuninya baru tidur jam 00 mas. Jam segini mah banyak yang baru pulang.” Jelas Erna.

Doni segera mengangkat satu wadah plastik besar yang berisi makanan berat tersebut. Dia mengikuti Erna naik ke lantai tiga. Selama mau satu minggu di apartemen tersebut, baru kali ini dia naik ke lantai atas.

“Mas Doni, masih kuliah atau sudah kerja?” tanya Erna, mereka mulai berbelok ke arah unit yang ada orang menempati.

Erna mengetuk pintu.

“Masih kuliah mbak. Semester 6 mau 7, tugas akhir.” Jawab Doni pelan. Dia mulai menurunkan kotak makanan itu ke lantai. Terbungkus plastik merah, jadi masih tetap aman.

Tidak lama kemudian, pintu unit bernomor 11 tersebut terbuka. Tampak seorang perempuan yang berkisar umur 30an membuka.

Erna menyapa orang itu, lalu mengobrol sebentar. Doni juga memperkenalkan diri. Dari orang tersebut kemudian diketahui kalau unit di lantai 3 sementara hanya ada dia saja. Yang lainnya belum kembali dan belum terisi.

“Terima Kasih ya mbak Erna dan suami.” Kata perempuan bernama Sandra dari unit 11 tersebut.

Erna dan Doni saling beradu pandang. Lalu buru-buru mengklarifikasi,” bukan.” Jawab mereka hampir di waktu serempak.

“Aiish, serasi sekali.“ kata Sandra.

“Bukan mbak, dia ini penghuni kamar 03, di bawah. Tetangga kita juga. Masih kuliah. “ jelas Erna.

“Ohalah, saya kira suami mbak Erna. Serasi loh kalian.” Sandra mencoba mengompori. Sesekali mengangkat alis.

“Aduh mbak Sandra bisa saja. Dimana mas Bayu?”

“Tuh, sudah terlelap.” Jawab Sandra sambil menunjuk seorang laki-laki di dalam ruangan yang memang sudah terlelap meski sebuah TV dengan acara kontes bernyanyi masih berlangsung.

“Pak guru kecapekan ya mbak. Ya sudah kami undur diri dulu. “ Pamit Erna lalu dia segera turun ke lantai berikutnya.

Dari penjelasan Erna kemudian diketahui bahwa Sandra dan suami termasuk penghuni awal apartemen tersebut. Suaminya, Bayu adalah guru honorer di salah satu SD negeri di kecamatan sebelah. Sedangkan Erna sehari-hari bekerja di laundry.

Krucuuk

Perut Doni kembali berbunyi. Kali ini lebih keras sehingga terdengar oleh Erna yang berjalan di depan.

Erna tertawa, menutupi gigi putihnya dengan telapak tangan. “Mas Doni makan dulu saja. Mana sisanya biar Erna antar sendiri.”

“Eeh jangan mbak. Ayo kita selesaikan. Seperti kata Damkar, pantang pulang sebelum padam.” Namun perut Doni kembali berbunyi. Dia benar- benar lapar setelah terakhir makan di jam 13 siang.

“Sudah. Mas Doni silakan makan dulu. Mau di kamar saya boleh, mau dibawa ke kamar mas Doni juga boleh.” Kata Erna lalu segera membawa sisa kotakan makanan lain menjauh dari Doni.

Doni berusaha cuek. Memang dia lapar benar. Maka, dia segera membawa makanan tersebut ke unitnya. Dan langsung memakan dengan lahap ayam goreng dan sambal tersebut untuk menjawab protes dari lambung.

Saat tengah konsentrasi mengunyah ayam tepung kremes tersebut, suara desahan kembali terdengar dari kamar sebelah.

“Bukankah suaminya sudah berangkat barusan?” katanya pelan.

Doni menutup pintu depan. Lalu kembali mendekat ke tembok tetangga itu. Kali ini bukan telinganya yang mendekat. Dia sengaja membuka lakban hitam yang beberapa hari lalu sengaja dia tempelkan saat awal menempati unit.

Betapa terkejutnya Doni, dibalik celah itu terlihat dengan jelas. Penghuni kamar sebelah sedang melakukan hal yang membuat bola mata mau keluar.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   13. Ada Syarat Baru

    Doni tiba dia kampus lebih awal dari jam yang ditentukan oleh dosen pembimbing kedua. Suasana kampus mulai terlihat ramai. Hari ini memang jadwal daftar ulang mahasiswa baru gelombang 2. Adik-adik tingkat dari segala penjuru kota akan mengisi kelas dan parkiran kampus yang selalu penuh saat menjelang pukul 7 pagi selanjutnya. Dia teringat, saat awal mahasiswa dulu. Dia dengan semangat membara datang dari kota yang sebenarnya lebih gemerlap dari kota dimana kampus ini berada. Namun, karena predikat kota pelajar disandang kota ini, Doni memilih kampus ini sebagai pilihan pertama. “hei..ngelamun saja. Pasti lagi ngelihatin buah boba, para dedek gemes calon maba kan?” sapa Anton mengangetkan, menepuk pundak Doni dengan keras. Anton adalah teman satu angkatan. Juga satu jurusan, namun karena Anton jarang masuk kuliah dan lebih banyak pacaran. Alhasil dia banyak mengulang mata kuliah. Dia masih butuh beberapa semester untuk bisa mengambil skripsi. “Apaan sih Ton? Dari dulu hentai dulu ot

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   12. Belajar Berbohong

    Doni mengepalkan tangan. Dia harus berani berbohong. Dia selama ini memang selalu jujur, hampir tidak pernah berbohong. Itu yang membuat dia tidak disukai keluarga juga kerabat.“Tidak tahu bang. Aku baru saja keluar.”Doni terpaksa berbohong, baru berbohong. Dia harus melakukan itu untuk menyelamatkan Chika yang bersembunyi di kamarnya. Bukankah berbohong untuk kebaikan itu diperbolehkan? Begitulah pesan guru agama saat dia duduk di bangku SMP dulu.“Mari bang kubantu. Abang harus istirahat, abang mabuk berat ini. Dimana apartemen abang?” tanya Doni lagi.Laki-laki berjaket hitam itu berusaha melempar tangan Doni yang membantunya. “Aku tidak mabuk. Lepaskan aku,” katanya lalu bangkit kembali.Doni hanya melihatnya sejenak. Membiarkan laki-laki itu berjalan menjauhinya.“Chika….kemana kamu. Beri aku uang! Aku harus membalas kekalahanku.” Teriak laki-laki itu lagi.Dia berjalan ke arah parkiran sepeda motor utama. Doni hanya melihatnya dari arah samping tangga. Lalu, beberapa detik ber

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   11. Siapa Lagi ?

    Doni memundurkan kepala. Sebuah lingkaran besar segera muncul membalut sebuah tanya utama. Apa Mbak Nadia melihatku? Bisa panjang nih urusan. Lagian kenapa harus ngintip lagi aku! Don….Don..! " Doa yang terucap kini sebaliknya. Tidak berharap, apa yang dia lakukan tadi dilihat oleh Nadia. Suatu rumus dasar, jika dia bisa melihat Nadia, tentu Nadia juga bisa melihatnya dari celah tersebut. Jantungnya berdetak seperti genderang. Darahnya berdesir. Doni agak sedikit gugup. “Gak asyik kan kalau ketahuan ngintip tetangga pas suaminya gak ada.” Dia mencoba menengadah, berharap pada Sang Kuasa. “Semoga tidak.” Doni memegang dadanya yang masih terasa getaran jantung, tidak melambat. Masih kencang.Baru beberapa saat kemudian dia mendengar pintu depan Nadia dibuka.Ngeek Doni segera berlari ke arah pintu. Membuka pintu membentuk sudut 20 derajat. Dari posisinya diketahui, Nadia hanya mengambil jaket tadi, -bukan melihat ke arah dia mengintip-yang kini dia kenakan keluar unit. Karena, saat

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   10. Apa Dia Melihatku?

    Nadia segera menyingkarkan tangan Doni dari mulutnya. Dia mendekatkan bibir ke telinga Doni, “Abis kuda-kudaan yah?”Doni menggerakan tangan ke kanan dan kiri. Berusaha menyanggah pertanyaan Nadia dengan jawaban terbaik. Dia segera menarik tangan Nadia untuk menjauh dari pintu tersebut.“Bukan mbak..susah dijelaskan. Pokoknya saya suwer, demi apapun tidak ngapa-ngapain sama Mbak Sandra.” Jelas Doni serius.Nadia terkekeh, lumayan keras. Doni langsung berusaha menutup mulut Nadia lagi.“Mbak, jangan tertawa keras. “ Pinta Doni setengah berbisik.“Kenapah memang? Kalau gak ngapa-ngapain kenapah mesti takut. “ Ucap Nadia tiada merasa bersalah.Dia ingin nyeplos saja kalau sempat melihat Nadia Single Fighter memakai jari beberapa waktu lalu, namun diurungkan. Doni menggaruk kepala yang tiada gatal. Berusaha memilih kalimat yang bisa menjelaskan kejadian yang barusan terjadi. Agar tetangga unitnya tersebut tidak berpikiran negatif atau malah menyebarkan berita yang tidak benar.“Begini mba

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   9. Mimpi Apa Semalam?

    “Mas Doni, sembunyi dulu disini ya,” kata Sandra yang langsung dituruti Doni. Tidak ada jalan keluar memang, kecuali hanya sembunyi sementara. Dia juga tidak akan bisa dengan mudah menjelaskan keberadaannya ke suami Sandra tersebut.Sandra segera mengenakan handuk kembali, lalu merapikan rambut dan mengibaskan tangan. Makanan yang dipegangnya memang masih panas. Wajar, dia teriak panik seperti tadi. Dia segera membuka pintu.“Loh, ayah? Sudah pulang. Ini masih jam 10?” Sapa Sandra pada Bayu, suaminya.“Mama kenapa? Kenapa teriak? Ada apa?” Bayu kembali menjawab pertanyaan istrinya dengan pertanyaaan balik.Sandra mengatur napas sejenak. Mencoba menguasai keadaan,”Gak apa-apa, yah.”“Kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?” tanya Bayu lagi.“Eeh anu yah. Mau mindahin sayur, malah tidak sengaja tumpah kena tangan.” Kata Sandra lalu menunjukan jarinya yang memerah pada Bayu.Suaminya langsung melangkah masuk dan menutup pintu. Memegangi jari jemari istrinya yang memang sedikit memerah.“

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   8. Tragedi Wadah Sayuran

    Tok..tok..tok“Permisi mas, saya sudah selesai. Mana Syakilanya?” Tanya Sandra. Buliran air masih menetes dari rambutnya.Doni segera menunduk. Dia tidak bisa membayangkan kalau handuk itu sampai jatuh. Lagian, untuk sampai ke atas juga harus melewati anak tangga yang lumayan banyak. Mengapa Sandra hanya memakai handuk seperti itu?“Itu mbak, lagi bobok.” Tunjuk Doni, kepanya menoleh ke arah Syakila di ranjang.“Malah ketiduran nih anak. Persis seperti ayahnya, mudah tidur. Ketemu bantal yang cocok, langsung sampai Meksiko.” Kata Sandra dari luar pintu.“Gak apa-apa mbak. Mau dibantu angkat Syakilanya? Atau biarkan dulu disini sampai bangun?” tanya Doni memastikan.“Jangan mas Doni, saya bawa saja. Biar tidur di rumah sendiri saja,” jawab Sandra lalu masuk ke dalam, ”Permisi ya mas, saya bawa Syakila dulu.”Doni mengangguk. Sandra mulai berjalan ke arah anaknya yang tertidur pulas. Aroma wangi sabun mandi yang menempel di tubuh Sandra terasa sangat menggoda hidung dan pikiran Doni. Ap

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status