Share

bab 6

Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka.

James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah.

“Duduklah, minum dulu,” bujuknya sambil memberikan termos kecil miliknya. Chou menarik kursi lalu diberikan pada Angel.

Hanya Chou yang tetap tenang. Dia menghampiri James dan Chen, menyodorkan masing-masing sebotol air mineral. Chen segera meminum air dalam botol sekaligus dalam beberapa kali tegukan. Bajunya sedikit basah, tetapi dia merasa agak lega. Chen melepas kacamatanya dan melempar pelan ke tengah meja, menarik kursi beroda dan duduk dengan sembarangan. Tampak sekali dia sangat kusut.

“Maafkan aku ... aku benar-benar tidak tahu akan sejauh ini masalahnya,” ucap Angel sambil tersedu.

“Sudahlah Angel, ini bukan salahmu sepenuhnya. Aku yang teledor, seharusnya aku tahu kalau D13 berkurang satu penghuninya,” ucap Chou menenangkan pujaan hatinya.

“Kalau bukan salah dia, lantas salah siapa?” sahut Chen dengan lemas.

“Salah kita semua!” jawab James sambil membuka botol dan mengosongkan isinya sekali teguk.

“Kita bereskan laporan hari ini. Besok kita harus datang pagi-pagi dan dalam keadaan segar serta ... masih hidup!” canda James sambil tertawa sinis.

“Ayolah James, kita pasti bisa menyelesaikan semua ini. Seperti biasanya, kita cuma harus fokus dan kompak. Aku tahu kita pasti bisa melewati masalah ini. Kau hanya cukup memimpin kami seperti biasanya, James. Bukan begitu Chen, Angel?” ucap Chou.

Kata-kata Chou setidaknya mampu membangkitkan semangat James yang sudah sampai pada batas terendah. Bahkan, sudah mencapai titik negatif. Chou memang sahabat yang pandai mengembalikan semangat orang-orang di sekitarnya. Itulah sebabnya mereka tidak pernah berpisah sejak duduk di sekolah menengah atas.

“Baiklah, apa rencanamu?” tanya James pada Chou.

“Kita bahas itu nanti malam, di rumah kontrakan Chen. Kita tidak bisa menyusun rencana di sini. Kalian pasti tahu alasannya,” kata Chou sambil berpura-pura memberesi berkas-berkas yang berserak di meja. Matanya memberi isyarat menunjuk pada kamera pengawas.

James dan Angel mengangguk tanda mengerti, hanya Chen yang terlihat tidak senang.

“Mengapa di rumah kontrakanku? Kalian tahu rumah kontrakanku sempit. Ada beberapa ekor anjing dan kucing yang dititipkan padaku. Kenapa tidak di rumah kos kalian saja? Tempatnya lebih luas dan dekat dari sini,” protes Chen.

“Chen, nanti malam kita akan makan malam di kedai ramen dekat rumah kontrakanmu. Kamu lupa?” tanya Chou sambil memukul bahu Chen dengan jurnal yang ada di tangannya.

Chen memang dokter hewan yang luar biasa dedikasinya. Seorang pecinta binatang yang totalitas dalam pekerjaannya, tetapi dia sangat tidak peka pada keinginan orang lain. Bicara dengan Chen harus dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti olehnya.

Pemuda berkacamata minus sangat tebal itu meringis kesakitan sambil mengelus bahunya.

“Jangan banyak protes!” ancam James setengah berbisik.

Chen hanya mengangguk tanpa dia mengerti mengapa rekan-rekannya lebih memilih kontrakannya untuk berkumpul malam ini. Padahal kedai ramen dekat rumahnya sudah tutup sejak dua bulan lalu karena pindah ke tempat lain.

“Angel kita pulang sama-sama, ya? Sekalian kita beli makanan kecil untuk nanti malam. James, nanti tolong belikan minuman hangat kalau melewati toko minuman Fresh Milk. Kau masih ingat minuman favorit kami kan?” pinta Chou sambil memberi catatan kecil pada James.

Setelah membaca sekilas tulisan Chou, James mengangguk.

“OK,” jawabnya singkat.

Setelah membereskan semua berkas dan laporan, keempatnya bersiap pulang. Mereka tampak biasa saja. Seakan tidak ada masalah genting yang sedang menimpa. Bersikap wajar di depan orang-orang yang menatap mereka dengan penuh tanda tanya, memang sangat berat. Apalagi mereka bukan aktris dan aktor yang pandai berakting. Namun, sebisa mungkin senyum selalu menghias wajah mereka. Agar tidak ada pertanyaan yang terlontar saat bertemu dengan rekan-rekan yang lain.

“James, kata orang-orang, kalian tadi siang di panggil ke ruang eksekusi?” bisik Wangli di telinga James saat mereka bertemu di lift.

James hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Ruang eksekusi adalah sebutan lain ruang rapat besar tempat mereka bertemu dengan beberapa petinggi WIV tadi siang. Wangli mengerutkan dahinya. Selentingan yang dia dengar, tim James terlibat masalah besar dan bersiap akan dieksekusi karena kesalahan mereka. Namun, mengapa rivalnya sejak di bangku kuliah ini malah tersenyum lebar? Ada apa sebenarnya?

“Kalian tidak apa-apa?” bisik Wangli lagi.

“Kalian akan tahu besok,” jawab James santai.

James bisa membaca apa yang ada di pikiran saingannya di berbagai kesempatan ini. Dia tidak ingin nama baik tim dan Profesor Lim jatuh di depan banyak orang. James ingin memberikan kesan, bahwa keberadaan mereka di ruang rapat khusus itu karena prestasi gemilang. Ruang eksekusi itu adalah tempat untuk memberi mandat khusus untuk proyek-proyek baru yang akan ditangani WIV. Memberi penghargaan pada staf yang berprestasi dan berhasil menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi orang banyak, bahkan dunia. Namun, ruang eksekusi itu juga adalah tempat menyingkirkan orang-orang yang gagal menyelesaikan berbagai proyek yang dipercayakan pada mereka.

Angel dan Chou singgah di sebuah supermarket lumayan besar. Kebetulan hari masih sore, dan supermarket agak sepi. Sebentar lagi jam tutup kantor pasti supermarket ini akan penuh oleh karyawan yang berbelanja untuk keperluan besok.

“Chou, sebenarnya ada apa dengan D13?” tanya Angel.

Chou tidak menjawab, tangannya sibuk memilih kripik kentang beraneka rasa yang disusun rapi di rak yang sangat panjang.

“Angel, kamu suka yang pedas atau orisinal?” tanya Chou seakan tidak mendengar pertanyaan Angel.

“Chou! Jangan mengalihkan pembicaraan! Kalau kalian tidak mau jujur padaku, aku akan resign besok. Biar kalian sendiri yang menghadapi para petinggi itu,” ucap Angel hampir menangis karena kesal.

Chou menatap gadis cantik di depannya. Dia meraih tubuh ramping Angel dan membenamkan dalam pelukannya. Angel berusaha melepaskan diri, tetapi Chou menahannya dengan lembut.

“Aku akan jelaskan, tapi tidak di sini. Kamu pasti akan tahu semuanya. Sabar, ya, Sayang,” bisiknya sambil membelai rambut Angel.

Beberapa pasang mata menatap mereka sambil berbisik-bisik. Angel akhirnya pasrah dan mengerti apa yang Chou inginkan. Dia tahu dia harus berpura-pura agar tidak menjadi pusat perhatian orang. Lagi pula, bodoh sekali kalau sampai mereka membicarakan hal ini di tempat umum.

“Janji, nanti malam kalian harus jujur padaku!” ucap Angel pelan dan penuh tekanan.

“Pasti, pasti, Sayang. Apa pun yang kamu mau, nanti malam akan aku beri,” kata Chou sengaja mengeraskan suara agar orang-orang tidak curiga pada mereka berdua.  

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Affad DaffaMage
Ceritanya sangat menegangkan dan jujur jadi ingat konspirasi era 2020-an pertengahan. Idenya menarik dan bisa dirasakan ketegangannya seiring waktu. Hanya saja, bab pertama memang harus sabar dulu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status