Setelah beberapa hari, akhirnya Carla mengambil keputusan untuk memberikan Savian kesempatan untuk tinggal bersamanya.
Pagi ini di ruang tengah, Carla dan Savian sedang berbicara empat mata perihal syarat dan peraturan yang harus Savian taati selama pria itu tinggal di flat. Savian membaca dengan teliti selembar kertas yang Carla berikan. Kedua bola mata Savian perlahan melebar saat membaca ratusan peraturan yang tertera di atas kertas dengan coretan tinta hitam itu.
"Tapi ingat ya, kamu di sini cuma numpang!" tekan Carla seraya memandangi Savian yang tengah fokus membaca.
"Dengan peraturannya sebanyak ini?" Savian menatap Carla tak percaya. Bahkan peraturan sekolah saja kalah ketat dan banyaknya di bandingkan peraturan di flat ini.
Carla mengangguk dengan polosnya, tak peduli dengan reaksi berlebihan Savian.
"Iya." jawab Carla singkat.
Savian menggelengkan kepalanya. Matanya kembali menatapi coretan-coretan tak masuk akal yang Carla buat, gadis itu bahkan akan memberi sanksi berupa denda jika melanggar peraturan tersebut.
"Apaan ini, peraturan nomor satu! masa aku menggunakan kamar mandi setelah kamu? gak adil, dong!" protes Savian, matanya menatap Carla menantang.
Carla melipat tangannya di depan dada sebelum menanggapi protes dari calon flatmate nya itu.
"Aku ini mahasiswa, sering ada kelas pagi."
"Kamu kira aku pengangguran?" balas Savian sewot. "Aku juga kerja, jadi harus mandi pagi!" imbuhnya.
Carla menggaruk tengkuknya, ia berpikir untuk mencari jalan keluar demi kenyamanan bersama yang satu itu.
"Gimana kalau gantian? Hari senin aku yang mandi duluan, hari selasa kamu yang mandi duluan, jadi selang-seling. Dan waktunya gak boleh lebih dari 10 menit, itu sudah termasuk waktu buat buang air besar!" jelas Carla. Savian berpikir sejenak sebelum menyetujuinya.
"Tambahin 5 menit, deh!" tawarnya.
Carla menggeleng dengan tegas, "10 menit cukup!" tekannya.
Savian mendesah berat, "Aku kalau mandi pagi suka lama, Car."
Kening Carla mengernyit tak paham, "Kenapa begitu?"
Savian tersenyum penuh arti, "Biasalah, ada yang harus di tidurin dulu." jawabnya membuat Carla berpikir keras lalu bergidik setelah mengerti maksud dari pembicaraan mesum pria di hadapannya itu.
"Okey, waktu mandi 15 menit. Jam 6 harus sudah masuk kamar mandi, kalau telat, pihak kedua boleh pake kamar mandi duluan!"
Melihat anggukan mantap Savian, Carla kembali melanjutkan ucapannya.
"Peraturan nomor dua, sarapan masak sendiri-sendiri."
"Kenapa gak kamu saja yang masakin aku sarapan sekalian, kamu kan perempuan?"
Mata Carla langsung melotot. Memangnya kodrat perempuan itu memasak? kenapa perempuan selalu di identikan dengan urusan dapur?!
"Kamu mau numpang atau mau jadiin aku pembantu di sini?" sarkas Carla membuat Savian merapatkan mulutnya.
"Peraturan nomor tiga, menjaga kebersihan flat menjadi tugas bersama. Setiap weekend wajib membersihkan flat dan patungan belanja bahan pangan."
Kali ini Savian tidak protes, pria itu mengangguk tanpa suara.
"Peraturan nomor empat, kalau keluar kamar harus berpakaian yang benar. Kamu gak boleh bertelanjang dada dan..." Carla berpikir dulu, "Pokoknya harus berpakaian yang sopan!" lanjut Carla langsung ke inti.
Savian terkekeh kecil, ia menaikan satu alisnya, "Kamu takut tergoda sama aku, ya?"
Segera Carla berdicih, meremehkan ucapan pria itu. Padahal sebenarnya memang benar. Selain takut tergoda, Carla juga takut khilaf. Ya, meskipun mustahil juga sih kalau ia khilaf ke Savian.
"Tapi, Car, peraturan yang satu itu gak berlaku buat kamu, kok. Kamu boleh pakai baju sesuka kamu saja. Soalnya, aku lebih suka lihat kamu pakai tank top dan celana gemes dari pada lihat kamu pakai hoodie dan celana training kayak sekarang."
Carla berdecih lagi, itu sih enak di Savian namanya! memangnya tubuhnya ini patung pahatan yang di ciptakan untuk di nikmati oleh mata orang-orang yang memandang.
"Peraturan-"
"Stop, Car, cukup!" Savian langsung memotong ucapan Carla. Bisa selesai sampai malam kalau gadis itu menyebutkan ulang peraturan yang dibuatnya satu persatu.
"Okey! bagus kalau kamu udah mengerti dan gak perlu aku jelasin ulang satu persatu." kata Carla lalu melipat rapi lembaran kertas di tangannya, "Nanti aku tempel kertas list peraturan ini di pintu kulkas supaya kamu ingat terus." lanjutnya.
Savian menegakan tubuhnya yang semula menyender pada badan sofa. "Di kertas itu gak tertulis peraturan yang ngelarang aku buat bawa cewek. Berarti aku boleh bawa cewek nih?"
Sebuah kalimat yang membuat Carla menoleh dan langsung melotot galak. Dalam hati Carla mengumpat, kenapa ia melupakan hal penting yang satu itu?!
Carla sungguhan tidak berpikir kalau Savian berniat membawa cewek ke flatnya. Ternyata, sugesti nya selama ini kepada dirinya sendiri memang benar. Semua pria itu sama, hanya memandang wanita sebagai pemuas nafsu saja. Carla selalu berusaha untuk berpikir positif, tapi Carla tidak bodoh untuk tidak mengerti pertanyaan Savian barusan.
Lagi pula untuk apa pria itu membawa cewek ke flat jika bukan untuk melakukan... ah, sudahlah, Carla tidak ingin membuat pikirannya berkelana lebih jauh.
"Gak boleh!" bentak Carla galak.
"Kenapa? kamu jealous kalau aku bawa cewek lain?" goda Savian memancing kemarahan gadis di hadapannya.
Carla bergidik, "Dih! siapa juga yang jealous!" sentak Carla mulai tersulut emosi. Matanya melirik waspada ke arah Savian yang kini berpindah duduk di sebelahnya.
"Kamu ngelarang aku bawa cewek, kalau aku butuh penyaluran berarti ke kamu, ya?" goda Savian, ia berbisik nakal tepat di samping telinga Carla, membuat bulu kuduk Carla meremang karena hembusan napas hangat pria itu menyapu kulit sela lehernya.
Maka Carla segera berdiri sebelum akal sehatnya menghilang karena godaan maut dari Savian.
"Kamu di sini cuma numpang! jadi jangan macam-macam!" sentak Carla sambil menatap Savian penuh peringatan.
Bukannya merengut takut, Savian malah terkekeh melihat raut wajah kemerahan Carla. Tampak galak dan menggemaskan secara bersamaan. Apa lagi melihat rambut gadis itu yang sedikit berantakan, tangan Savian gatal ingin merapikannya kalau saja Carla belum berdiri duluan untuk menghindarinya.
"Seminggu ini percobaan dulu, kalau kamu gak lulus dan melanggar peraturan yang aku buat, berarti kamu harus segera pindah dari flat ini!" lanjut Carla membuat kekehan di bibir Savian lenyap setelah mendengarnya. Savian pikir, Carla membuat peraturan karena gadis itu sudah setuju untuk berbagi flat dengannya. Ternyata, masih banyak ujian yang harus Savian lalui.
Melihat raut wajah tak terima Savian, Carla buru-buru beranjak dan masuk ke dalam kamarnya sebelum mendengar protes dari Savian.
Kahfi memandang wajah Keina dari samping. Istrinya itu tengah sibuk memainkan ponsel setelah beberapa jam lalu melakukan pengakuan atas kebohongnnya. Kini wajah Keina sudah tidak sepanik dan secemas tadi. Dia bahkan beberapa kali tertawa pelan saat menonton video lucu di ponsel.Awalnya Kahfi kecewa dan tidak habis pikir dengan apa yang istrinya itu lakukan setelah mendengar semuanya dari Keina. Tapi sekarang, dia malah merasa bahwa kebohongan itulah yang membawanya sampai ke sini. Mungkin memang seperti itu cara Tuhan membuat Keina menjadi miliknya. Jika saja saat itu Keina tidak berbohong dan terus menjalin hubungannya yang tak direstui itu, mungkin sampai saat ini Keina masih bersama Dirga. Iya, kan?Kahfi mengenal Keina sejak lama. Dia bahkan pernah menjadi tutor private gadis itu. Jadi Kahfi tahu betul bagaimana tingkahnya. Tapi menurutnya, Keina seperti itu karena dia terlahir dari keluarga yang kurang lengkap dan membuat Keina mencari perhatian dengan cara yang berbeda.Hati da
Keina menghembuskan napas gusar. Tungkainya melangkah mundar-mandir di depan ranjang. Sejak siang dia sudah sampai dengan selamat di kediaman suaminya. Namun sampai hari menjelang sore, keduanya tidak banyak berbicara. Kahfi yang segera masuk ke ruang kerja sebab pria itu ada virtual meeting sejak siang tadi. Pekerjaannya juga pasti menumpuk karena ditinggal mudik dadakan selama dua hari.Tubuh Keina tersentak manakala pintu kamarnya terbuka, menampilkan Kahfi yang datang sambil tersenyum lembut ketika bersitatap dengan bola mata istrinya.Pelan tapi pasti, Kahfi berjalan mendekati Keina. "Kamu kenapa, Na? Sejak sampai di rumah kayaknya gelisah. Ada apa?" tanya Kahfi begitu berdiri di hadapan Keina yang nampak cemas wajahnya sejak tadi. Seperti ada yang gadis itu pikirkan. Keina menunduk, kembali dia menghembuskan napas berat. Gurat kecemasannya memang tidak dapat dia samarkan. Hatinya risau, bingung harus memulai obrolan dari mana untuk mengatakan yang sejujurnya dengan Kahfi.Kein
"Jadi kamu enggak hamil, Na?"Keina menggeleng dengan kepala menunduk dalam. Dia ketahuan. Kebohongannya terbongkar disaat yang tidak tepat. Kondisi mamanya yang sedang tidak baik-baik saja, ditambah mertuanya mengetahui rahasia besar yang sudah dia tutup-tutupin sejak lama.Gara-gara bocor, Keina harus mengangkui dengan berat hati bahwa kenyataan dirinya tidak sedang berbadan dua. Wanita hamil mana yang mengalami menstruasi."Kenapa harus berbohong, Na?" Savian bertanya. Dia tidak berekspresi apapun. Tidak juga menyudutkan menantunya atas kebohongan yang dia lakukan. Savian malah merasa lega karena ada kemungkinan Keina masih terjaga pergaulannya. Keina mengangkat wajah, saat ini dia sedang di salah satu kafe bersama Carla dan Savian. Mertuanya itu sengaja membawanya keluar dari rumah sakit untuk membicarakan masalah ini dengan serius."Karena saat itu aku cuma perlu restu Mama untuk menikah sama Dirga, Pah, Ma. Dulu kami saling mencintai dan mencari cara supaya bisa dinikahkan sece
Keina melenguh, dia terbangun dari tidur dan memegangi perutnya yang terasa nyeri. Gadis itu mendudukan diri, di tatapnya wajah sang suami yang tertidur pulas di sisi kanan. Teduh dan nampak tenang untuk dipandang. Sayang, kondisi sedang tidak memungkinkan untuk menikmati pemandangan itu. Sambil meringis kecil, Keina berjalan menuju toilet.Gadis itu menghembuskan napas panjang setelah mengecek tamu bulanannya yang dia kira akan datang, tapi untungnya tidak. Namun, Keina ingat-ingat dia memang agak terlambat bulan ini. Itu sudah biasa, siklus datang bulannya memang tidak teratur.Sebelum keluar dari toilet, Keina menyempatkan waktu untuk berwudhu. Ini sudah jam 3 pagi dan biasanya Kahfi akan bangun untuk sholat tahajud. Entah ada angin apa, rasanya Keina ingin ikut tahajud tanpa harus dipaksa-paksa lagi. Mungkin karena sudah terbiasa."Kak..," Dengan pelan Keina mengusap pundak Kahfi, tidak bersentuhan secara langsung sebab Keina menjaga wudhunya.Tidak perlu banyak usaha untuk membua
"Mbak, tadi mampir kemana dulu sama Pak Kahfi? Tumben lama, padahal Bu Rita udah sampe sebelum dzuhur."Likha yang sedang berjalan menuju ruangannya sehabis dari toilet spontan menghentikan langkah tatkala melewati kubikel Rara yang mendadak bertanya."Tebak dong gue habis darimana?" Wanita itu jadi mengurungkan niatnya lalu berbelok dan berdiri di depan kubikel staff purchasing itu.Rara menaikkan alisnya. "Enggak mungkin ngedate. Soalnya Pak Kahfi udah nikah." balasnya mengejek.Decakan sebal langsung Likha keluarkan, "Sekalipun Pak Kahfi belum nikah juga gak mungkin gue ngedate sama dia." Ya, Likha sih tahu diri saja. Walaupun banyak atasan yang tertarik padanya dan banyak juga yang mengakui kalau paras Likha diatas rata-rata. Tapi, untuk mendapatkan Kahfi kecantikan saja tidak cukup. Likha juga yakin kalau istrinya Kahfi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki semua orang. Atau mungkin Keina dari anak yang latar belakangnya tidak biasa. "Iya juga sih," balas Rara dengan polosnya.
"Sayang, ini Likha, Sekretarisku." Keina menyambut kedatangan suaminya dengan senyum canggung. Pasalnya, untuk pertama kali setelah mereka menikah, Kahfi memperkenalkan dirinya dengan teman kantor pria itu. Padahal saat mereka menikah tidak ada satupun teman kerja Kahfi yang datang, bahkan Keina sempat mengira kalau Kahfi menyembuyikan status barunya sebagai seorang pria yang telah beristri. Well, Keina tahu tabiat pria, meski tidak bisa disamaratakan, namun kebanyakan pria yang sudah menikah kerap terlibat skandal perselingkuhan dengan rekan kantornya sendiri."Halo, Keina..." Gadis itu menyodorkan tangannya seraya tersenyum kikuk.Yang segera Likha sambut dengan ramah, sesaat mereka berjabat tangan. "Likha," balasnya lalu melepaskan jabatan tangan mereka."Mari masuk--- Kak," Keina menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses untuk Kahfi dan Likha masuk ke dalam. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus memanggil Likha apa. Jelas umurnya lebih muda dari wanita i