Esoknya Carla bangun dengan suasana hati yang kurang baik, mulutnya mendumel saat teringat percakapannya kemarin malam bersama Savian. Mulut Savian begitu lancar ketika mengatakan akan memberikan apapun padanya termasuk memuaskan, asalkan Carla bersedia berbagi flat dengannya selama satu bulan. Carla berdecak, memangnya pria itu pikir dirinya ini cewek murahan yang gampang diajak having sex dengan pria yang baru di kenal, jangankan baru, sudah kenal dekat pun belum tentu Carla sudi untuk melakukan having sex dengannya!
Carla berjalan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggulung di atas kepalanya. Tungkai Carla berhenti tepat di depan pintu kamar yang Savian tempati, mulutnya berkumat-kamit memaki Savian tanpa suara, tangannya yang terkepal terangkat memukul-mukul udara dan bertepatan dengan itu pintu kamar Savian terbuka, memunculkan wajah bantal Savian yang terkejut karena hampir kena bogem tangan Carla.
Mata Carla melotot kaget saat pintu kamar Savian terbuka tiba-tiba, sebelum Savian memakinya, Carla langsung berlari masuk kedalam kamar. Carla menarik napas lega begitu sampai di dalam kamar dan menutup pintunya rapat, ia lantas berjalan ke depan lemari pakaian.
"Kalau pakai ini nanti Savian...Arghhh!" Carla menggeram mengingat kemarin pagi Savian tampak ingin menerkamnya karena ia mengenakan pakaian yang sangat terbuka. Tapi Carla memaklumi, Savian laki-laki normal yang sudah pasti memiliki birahi. Maka dari itu sekarang Carla harus lebih berhati-hati.
Carla melempar asal kaus tanpa lengan dan celana gemas kesayangan ke atas ranjang. Gara-gara Savian ia jadi tidak bebas berpakaian sesukanya. Usai berpakaian yang lebih tertutup dari biasanya, Carla segera keluar dari kamar, ia berjalan menuju pantry sambil membayangkan manisnya kopi dan roti bakar yang akan memanjakan lidahnya. Tapi, belum sampai di pantry langkah Carla sudah berhenti, matanya membulat sempurna ketika mendapati Savian yang sedang ngopi sambil membaca koran harian di tangannya.
Carla terkejut bukan karena Savian menyeduh kopi instannya tanpa izin untuk kedua kali, ia terkejut karena Savian bertelanjang dada lengkap dengan rambut yang masih basah dan hanya memakai boxer saja. Bayangkan...betapa indahnya pemandangan itu!
Sayangnya, Carla tidak kuat untuk menikmati pemandangan indah di pantry nya pagi ini. Alhasil, ia menjerit dan balik masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu spontan.
Sementara Savian tertawa keras melihat tingkah gadis bermata bulat itu. Ia merasa puas karena dendamnya sudah terbalaskan. Ya, Savian sengaja memarkan tubuhnya di depan Carla karena kemarin gadis itu juga melakukan hal yang sama. Savian masih ingat penampakan Carla yang hanya mengenakan kaos kebesaran, entah gadis itu memakai dalaman atau tidak, Savian tidak melihatnya. Savian beranjak ke depan pintu kamar Carla sambil membawa segelas kopi dan dua lembar roti bakar yang sudah ia siapkan spesial untuk Carla.
"Car, saya bawakan roti nih!"
Carla yang sedang menyender di balik pintu kembali melebarkan matanya saat mendengar ucapan ambigu Savian. Roti yang mana yang pria itu maksud?
"Gimana, Car, mau gak rotinya? tadi keliatannya kamu kepengen banget." lanjut Savian dengan nada menggoda, membuat Carla semakin meringis di balik pintu. Apa tadi ia kelihatan jelas semupeng itu? habisnya tubuh Savian lumayan juga. Dadanya bidang dan terlihat nyaman untuk jadi tempat bersandar, apa lagi otot bisepnya yang menonjol, membuat ia ingin memukulnya manja, dan juga...roti sobeknya, kalau tidak salah ingat Savian memilik empat kotak di perutnya. Carla melotot, spontan membekap mulutnya tak percaya, kenapa pikirannya jadi berkelana seperti ini?!
"Savian!" panggil Carla dengan suara yang lantang.
"Yes, sweetheart!" sahut Savian menggoda.
Carla mencibir mendengar sahutan manis dari Savian, "Kalau kamu mau tinggal bareng di flat ini harus ikutin peraturan dari aku, salah satunya harus berpakaian yang benar!" ujar Carla setengah sadar.
Savian langsung tercengang, ia terdiam mencerna perkataan Carla barusan. Manik coklat pria itu membinar penuh harap.
"Jadi kamu setuju kita tinggal bareng selama satu bulan?"
Kini giliran Carla yang terdiam dan menepuk mulutnya yang sudah keceplosan.
Kahfi memandang wajah Keina dari samping. Istrinya itu tengah sibuk memainkan ponsel setelah beberapa jam lalu melakukan pengakuan atas kebohongnnya. Kini wajah Keina sudah tidak sepanik dan secemas tadi. Dia bahkan beberapa kali tertawa pelan saat menonton video lucu di ponsel.Awalnya Kahfi kecewa dan tidak habis pikir dengan apa yang istrinya itu lakukan setelah mendengar semuanya dari Keina. Tapi sekarang, dia malah merasa bahwa kebohongan itulah yang membawanya sampai ke sini. Mungkin memang seperti itu cara Tuhan membuat Keina menjadi miliknya. Jika saja saat itu Keina tidak berbohong dan terus menjalin hubungannya yang tak direstui itu, mungkin sampai saat ini Keina masih bersama Dirga. Iya, kan?Kahfi mengenal Keina sejak lama. Dia bahkan pernah menjadi tutor private gadis itu. Jadi Kahfi tahu betul bagaimana tingkahnya. Tapi menurutnya, Keina seperti itu karena dia terlahir dari keluarga yang kurang lengkap dan membuat Keina mencari perhatian dengan cara yang berbeda.Hati da
Keina menghembuskan napas gusar. Tungkainya melangkah mundar-mandir di depan ranjang. Sejak siang dia sudah sampai dengan selamat di kediaman suaminya. Namun sampai hari menjelang sore, keduanya tidak banyak berbicara. Kahfi yang segera masuk ke ruang kerja sebab pria itu ada virtual meeting sejak siang tadi. Pekerjaannya juga pasti menumpuk karena ditinggal mudik dadakan selama dua hari.Tubuh Keina tersentak manakala pintu kamarnya terbuka, menampilkan Kahfi yang datang sambil tersenyum lembut ketika bersitatap dengan bola mata istrinya.Pelan tapi pasti, Kahfi berjalan mendekati Keina. "Kamu kenapa, Na? Sejak sampai di rumah kayaknya gelisah. Ada apa?" tanya Kahfi begitu berdiri di hadapan Keina yang nampak cemas wajahnya sejak tadi. Seperti ada yang gadis itu pikirkan. Keina menunduk, kembali dia menghembuskan napas berat. Gurat kecemasannya memang tidak dapat dia samarkan. Hatinya risau, bingung harus memulai obrolan dari mana untuk mengatakan yang sejujurnya dengan Kahfi.Kein
"Jadi kamu enggak hamil, Na?"Keina menggeleng dengan kepala menunduk dalam. Dia ketahuan. Kebohongannya terbongkar disaat yang tidak tepat. Kondisi mamanya yang sedang tidak baik-baik saja, ditambah mertuanya mengetahui rahasia besar yang sudah dia tutup-tutupin sejak lama.Gara-gara bocor, Keina harus mengangkui dengan berat hati bahwa kenyataan dirinya tidak sedang berbadan dua. Wanita hamil mana yang mengalami menstruasi."Kenapa harus berbohong, Na?" Savian bertanya. Dia tidak berekspresi apapun. Tidak juga menyudutkan menantunya atas kebohongan yang dia lakukan. Savian malah merasa lega karena ada kemungkinan Keina masih terjaga pergaulannya. Keina mengangkat wajah, saat ini dia sedang di salah satu kafe bersama Carla dan Savian. Mertuanya itu sengaja membawanya keluar dari rumah sakit untuk membicarakan masalah ini dengan serius."Karena saat itu aku cuma perlu restu Mama untuk menikah sama Dirga, Pah, Ma. Dulu kami saling mencintai dan mencari cara supaya bisa dinikahkan sece
Keina melenguh, dia terbangun dari tidur dan memegangi perutnya yang terasa nyeri. Gadis itu mendudukan diri, di tatapnya wajah sang suami yang tertidur pulas di sisi kanan. Teduh dan nampak tenang untuk dipandang. Sayang, kondisi sedang tidak memungkinkan untuk menikmati pemandangan itu. Sambil meringis kecil, Keina berjalan menuju toilet.Gadis itu menghembuskan napas panjang setelah mengecek tamu bulanannya yang dia kira akan datang, tapi untungnya tidak. Namun, Keina ingat-ingat dia memang agak terlambat bulan ini. Itu sudah biasa, siklus datang bulannya memang tidak teratur.Sebelum keluar dari toilet, Keina menyempatkan waktu untuk berwudhu. Ini sudah jam 3 pagi dan biasanya Kahfi akan bangun untuk sholat tahajud. Entah ada angin apa, rasanya Keina ingin ikut tahajud tanpa harus dipaksa-paksa lagi. Mungkin karena sudah terbiasa."Kak..," Dengan pelan Keina mengusap pundak Kahfi, tidak bersentuhan secara langsung sebab Keina menjaga wudhunya.Tidak perlu banyak usaha untuk membua
"Mbak, tadi mampir kemana dulu sama Pak Kahfi? Tumben lama, padahal Bu Rita udah sampe sebelum dzuhur."Likha yang sedang berjalan menuju ruangannya sehabis dari toilet spontan menghentikan langkah tatkala melewati kubikel Rara yang mendadak bertanya."Tebak dong gue habis darimana?" Wanita itu jadi mengurungkan niatnya lalu berbelok dan berdiri di depan kubikel staff purchasing itu.Rara menaikkan alisnya. "Enggak mungkin ngedate. Soalnya Pak Kahfi udah nikah." balasnya mengejek.Decakan sebal langsung Likha keluarkan, "Sekalipun Pak Kahfi belum nikah juga gak mungkin gue ngedate sama dia." Ya, Likha sih tahu diri saja. Walaupun banyak atasan yang tertarik padanya dan banyak juga yang mengakui kalau paras Likha diatas rata-rata. Tapi, untuk mendapatkan Kahfi kecantikan saja tidak cukup. Likha juga yakin kalau istrinya Kahfi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki semua orang. Atau mungkin Keina dari anak yang latar belakangnya tidak biasa. "Iya juga sih," balas Rara dengan polosnya.
"Sayang, ini Likha, Sekretarisku." Keina menyambut kedatangan suaminya dengan senyum canggung. Pasalnya, untuk pertama kali setelah mereka menikah, Kahfi memperkenalkan dirinya dengan teman kantor pria itu. Padahal saat mereka menikah tidak ada satupun teman kerja Kahfi yang datang, bahkan Keina sempat mengira kalau Kahfi menyembuyikan status barunya sebagai seorang pria yang telah beristri. Well, Keina tahu tabiat pria, meski tidak bisa disamaratakan, namun kebanyakan pria yang sudah menikah kerap terlibat skandal perselingkuhan dengan rekan kantornya sendiri."Halo, Keina..." Gadis itu menyodorkan tangannya seraya tersenyum kikuk.Yang segera Likha sambut dengan ramah, sesaat mereka berjabat tangan. "Likha," balasnya lalu melepaskan jabatan tangan mereka."Mari masuk--- Kak," Keina menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses untuk Kahfi dan Likha masuk ke dalam. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus memanggil Likha apa. Jelas umurnya lebih muda dari wanita i