Ekor mata Carla melirik ke arah jam dinding, ia menghembuskan napas pelan mendapati jarum jam sudah menunjuk ke angka 10. Ini hampir larut dan Savian belum juga pulang. Carla meletekkan buku dongeng yang habis dia bacakan untuk mengantar Kalia tidur. Sekarang anak itu sudah terlelap. Sebelum beranjak keluar dari kamar, Carla menarik selimut Kalia sampai dada, mengecup pelan kening anak itu lalu memadamkan lampu kamar Kalia. Carla menghembuskan napas lagi. Berjalan menuju sofa dengan pikiran ke mana-mana. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan suaminya di luar. Savian tidak biasanya hilang kabar seperti ini, jika lembur, pasti dia memberi kabar dari tadi.“Mama..” Suara Kahfi memanggil, praktis Carla menoleh dan tertegun mendapati anak sulungnya yang menghampiri. “Sayang, kok belum tidur?” Carla mengulurkan tangannya, dan membawa Kahfi untuk duduk di sebelahnya. “Papa belum pulang ya, Ma?” Carla mengangguk kecil. “Kamu mau Mama bacain dongeng?” Biasanya, yang membaca Kahfi dongeng pen
“Papa bilang pulang jam berapa, Bang?” Savian menatap tegas ke Kalia dan Kahfi yang baru saja pulang main dari tamah komplek. Kedua anak kembar itu hanya menunduk tanpa berani untuk membalas ucapan Savian. “Ini sudah mau jam enam tapi kalian masih belum mau pulang juga?” lanjut Savian masih dengan kekesalan yang menumpuk di dalam dadanya. Setelah adzan ashar tadi Kahfi dan Kalia pamit untuk bermain sepeda di taman komplek. Carla dan Savian memberi izin dengan syarat mereka harus pulang ke rumah sebelum jam lima sore. Tapi sudah lewat dari jam lima keduanya belum menampakan batang hidungnya. Alhasil, Savian yang nyamperin mereka ke taman komplek. Sesampainya mereka di teras rumah, amarah Savian langsung meluap. “Abang udah mau pulang tapi Kalia engga mau,” cicit Kahfi memberanikan diri untuk bersuara. Sementara Kalia hanya diam dengan raut mendung sembari memainkan jemari tangannya.“Tadi Papa bilang pulang jam berapa, bang?” tanya Savian sekali lagi dengan nada dingin. Ia bertal
Kahfi menatap sendu gadis yang sedang duduk sendirian di kursi pelaminan. Dengan balutan gaun putihnya, gadis itu tampak sangat cantik dan memikat hati para tamu undangan yang datang. Sayang, meski sudah dirias dengan secantik mungkin, gurat sedih yang Pengantin wanita itu pamerkan membuat siapapun tahu hati gadis itu tidak sebahagia yang seharusnya ia rasakan. "Kasihan Keina, pengantin prianya kabur. Keluarganya harus menanggung malu karena perbuatan calon suaminya." Samar-samar Kahfi mendengar pembicaraan dua wanita di sebelahnya. Benar, apa yang dikatakan dua gadis itu memang benar. Alasan kenapa Keina memasang wajah sedih di kursi pelaminan sebab calon suaminya tak kunjung datang, alias kabur. Suasana di dalam rumah Keina juga sudah kacau. Dinne -Mamanya Keina, jatuh pingsan, sementara ayahnya misuh-misuh karena Keina enggan membatalkan pernikahan. Gadis keras kepala itu bersikukuh kalau calon suaminya akan datang sebentar lagi. Padahal sudah lewat dua jam lebih dari waktu ijab
Keina Arunika, gadis yang baru saja mendapatkan gelar sarjananya itu sudah mantap untuk menikah muda. Sejak pertama kali bertemu Dirgantara, Keina sudah yakin kalau pria itu yang akan menjadi teman hidupnya. Meski hubungan mereka dilarang oleh kedua orang tua masing-masing, namun pasangan muda itu tidak kehabisan akal.Jalan pintas pun Keina hadapi demi mendapatkan restu secara paksa.Iya, jalan pintasnya Keina pura-pura hamil agar mereka secepat mungkin dinikahi.Sialnya, sih calon suami yang ia perjuangkan secara mati-matian malah kabur entah ke mana tepat di hari H pernikahan mereka. Lalu kini datang masalah baru untuk Kiena; Kahfi ingin menjadi pengantin pengganti untuknya.Catat! Dia Al Kahfi Malik. Anak teman mamanya yang galak dan paling Kiena benci nomor wahid. Selain galak, Kahfi juga jutek. Pokoknya jenis manusia menyebalkan yang harus Keina hindari di dunia ini.Dengan seribu alasan kenapa Keina membenci Kahfi, apa ada kemungkinan gadis itu akan menerima lamaran dadakan da
"Kamu yakin, Bang?" Savian bertanya dengan gurat serius. Saat ini dia sedang bicara empat mata dengan Kahfi tatkala anaknya itu mengatakan keinginannya untuk menjadi pengantin pengganti untuk Keina. Savian paham betul kalau anaknya itu sudah cukup umur untuk membangun bahtera rumah tangga, secara mental dan finansial juga sudah mampu. Savian juga tidak masalah jika memang Keina yang akan menjadi menantunya. Yang membuat Savian ragu, Savian tidak yakin mereka saling mencintai. "Aku yakin, Pa." jawab Kahfi dengan tegas dan kepala terangkat yakin. Savian menghembuskan napas panjang, "Kamu mengenal Keina, kan? Kamu yakin kalau kamu sanggup membimbing dia? Papa enggak masalah jika memang Keina pilihan kamu, tapi kamu tahu latar belakang dia seperti apa?" Savian sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan Keina yang berlatar belakang dari keluarga broken home, dia mengenal baik keluarga gadis itu, makanya Savian ingin meyakinkan anaknya kalau tanggungjawab Kahfi akan sangat besar jika
Kahfi menghembuskan napas panjang melihat istrinya yang sedang memainkan sebuah drama. Ya, saat ini Keina tengah bersimpuh di kaki mamanya sambil menangis sendu. Alasannya jelas karena gadis itu tak mau diboyong oleh Kahfi keluar kota dan menetap di sana. Tapi Kahfi tahu kalau itu semua hanya air mata buaya dan kepura-puraan Keina saja.Kahfi masih ingat jelas dulu Keina pernah mengatakan bahwa mimpi terbesarnya adalah keluar dari rumah saang mama. Dan hari ini Kahfi akan mewujudkan mimpi itu. Hanya saja bukan dirinya yang diharapkan Keina untuk bisa membawanya pergi dari sini. Makanya gadis itu bersikeras membujuk mamanya untuk melarang Kahfi yang ingin membawanya pergi.“Sudah sepantasnya kamu ikut Kahfi, Na. Seorang istri harus patuh sama suami.” Untung saja Dinne paham betul dengan kewajiban seorang istri. Walaupun dia gagal mempertahankan rumah tangganya, tapi Dinne pernah berusaha untuk jadi istri yang terbaik untuk suaminya.Keina menggeleng, dia memeluk kaki mamanya erat-erat
Keina melenguh pelan, lambat laun manik cantiknya yang dinaungi bulu mata lentik itu terbuka. Sesaat dia celingukan, mencari keberadaan sang suami yang tak terlihat di sebelahnya. Kemana perginya Kahfi? Bunyi decitan pintu yang terbuka spontan membuat Keina menoleh ke sumber suara, gadis itu langsung menegakan badannya saat mendapati Kahfi yang keluar dari toilet. Pria itu mengusap wajahnya yang menitikan air ke lantai, tak hanya wajahnya yang basah, namun rambutnya juga. Apa yang habis suaminya itu lakukan di dalam sana? "Kak Kahfi habis mandi?" tanya Keina lalu menoleh ke jam dinding. Ini baru jam tiga dini hari, apa Kahfi habis mandi?Kahfi berjalan menuju lemari, dia mengeluarkan perlengkapan sholatnya dari mulai sarung sampai sejadah. "Saya mau sholat tahajud, kamu mau ikut sholat berjamaah sama saya?" tanya Kahfi sambil mengacingkan baju kokohnya usai memakai sarung dengan rapi.Keina menggaruk tengkuk, agak terkesima saat Kahfi memakai peci di kepalanya, membuat jidat paripur
Hari pertama menjadi suami istri, Kahfi sudah memiliki rencana apa yang akan dia lakukan dengan Keina hari ini. Bukan jalan-jalan atau semacamnya, malah kemungkinan besar mereka akan menghabiskan waktu seharian di dalam rumah, banyak yang akan Kahfi bicarakan dengan Keina. Salah satunya, membicarakan masa depan mereka. Walaupun pernikahan mereka terjadi tanpa perencanaa yang matang, tanpa rasa cinta, atau bisa disebut posisi yang Kahfi dapatkan hanyalah sebagai pengganti pria lain yang seharusnya menjadi suami Keina. Tapi Kahfi tak ambil pusing, dia percaya semua terjadi karena takdir yang sudah Tuhan tetapkan. Kahfi tekankan sekali lagi, dia sudah siap bertanggungjawab dengan keputusan yang diambil. Usia Kahfi memang tak lagi muda, sudah lama dia kepikiran untuk menikah. Tak disangka-sangka, Tuhan kirimkan jodoh untuknya lewat kejadian yang tak pernah Kahfi duga. Sejak kecil dia mengenal Keina, tapi beranjak dewasa mereka memiliki jalan masing-masing dan jarang bertemu. Kahfi sama