"Aku sudah bosen ketemu bapak di flat, masa di kampus harus ketemu terus juga sih, pak!" keluh Carla bersamaan dengan ia mendaratkan bokongnya di kursi sebrang meja kerja Savian. Meskipun terbilang dosen baru, tapi hebatnya Savian memiliki ruang kerja sendiri. Bahkan dosen yang lebih lama mengajar di kampus ini ruangannya masih mencampur dengan dosen lain, yang menjadi pembatasnya hanya penyekat meja saja.
Apa jangan-jangan orangtua Savian salah satu orang yang menduduki kursi berpengaruh di kampus ini? Di lihat dari gaya hidup Savian yang mewah dan glamor, sepertinya yang Carla pikirkan kecil kemungkinan untuk meleset.
"Kamu gak suka saya jadikan PJ?"
Carla memutar bola matanya, pake nanya lagi, sudah jelas-jelas sejak tadi ia mengeluh, itu tandanya Carla tidak suka di tunjuk sebagai PJ!
"Jelaslah, pak! mending bapak tunjuk yang lain aja deh, banyak kok yang mau jadi PJ."
Savia
"Jadi kamu enggak hamil, Na?"Keina menggeleng dengan kepala menunduk dalam. Dia ketahuan. Kebohongannya terbongkar disaat yang tidak tepat. Kondisi mamanya yang sedang tidak baik-baik saja, ditambah mertuanya mengetahui rahasia besar yang sudah dia tutup-tutupin sejak lama.Gara-gara bocor, Keina harus mengangkui dengan berat hati bahwa kenyataan dirinya tidak sedang berbadan dua. Wanita hamil mana yang mengalami menstruasi."Kenapa harus berbohong, Na?" Savian bertanya. Dia tidak berekspresi apapun. Tidak juga menyudutkan menantunya atas kebohongan yang dia lakukan. Savian malah merasa lega karena ada kemungkinan Keina masih terjaga pergaulannya. Keina mengangkat wajah, saat ini dia sedang di salah satu kafe bersama Carla dan Savian. Mertuanya itu sengaja membawanya keluar dari rumah sakit untuk membicarakan masalah ini dengan serius."Karena saat itu aku cuma perlu restu Mama untuk menikah sama Dirga, Pah, Ma. Dulu kami saling mencintai dan mencari cara supaya bisa dinikahkan sece
Keina melenguh, dia terbangun dari tidur dan memegangi perutnya yang terasa nyeri. Gadis itu mendudukan diri, di tatapnya wajah sang suami yang tertidur pulas di sisi kanan. Teduh dan nampak tenang untuk dipandang. Sayang, kondisi sedang tidak memungkinkan untuk menikmati pemandangan itu. Sambil meringis kecil, Keina berjalan menuju toilet.Gadis itu menghembuskan napas panjang setelah mengecek tamu bulanannya yang dia kira akan datang, tapi untungnya tidak. Namun, Keina ingat-ingat dia memang agak terlambat bulan ini. Itu sudah biasa, siklus datang bulannya memang tidak teratur.Sebelum keluar dari toilet, Keina menyempatkan waktu untuk berwudhu. Ini sudah jam 3 pagi dan biasanya Kahfi akan bangun untuk sholat tahajud. Entah ada angin apa, rasanya Keina ingin ikut tahajud tanpa harus dipaksa-paksa lagi. Mungkin karena sudah terbiasa."Kak..," Dengan pelan Keina mengusap pundak Kahfi, tidak bersentuhan secara langsung sebab Keina menjaga wudhunya.Tidak perlu banyak usaha untuk membua
"Mbak, tadi mampir kemana dulu sama Pak Kahfi? Tumben lama, padahal Bu Rita udah sampe sebelum dzuhur."Likha yang sedang berjalan menuju ruangannya sehabis dari toilet spontan menghentikan langkah tatkala melewati kubikel Rara yang mendadak bertanya."Tebak dong gue habis darimana?" Wanita itu jadi mengurungkan niatnya lalu berbelok dan berdiri di depan kubikel staff purchasing itu.Rara menaikkan alisnya. "Enggak mungkin ngedate. Soalnya Pak Kahfi udah nikah." balasnya mengejek.Decakan sebal langsung Likha keluarkan, "Sekalipun Pak Kahfi belum nikah juga gak mungkin gue ngedate sama dia." Ya, Likha sih tahu diri saja. Walaupun banyak atasan yang tertarik padanya dan banyak juga yang mengakui kalau paras Likha diatas rata-rata. Tapi, untuk mendapatkan Kahfi kecantikan saja tidak cukup. Likha juga yakin kalau istrinya Kahfi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki semua orang. Atau mungkin Keina dari anak yang latar belakangnya tidak biasa. "Iya juga sih," balas Rara dengan polosnya.
"Sayang, ini Likha, Sekretarisku." Keina menyambut kedatangan suaminya dengan senyum canggung. Pasalnya, untuk pertama kali setelah mereka menikah, Kahfi memperkenalkan dirinya dengan teman kantor pria itu. Padahal saat mereka menikah tidak ada satupun teman kerja Kahfi yang datang, bahkan Keina sempat mengira kalau Kahfi menyembuyikan status barunya sebagai seorang pria yang telah beristri. Well, Keina tahu tabiat pria, meski tidak bisa disamaratakan, namun kebanyakan pria yang sudah menikah kerap terlibat skandal perselingkuhan dengan rekan kantornya sendiri."Halo, Keina..." Gadis itu menyodorkan tangannya seraya tersenyum kikuk.Yang segera Likha sambut dengan ramah, sesaat mereka berjabat tangan. "Likha," balasnya lalu melepaskan jabatan tangan mereka."Mari masuk--- Kak," Keina menggeser tubuhnya dari depan pintu, memberi akses untuk Kahfi dan Likha masuk ke dalam. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus memanggil Likha apa. Jelas umurnya lebih muda dari wanita i
Tidak seperti kemarin, pagi ini Keina ikut sholat subuh bersama Kahfi di rumah. Berbeda dari hari biasanya, entah kenapa rasanya pagi ini kantuk tidak begitu menghantui. Meski gadis itu kembali goleran di atas ranjang tidur, namun telinganya dia pasang lebar-lebar untuk mendengar suara syahdu Kahfi yang sedang membaca kitab suci Al-Qur'an.Tepat pukul enam pagi, Kahfi menutup kitabnya dan bersiap untuk membuat sarapan. Tak lupa dia mengganti pakaian santainya dengan pakaian kantor supaya habis sarapan dia bisa langsung berangkat kerja.Mendengar suara pintu yang tertutup, Keina mengangkat kepalanya. Dia melempar ponsel yang sejak tadi menempel ditangan, dengan terburu-buru gadis itu mengikuti jejak sang suami.Keina berjalan mendekati tanpa mengatakan apapun, Kahfi yang sudah mulai memasak sempat mennatapnya sejenak, tapi tak ada pertanyaan apapun yang meluncur dari bibir pria itu."Aku buatkan kopi ya buat kakak?" tanya Keina sembari berdiri di sebelah Kahfi yang sibuk memotong sayur
Tidak seperti seorang istri pada umumnya yang bangun tidur langsung bergelut di dapur. Rumah tangga Kahfi dan Keina justru berbanding balik dari hal itu. Disaat Keina masih terlelap begitu nyenyak di atas ranjang, Kahfi sudah sibuk di dapur membuat sarapan.Selesai menata dua piring nasi goreng telur ceplok di atas meja, Kahfi kembali berjalan menuju kamar untuk membangunkan istrinya."Sudah bangun, Na?" ujar Kahfi menghampiri Keina yang ternyata sudah terjaga. Namun gadis itu masih rebahan di atas ranjang sambil memainkan ponselnya.Mendapati Kahfi yang datang, Keina lantas mengusap wajahnya dan meletakan ponselnya ke nakas. "Belum berangkat kerja, Kak?" "Berangkat nanti setelah kita sarapan. Ayo bangun, sarapan dulu." Tak sedikitpun Kahfi merasa kesal melihat Keina yang masih santai-santai di jam segini. Dia memahami keadaan gadis itu yang habis menempuh perjalanan jauh semalam, apalagi Keina sedang berbadan dua, jadi harus banyak beristirahat.Selepas membasuh wajah, Keina duduk d