Berbeda dengan kemarin, kini Carla dan Savian sudah berbaikan. Mereka bahkan berangkat ke kampus bersama pagi ini, meski keduanya tidak banyak bicara selama perjalanan menuju kampus. Dan tentu saja Carla meminta Savian untuk menurunkannya di halte bus yang jaraknya lumayan dekat dengan kampus. Carla ambil amannya saja, ia tidak ingin menjadi trending topik di kampus karena ketahuan berangkat bareng Savian, dosen barunya yang dikenal berparas tampan.
Kebetulan hari ini kelas Carla ada mata kuliah Savian. Seperti biasa, suasana kelas tentram karena seluruh mahasiswa fokus terpaku pada Savian yang sedang membeberkan materi mata kuliah hari ini. Ya, tentu bukan hanya fokus ke materi saja, tapi juga fokus ke wajah Savian yang membuat para mahasiswi menyeceskan air liurnya.
Tak dipungkiri dengan Carla juga, gadis itu melamun sambil memandang Savian yang sibuk menjelaskan dengan sangat serius namun tidak kaku. Tanpa sadar, Carla jadi senyum-senyum sendiri mengingat kelakuan
"Aku sudah bosen ketemu bapak di flat, masa di kampus harus ketemu terus juga sih, pak!" keluh Carla bersamaan dengan ia mendaratkan bokongnya di kursi sebrang meja kerja Savian. Meskipun terbilang dosen baru, tapi hebatnya Savian memiliki ruang kerja sendiri. Bahkan dosen yang lebih lama mengajar di kampus ini ruangannya masih mencampur dengan dosen lain, yang menjadi pembatasnya hanya penyekat meja saja. Apa jangan-jangan orangtua Savian salah satu orang yang menduduki kursi berpengaruh di kampus ini? Di lihat dari gaya hidup Savian yang mewah dan glamor, sepertinya yang Carla pikirkan kecil kemungkinan untuk meleset. "Kamu gak suka saya jadikan PJ?" Carla memutar bola matanya, pake nanya lagi, sudah jelas-jelas sejak tadi ia mengeluh, itu tandanya Carla tidak suka di tunjuk sebagai PJ! "Jelaslah, pak! mending bapak tunjuk yang lain aja deh, banyak kok yang mau jadi PJ." Savia
"Apa... pelukan?!" Suara Misel naik satu oktaf, keterkejutannya tidak bisa ia sembunyikan saat mendengar apa yang Carla katakan. "Kok bisa?" Misel tidak percaya. Berhubung pagi ini Carla tidak ada kelas, dan akan seharian di dalam flat tanpa kegiatan apapun selain mengerjakan tugas kuliahnya. Carla berinisiatif untuk menelepon Misel dan menceritakan semua kejadian yang ia lewatkan bersama Savian. Konsul adalah suatu hal yang penting dan tidak boleh terlewatkan, karena Misel harus tau perkembangan pasiennya. Carla melipat bibirnya, tidak mengira reaksi Misel akan setidakpercaya ini. "Aku juga bingung, Kak. Tapi aku benar-benar gak ngerasa takut sama sekali. Malah... nyaman." cicitnya di ujung kalimat. Agak malu sebenarnya berterus terang seperti ini. Untuk pertama kali Carla curhat ke Misel tentang pria yang bisa membuatnya lupa kalau ia memiliki trauma. "Tapi, Kak, ini cuma berlaku ke dia doang, ke cowok lain nggak." la
"Sial!" Savian mengumpat, ucapan Misel masih menghantuinya sampai saat ini. Depresi? Trauma? Cih, Savian berdecih. Jelas-jelas selama ini Carla tidak menolak sentuhnya, memang sih awal-awal dulu Carla selalu menghindar, tapi itu wajar karena mereka masih baru mengenal. Tak ingin memperpanjang rasa gelisahnya, Savian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja lalu mengetik pesan yang akan ia kirim ke kontak dengan nama Carla Kalila. Savian: Carla Sambil menunggu balasan pesan dari Carla jari Savian mengetuk pelan meja kerjanya sambil terus memikirkan tentang ucapan Misel, dan beberapa detik kemudian suara tawa Savian menggelegar. Kelakuan Misel sungguh membuatnya tertawa, trauma? itu tidak masuk akal! Ting! Ponselnya berdeting, balasan dari Carla masuk. Dengan tak sabaran Savian membuka pesan dari Carla lalu membalasnya. Carla Kalila: kenapa, pak? Sa
Savian:kalau sudah sampai flat segera kabari saya ya, CarCarla berdecih melihat pesan dari Savian yang masuk beberapa puluh menit lalu, namun ia baru sempat membacanya karena baru selesai mandi. Carla mengetik balasan untuk Savian sambil berjalan menuju kasur lalu melempar tubuhnya di sana.Carla:Dih, memangnya bapak sepenting apa sampai harus aku kabarin!Pada balasan pesannya Carla tidak sungkan untuk menunjukan ketidaksukaannya kepada perintah Savian yang memang sangat aneh menurutnya. Apa kontribusi pria itu di hidupnya sampai-sampai Carla harus memberinya kabar?Ting!Belum ada satu menit, pesan dari Savian kembali menghiasi notifikasi ponsel Carla. Apa Savian tidak ada kerjaan hingga dapat membalas pesannya dalam beberapa detik?Savian:kamu sudah sampai flat, ya? jangan lupa mandi dan mengerjakan tugasCarla:
Tidak ada hari tanpa gosip yang berkeliaran di kampus. Entah gosip tentang mahasiswi, dosen, bahkan sampai ibu kantin dan satpam. Tapi Carla selalu tidak peduli akan hal itu, ia benar-benar masa bodoh. Terkecuali dengan gosip pagi ini. Dengar - dengar sedang hangat - hangatnya di bicarakan dan beritanya sangat dahsyat hingga membuat para mahasiswi menjerit kesal. Dari yang Carla dengar, nama Savian tersaji jadi topik utama, bersanding dengan nama mahasiswi yang tidak asing di telinga para warga kampus. Kristal, Carla mengenal nama itu, dia adalah Primadona kampus. Kecantikan gadis itu tidak ada yang bisa menyandingkan, Kristal juga sering di gosip kan dengan banyak pria tampan. Dan sekarang Savian yang menjadi partner buah bibirnya. Bukan hanya menjadi buah bibir para warga kampus, tapi nama Savian dan Kristal juga menjadi bahan feed akun lambe kampusnya. Komentarnya sampai ribuan, tak sedikit komentar buruk yang mencaci Kristal, tentu s
"Kamu mau langsung pulang, Car?"Carla mengangguk dengan polos, "Iya, pak. Kelas aku sudah selesai, hari ini cuma satu matkul saja." jelas Carla sembari bergegas untuk pulang setelah menyelesaikan makan siangnya yang Savian berikan secara cuma-cuma."Makasih, pak, buat makan siangnya." kata Carla kemudian bangkit dari duduknya.Melihat Carla yang ingin beranjak pergi, Savian langsung bangkit dan berdiri di depan pintu, menghalangi jalan Carla. "Hm... gimana kalau kita nonton drama korea dulu, Car?" entah ide dari mana, mengajak Carla menonton drama korea di ruang kerjanya tidak masuk ke dalam daftar rencana yang akan Savian hari ini.Kening Carla mengerut, berpikir sejenak. Menonton drama korea bersama Savian? itu bukan ide yang buruk, setidaknya dari pada ia merasa bosan sendirian di flat. "Boleh, pak, mau nonton drama apa?" tanya Carla sambil berjalan menuju sofa panjang yang letaknya tak jauh dari meja kerja Savian.Carla mendudukan diri di atas sofa sa
Savian memasuki ruangannya dengan wajah lesuh, ia baru saja selesai mengajar di kelas terakhirnya hari ini. Kelas kali ini menghabiskan waktu yang cukup lama karena Savian sempat marah, buntut dari ciumannya yang di gagalkan, ia jadi tidak mood dalam mengajar. Siapa suruh ketua kelas tersebut bertamu di saat yang tidak tepat dan merusak segalanya?! Badan besarnya ia lempar ke atas sofa panjang dan merebahkan diri di sana. Kedua mata Sean memejam, lalu terbayang ingatan beberapa jam lalu yang ia lakukan dengan Carla di sofa. Ah, seandainya tadi semua berjalan lancar, Savian pasti tidak akan penasaran lagi bagaimana rasa bibir Carla. Tangan Savian bergerak mengambil ponsel dan mengaktifkan, ia mengabaikan beberapa pesan yang masuk dan memilih untuk mengirim pesan ke Carla lebih dulu. Savian: maaf karena kegagalan yang tadi, semoga kamu berkenan untuk melanjutkannya di flat nanti Muka tembok, seperti tidak tahu malu, tapi itulah Savian. Pantang menyerah
Waktu berlalu dengan begitu cepat, tak terasa sudah satu bulan lamanya Savian berbagi flat dengan Carla. Sesuai perjanjian yang mereka sepakati, Savian akan pergi hari ini. Tapi, setelah semua yang terjadi antara dirinya dengan Carla, apakah Carla akan tetap membiarkannya pergi? Savian menarik kopernya seraya beranjak keluar dari dalam kamar, ia berdiri di depan pintu kamar Carla lalu mengetuknya pelan. Meski hari sudah lumayan siang, tapi Savian yakin Carla masih bergulung dengan selimutnya di atas ranjang. Ini hari libur, tidak ada yang dapat menjadi hambatan Carla untuk bangun siang. "Car.." panggil Savian dengan lembut, terdengar erangan kecil di dalam kamar. Sepertinya panggilan dari Savian berhasil mengusik tidur gadis itu. "Kenapa, pak?" pintu kamar Carla terbuka, kepala Carla menyembul dari balik pintu. Sesaat Savian terdiam, memandang wajah bangun tidur Carla yang berkali-kali lipat cantiknya. Wajahnya yang sebening salju tanpa taburan bedak sebutir