"Bapak pulang sama Kristal semalam?"
Setelah menghabiskan roti dan kopinya, Carla membuka suara dan bertanya. Membuat Savian yang sedang fokus menyetir menoleh sesaat ke arah gadis yang pergelangan tangannya di perban itu.
"Nggak, saya pulang sendiri. Kristal masih di Bandung." jawab Savian membuat Carla terdiam dan membuang pandangan ke luar jendela.
Pikiran Carla berkecamuk lagi. Bertanya-tanya apa mereka sudah seserius itu dan apa Kristal sudah sangat akrab sampai Savian bisa tenang meninggalkan Kristal di rumahnya?
Carla menahan napas, ia menolehkan pandangannya ke Savian. Ia tidak bisa terus menahan diri dan membuat pikirannya berperang sendiri.
"Bapak mau nikah sama Kristal?" tanya Carla dengan nada serius.
Dengan cepat Savian menoleh, di tatapnya mata Carla
"Kamu tahu ini kesalahan fatal yang kamu lakukan? Apa pernah mama mengajari kamu untuk berbohong?" Carla mendongakkan wajahnya, membalas tatapan tajam Mirda tanpa sungkan. Ada yang perlu gadis itu koreksi dari perkataan yang keluar dari bibir merah mamanya. "Aku memang salah. Tapi aku gak pernah bohong sama mama. Selama ini aku gak pernah bilang ke mama kalau aku tinggal sendiri di flat, dan mama juga gak pernah nanya aku tinggal sama siapa." ujar Carla mencari pembelaan yang mutlak dan bukan sekedar omong kosong. Selama Carla pergi dari rumah, Mirda memang jarang memperhatikannya. Mungkin mamanya itu lebih fokus mengurus Genta dari pada dirinya yang tidak berguna ini. Meski komunikasi terus berjalan, tapi semua hanya basa-basi, sekedar bertanya sudah makan atau belum, atau Mirda akan mengabari jika sudah mengirim uang bulanan untuknya. Dan Carla juga sama masa bodohnya. Sejak mamanya lebih mempercayai Genta, ia jadi malas untu
Carla terdiam menatap Savian yang fokus menyetir di sebelahnya. Carla bahkan masih ingat wajah babak belur Genta, tapi Savian malah tidak terluka seujung kuku pun. Jadi, selain pandai menggombal, Savian juga pandai berkelahi. Dua keahlian yang sangat melengkapi jiwa kejantanan Savian."Genta bilang apa sampai bapak emosi kayak tadi?" tanya Carla seraya memiringkan arah tubuhnya menatap Savian yang saat ini tidak mau membalas tatapannya. Kelihatan sekali pria itu sedang menghindari tatapannya, biasanya setiap Carla buka suara Savian selalu spontan menatap Carla meski hanya sepersekian detik saja."Gakpapa, saya cuma emosi liat muka bajingan itu." jawab Savian, kebencian terlihat jelas dari sorot matanya ketika membicara Genta.Carla menghela napas pelan, ia mendekatkan tubuhnya ke Savian dan menggenggam salah satu tangan Savian, membuat Savian menyetir menggunakan satu tangan saja."Kamu gak mungkin mukulin orang tanpa sebabkan, hmm?" suara Carla yang halu
"Bang Chaka?" Alvero membeku. Kepalanya seakan di timpa batu yang sangat besar melihat Chaka berjalan menuju ke arah meja mereka.Tangan Alvero terkepal kuat, giginya menggeletuk, matanya merah berlinang. Alvero tidak dapat menahan emosinya saat melihat Chaka yang melambaikan tangan dan melempar senyum ke arah mereka. Dengan secepat kilat Alvero bangkit dari duduknya, lalu menyerang Chaka begitu saja di tempat hingga Chaka ambruk ke lantai kafe.Alvero menghabisi wajah Chaka dengan emosi yang menggebu. Chaka yang di serang Alvero tiba-tiba jelas tidak memiliki persiapan untuk melawan, pria berbadan besar itu hanya pasrah di bawah kukungan emosi Alvero yang meledak."Lepasin gue, anjing!" Alvero memberontak pada dua pria yang asing menarik dirinya menjauh dari Chaka."Udah bang, santai, santai!" ujar salah satu pria itu membuat Alvero menghentakkan kakinya kesal ke lantai. Ia bel
"Aku takut di keluarin dari kampus, pak." Senin telah tiba. Hari ini Carla dan Savian akan bertemu Dekan untuk membicarakan perihal skandal mereka yang sedang hangat dibicarakan. Jelas berbohong jika Carla menyakinkan dirinya baik-baik saja, karena nyatanya saat ini gadis itu sedang ketakutan. Yang Carla lakukan adalah skandal besar, bahkan beberapa mahasiswa membuat aliansi untuk mengeluarkannya dari kampus karena katanya ia dan Savian sudah mencoreng nama baik kampus mereka. Carla bahkan sampai takut datang ke kampus kalau tidak Savian paksa dan menyakini kalau yang gadis itu takutkan tidak akan terjadi. "Jangan takut," Savian menggenggam tangan Carla yang berkeringat dingin. Savian mendekatkan bibirnya ke daun telinga Carla, "Om saya Dekan, jadi kamu tenang saja." bisiknya membuat Carla menoleh kaget ke arahnya. "Serius,
"Maksud tante?" Carla menatap Kirana dengan raut wajah bingungnya. Barusan Kirana baru saja mengatakan hal yang membuat Carla memiliki tanda tanya besar di kepala. Apa maksud wanita itu kalau lukanya mengingatkannya dengan Savian yang dulu. Sebelum menjawab rasa penasaran Carla, Kirana tersenyum simpul lebih dulu, kemudian menutupi luka Carla dengan lengan kemeja panjang yang gadis itu kenakan. "Savian juga dulu melukai tangannya seperti ini," jawab Kirana masih membuat Carla bertanya-tanya. "Tapi kenapa tante? Kenapa Pak Savian melukai tangannya?" Tanpa sungkan Carla bertanya. Ia ingin segera menuntaskan rasa penasaran yang kini bercampur cemas. Apa ada luka di masa lalu yang Savian sembunyikan darinya? Tangan Kirana terangkat, mengelus rambut sebahu Carla yang di gerai beg
Carla akui, ia memang menyukai Savian. Tapi tetap saja gadis itu tidak bisa menjalin hubungan dengan pria yang mengatakan cinta padanya saja tidak pernah, namun tiba-tiba Savian mengajaknya pacaran dan menikah?! Jadi jangan salahkan Carla jika ia langsung masuk ke dalam kamar saat Savian mengajaknya untuk berpacaran. Alhasil, sampai sekarang Savian masih mengetuk-ngetuk pintu kamar Carla sambil merengek minta penjelasan. "Car, kamu gak bisa giniin saya. Kasih saya jawaban biar saya bisa tidur nyenyak malam ini!" ujar Savian dari balik pintu kamar Carla. Carla menghembuskan napas pelan. Rasanya mau tega saja membiarkan Savian mati penasaran, mengingat Savian juga sering menjadi beban pikiran di kepalanya. "Walaupun aku tolak, tetap bapak mau denger jawabannya sekarang?" tanya Carla dengan suara yang lumayan lantang supaya kedenge
Hari-hari berlalu, skandal antara Carla dan Savian pun mulai terlupakan, tenggelam karena ada gosip baru yang lebih panas. Kini Carla sudah bisa masuk kuliah seperti biasa, ia juga kadang menyempatkan waktunya untuk kumpul dengan temen-temen di kantin, hal itu tidak jadi masalah selama Savian tidak mengetahuinya.Seperti saat ini, Carla yang sedang menikmati ayam penyet sendirian tiba-tiba didatangi Frisco, tak lama kemudian datanglah Dinne, disusul Mahen dan Jeffrey, lalu yang terakhir Alvero beserta buntutnya, Marcel. Para muda mudi itu tetap setia menemani Carla bahkan ketika Carla sedang di timpa skandal besar yang menodai nama baiknya.Tak ada yang berubah dari perilaku temen-temannya. Mereka memandang Carla sama saja seperti sebelum munculnya gosip miring dengan Savian. Malah sekarang Frisco dan Dinne jadi memiliki bahan ejekan untuk Carla yang kabarnya memiliki hubungan spesial dengan dosen muda itu."Tumben nih pawangnya Carla belum datang,"
"Bapak sejak kapan di sini?" Carla bertanya heran melihat Savian yang duduk santai di atas sofa ruang tengah. Entah sejak kapan pria itu duduk di sana, Carla baru mengetahuinya karena ia baru selesai mandi."Sejak tadi," balas Savian tanpa dosa. Kedua tangannya terbentang lebar seakan meminta Carla untuk segera berlari ke pelukannya."Peluk saya dong, Carla!" pinta Savian dengan nada manja. Carla berdecih, memasang wajah jutek sebagai topengnya, karena sebenarnya gadis itu salah tingkah melihat Savian bersikap demikian.Dengan wajah yang perlahan memerah Carla menghampiri Savian, ia menduduki diri sebelah pria itu, lalu di detik selanjutnya tubuh mungil Carla berada di dalam pelukan Savian."Sehari gak ketemu kamu rasanya kayak ada yang kurang di hidup saya," godanya sambil mendusel manja di sela leher jenjang Carla. Pelukannya semakin mengerat seraya menghirup dalam aroma tubuh Carla yang menyeruak. Wangi tubuh Carla sehabis mandi