Share

Bab 6 Godaan Leah

Penulis: Strrose
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-04 12:00:02

Hari pertama sebagai istri Valesco berlalu dengan cepat, tapi tak meninggalkan jejak manis seperti pengantin baru lainnya. Tak ada pelukan hangat, tak ada percakapan lembut sebelum tidur. Hanya ruang makan besar yang sunyi, beberapa tatapan tak sengaja, dan waktu yang berjalan seperti debu yang mengendap di perabotan tua—diam, namun terasa berat.

Malam itu, Leah berdiri di depan sebuah pintu gelap di ujung lorong lantai dua. Ruang pribadi Valesco. Ia sempat ragu. Ruangan itu tak pernah dikunci, tapi juga tak pernah terbuka sepenuhnya untuk siapa pun. Pelayan pun tampaknya menghindari masuk kecuali disuruh. Ada semacam aura tak terlihat yang menjaga ruangan itu—bukan kekuasaan, melainkan luka.

Leah mengetuk pelan.

Satu kali.

Dua kali.

Tak ada jawaban.

Ia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap suara—tapi yang terdengar hanya gemerisik hujan dari luar dan detak jantungnya sendiri.

Khawatir terjadi sesuatu, Leah akhirnya mendorong pintu dengan perlahan. Engsel mengeluarkan bunyi samar saat pintu terbuka, dan udara di dalam ruangan terasa lebih berat, seperti menyimpan musim yang berbeda.

Langkah Leah terhenti di ambang pintu.

Cahaya temaram dari lampu baca menyinari sebagian ruangan. Di tengahnya, Valesco duduk membelakanginya di sebuah kursi berlapis kulit coklat tua, tubuhnya membungkuk sedikit ke depan. Gelas bourbon tergantung lemah di salah satu tangan, setengah kosong, sedangkan kemeja putih yang dikenakannya tak dikancing sepenuhnya—terbuka hingga dada, memperlihatkan guratan luka lama dan satu bekas jahitan memanjang di sisi kiri dadanya.

Leah menahan napas.

Dari sudut ini, pria itu tampak seperti patung—dingin, tak bernyawa, namun menyimpan sejarah yang tak pernah dituliskan. Punggungnya sedikit bergetar. Bukan karena menangis... tapi karena sedang berusaha tidak hancur.

Leah melangkah masuk, perlahan.

"Valesco?" bisiknya, hampir tak terdengar.

Tak ada jawaban.

Tapi saat ia mendekat, ia melihat satu lembar foto di atas meja di samping pria itu. Foto tua, warnanya telah pudar. Seorang wanita—berdiri di bawah pohon musim gugur. Wajahnya mirip seseorang... Leah tak yakin siapa, tapi senyum wanita itu tak hilang dari pikirannya.

Apa yang sebenarnya disembunyikan pria itu?

Karena di balik sikap dinginnya, di balik ketegasan tanpa kompromi dan tatapan yang bisa membekukan siapa pun... Leah melihat sesuatu yang lebih menakutkan dari kegilaan.

Kekosongan.

Dan kosong, bagi Leah, lebih berbahaya dari segalanya—karena sesuatu yang kosong bisa diisi dengan apa saja.

Termasuk luka. Termasuk kebencian.

Atau, lebih menyesakkan lagi: cinta yang tidak pernah diajarkan caranya bertumbuh.

Ada untungnya bagi Leah jika Valesco nantinya mencintainya. Tapi di sisi lain, ada terlalu banyak hal buruk yang bisa timbul dari cinta semacam itu. Karena cinta dari pria yang tak pernah diajarkan cara mencintai... bisa berwujud sebagai penguasaan.

Sebagai belenggu yang dibungkus dengan perhatian.

Sebagai obsesi yang dikira kesetiaan.

Leah menatap Valesco yang masih diam di sana—sunyi, nyaris seperti patung di museum yang tak pernah disentuh karena terlalu mahal untuk diusik. Dan untuk sesaat, ia bertanya-tanya... jika pria itu benar-benar mencintainya suatu hari nanti, akankah ia bisa menerima bentuk cinta seperti itu?

Leah menarik napas dalam. Mencoba meredakan rasa sesak yang mulai mengendap di dadanya. Bayangan itu terlalu jauh dari logikanya

Ini tentang masa depan.

Tentang hidup berdampingan dengan seseorang yang mungkin tak akan pernah benar-benar melihatnya sebagai manusia—melainkan sebagai milik.

Dan itu jauh lebih menakutkan.

Terlebih kenyataan jika dirinya hanyalah istri sementara untuk Valesco. Cukup membuat akal sehatnya bekerja dengan optimal.

“Apa yang ingin kau katakan?”

Leah tersentak. Valesco menyadari kehadirannya

Berdehem sejenak, Leah mulai bicara “Boleh aku menemanimu minum?”

Valesco menatapnya dari balik bahu, mata kelabunya menyempit seolah sedang menakar makna tersembunyi di balik permintaan sederhana itu. Ia tidak langsung menjawab, hanya menunduk sebentar ke arah gelas bourbon yang masih tergenggam di tangannya—kemudian ke botol di atas meja.

“Kemarilah” panggilnya

Leah melangkah lebih dekat, lalu duduk perlahan di sofa di seberang pria itu.

Valesco menatap kosong ke arah meja. Lalu dengan satu gerakan lambat, ia mengambil gelas satunya—masih kosong—dan mengisinya hingga setengah.

Ia mendorongnya ke arah Leah.

“Terima kasih” ucapnya lembut, nyaris berbisik.

Valesco tidak menjawab. Ia hanya memutar gelasnya perlahan, menatap pusaran cairan di dalamnya seolah sedang mencari jawaban dari masa lalu yang tidak pernah memberi penjelasan. Cahaya lampu kecil dari meja menyinari wajahnya sebagian, menekankan garis rahang yang tegang dan lingkar gelap di bawah matanya yang belum hilang.

“Apa hari ini sangat buruk untukmu?” Tanya Leah

“Sangat buruk.” Jawab Valesco sambil mengangkat gelas bourbonnya, menyesap pelan, lalu menatap Leah seperti sedang menakar keberadaannya. “Dan kau sungguh tak tahu malu” Ucap Valesco tiba-tiba, suaranya serendah kabut malam, tapi menggigit seperti hawa musim dingin yang mencium kulit tanpa ampun.

“Oh ya? Tak tahu malu seperti apa?” tanya Leah tak tersinggung

Valesco berdecak “Perempuan tak tahu diri yang tetap duduk di sini, seolah kau punya tempat dalam hidupku.”

“Akukan istrimu, tentu saja aku punya tempat dihidupmu”

Uhuk!

Valesco tersedak.

Leah tidak bergeming. Tidak tersenyum simpul karena canggung. Tidak menunduk karena malu. Ia menatap balik pria itu dengan tatapan yang... kosong, namun anehnya menenangkan.

“Kau-“

“Valesco Arden” ucapnya pelan, penuh ketenangan yang tidak masuk akal. “Kalau kau ingin menghina, pastikan kau pakai kata yang tepat. Karena aku tidak duduk di sini untuk meminta tempat atau mendengarmu bicara. Aku duduk karena ingin menemani dan menikmati pemandangan.” Ucap Leah panjang. Jika cara elegan gagal untuk mendekati Valesco maka Leah akan mencoba yang agak sinting yaitu menjadi perempuan centil

Valesco menyipitkan mata, menyandarkan punggung ke sofa, menyilangkan kaki. “Pemandangan?” Ucapnya tertarik. Moodnya jauh lebih baik dari sebelumnya

“Ya.” Leah mengangguk mantap. “Kau tampan”

“huh?!”

Valesco nyaris kembali tersedak dibuatnya

Leah hanya memiringkan kepala, menyandarkan dagu ke jemari yang bertumpu di sandaran sofa, menatap pria itu seolah sedang menikmati tontonan mahal yang tak akan ia ulang dua kali. “Kau tak pernah sadar ya, betapa mematikan caramu duduk diam begitu?”

“Kau gila” gumam Valesco, meletakkan gelasnya dengan sedikit hentakan. Tapi nada suaranya terdengar lebih defensif daripada marah dan kedua telinganya mulai memerah. Entah efek alkohol atau memang pria itu yang salah tingkah

“hmmm... bukankah menjadi gila lebih baik daripada jadi pria penuh luka yang bahkan tak tahu caranya mencium seseorang dengan benar?” Leah menjawab ringan sambil melirik pria itu seperti sedang menonton kucing jalanan yang sok garang

Tatapan Valesco langsung membeku, kali ini wajahnya memerah sempurna hingga ke lehernya. Leah terkekeh, dia tidak berhenti. Ia tahu, kali ini, nyalinya bukan keberanian... tapi bentuk keputusasaan yang elegan akan respon Valesco yang semakin salah tingkah.

Leah menyilangkan kaki, perlahan dan anggun. “Apa yang kau takutkan, Valesco? Kau canggung padaku atau kau takut jika kau akan menikmatinya?”

“C-cukup” desis Valesco. Tapi matanya tidak berkedip. Seperti binatang buas yang tak yakin apakah harus menyerang atau lari.

“Tidak. Belum cukup” bisik Leah, tubuhnya condong sedikit ke depan. “Karena setiap kali kau menatapku dengan mata itu, aku jadi semakin yakin bahwa kau sebenarnya... sangat ingin tahu seperti apa rasanya aku.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 9 Membuatmu terbiasa

    Leah berjalan pelan menyusuri koridor panjang yang dipenuhi cahaya matahari yang cukup terik, pantulan kaca jendela besar di sisi kiri rumah menyilaukan matanya sesekali. Langkahnya lambat, tidak karena lelah, tapi karena ia tak tahu harus melangkah ke mana. Rumah itu terlalu besar. Terlalu sunyi. Dan semuanya... terlalu sempurna.Dinding marmernya berkilau tanpa cela. Karpetnya tertata presisi tanpa satu helai pun tergeser. Vas-vas kristal di sudut-sudut ruangan memamerkan bunga yang seragam dan segar, seperti diganti setiap beberapa jam. Bahkan aroma di udara pun teratur. Wangi lavender lembut bercampur sandalwood, tidak pernah terlalu kuat tapi tidak pernah benar-benar menghilang.Leah berhenti di depan sebuah rak buku yang tertata simetris. Ia menyentuh salah satu buku tua berjudul asing dalam bahasa Prancis, tapi tak menarik perhatiannya lebih dari dua detik. Semuanya terasa steril. Tak ada jejak manusia disini. Hanya kebiasaan dan kendali.Ia mulai melangk

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 8 Alasan memilihnya

    Leah masih duduk di meja makan yang kini sepi. Sisa percakapan pagi itu masih menggantung seperti awan mendung yang enggan pergi. Tapi pikirannya tak berhenti pada kemarahan.Ia mulai menarik benang kenangan, pada alasan mengapa dirinya bisa berdiri di titik ini. Kenapa Valesco, seorang pria dengan kuasa dan dunia sebesar itu, justru memilih membeli dirinya dari ibu kandungnya sendiri.Bukan karena ia cantik. Bukan karena ia tenang. Tapi karena ia mengerti.Leah mengenali pola. Ia tahu tanda-tanda trauma masa kecil, tahu bagaimana seseorang bisa membangun dinding pertahanan begitu tinggi hingga tak ada satu pun emosi yang bisa masuk, atau keluar.Ia pernah mendampingi anak-anak yang memaki dan menggigit karena merasa dunia mengkhianati mereka. Ia pernah menenangkan anak-anak yang menangis tanpa suara karena tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa sakit mereka.Dan saat ia melihat Valesco—ia tahu. Valesco sedang hidup dengan salah satu dari mereka. Tapi bedanya, pria ini dewasa. D

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 7 Istri yang tak dianggap

    Leah terbangun. Tubuhnya terasa berat, seperti ditarik oleh beban yang tak terlihat. Matanya perlahan terbuka mencari penyebab beban berat ditubuhnya dan ternyata itu adalah Valesco, yang memeluknya erat dari belakang.Napas hangat Valesco menyentuh tengkuknya dengan ritmenya tenang... terlalu tenang untuk pria yang biasanya selalu diliputi badai. Lengan kokohnya melingkar di pinggang Leah, bukan dalam pose menggoda, tapi seperti seseorang yang sedang berpegangan pada sesuatu agar tidak tenggelam.Perlahan, ia memiringkan tubuhnya, berusaha melihat sedikit ekspresi pria itu dari sudut matanya.Senyum kecil terpatri dibibirnya begitu menatap wajah Valesco. Alis suaminya itu sedikit berkerut, seolah dalam tidurnya, pria itu tak benar-benar bebas dari bayangan yang menghantui.“tenang Valesco” Gumam Leah menenangkan meskipun dalam pikirannya terisi tanya: apa yang sebenarnya terjadi semalam?Ia mengingat perbincangan terakhir mere

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 6 Godaan Leah

    Hari pertama sebagai istri Valesco berlalu dengan cepat, tapi tak meninggalkan jejak manis seperti pengantin baru lainnya. Tak ada pelukan hangat, tak ada percakapan lembut sebelum tidur. Hanya ruang makan besar yang sunyi, beberapa tatapan tak sengaja, dan waktu yang berjalan seperti debu yang mengendap di perabotan tua—diam, namun terasa berat.Malam itu, Leah berdiri di depan sebuah pintu gelap di ujung lorong lantai dua. Ruang pribadi Valesco. Ia sempat ragu. Ruangan itu tak pernah dikunci, tapi juga tak pernah terbuka sepenuhnya untuk siapa pun. Pelayan pun tampaknya menghindari masuk kecuali disuruh. Ada semacam aura tak terlihat yang menjaga ruangan itu—bukan kekuasaan, melainkan luka.Leah mengetuk pelan.Satu kali.Dua kali.Tak ada jawaban.Ia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap suara—tapi yang terdengar hanya gemerisik hujan dari luar dan detak jantungnya sendiri.Khawatir terjadi sesuatu, L

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 5 Bisikan dalam diam

    Valesco ArdenLeah mempertanyakan kenapa pria itu dikenal sebagai pria yang cukup…. gila.Ada beberapa rumor yang beredar—berbisik dari satu ruang pesta ke ruang rapat, dari bisik-bisik sosialita hingga meja redaksi majalah bisnis dan semuanya menggambarkan sosok Valesco dengan aura gelap yang sama: tidak bisa diprediksi.Sebagian mengatakan pria itu menderita gangguan kecemasan akut. Bahwa ia pernah kabur dari sebuah acara konferensi internasional hanya karena air minumnya disajikan di gelas yang bentuknya tidak simetris. Orang-orang menyebutnya “aneh”, padahal mereka tak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi di balik sorot mata tajam pria itu.Yang lain bersikeras Valesco mengidap OCD parah, obsesif terhadap kebersihan dan kontrol. Bahwa ia pernah memecat seluruh staf rumah tangganya hanya karena salah satu dari mereka mengubah posisi lampu aroma terapi di kamar tidurnya. Semua harus sempurna. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Bahkan napas pun, di dekatnya, harus terasa teratur.D

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 4 Bukan hakmu

    Malam turun sepenuhnya di luar jendela besar rumah Arden. Hujan rintik mulai mengguyur kaca, menorehkan suara halus yang mengisi kesunyian rumah megah itu. Jam sudah menunjukkan pukul 00.37. Rumah sepi. Pelayan sudah kembali ke paviliun kecil di sisi timur bangunan. Hanya lampu-lampu lantai dua yang masih menyala—termasuk di kamar kerja Valesco Arden.Pria itu duduk di kursinya, tubuh membungkuk dengan tangan menggenggam erat sisi meja. Matanya sembab, tapi tak ada air mata yang mengalir. Di depannya, sebotol kecil obat antipsikotik dan segelas air putih. Tangannya sedikit gemetar ketika membuka tutup botol, lalu menjatuhkan dua tablet ke telapak tangannya yang pucat yang terbalut oleh perban.“Dokter bilang cukup satu” gumamnya. “Tapi kadang... satu saja tidak cukup untuk menghentikan suara-suara ini.”Tanpa pikir panjang, ia menelan keduanya.Obat itu memang dirancang untuk menekan impuls, menurunkan aktivitas berlebih di saraf-saraf tertentu. Tapi dosis yang salah... bisa memicu ef

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status