“Luruskan bahumu. Senyumnya jangan palsu” bisik ibunya, sambil merapikan veil di atas kepala Leah.Senyum Leah mengeras, bukan karena kurang latihan, tapi karena terlalu sering dipaksa. Setiap pasang mata menyorot setiap langkahnya menuju altar, di mana pria yang akan menjadi suaminya berdiri seperti patung marmer—dingin, sempurna dan tak terjangkau.Valesco Arden.Pria dengan setelan hitamnya, rambut rapi dan wajah tenang nyaris tak menunjukkan ekspresi. Ia hanya menatap Leah seperti benda seni yang baru saja ia beli.Leah tahu, dirinya bukanlah pengantin... ia adalah sebuah trofi. Ia benda yang dipamerkan dalam gala kemenangan dan dimiliki oleh seorang pria yang tak pernah benar-benar ingin mencintai.Leah tak benar-benar peduli tentang perannya, tapi didalam, jiwanya gemetar. Setiap langkah menuju Valesco adalah satu langkah menjauh dari dirinya sendiri. Dari mimpi-mimpi yang pernah ia rajut diam-diam. Dari suara tawa yang dulu bebas ia lepaskan di pagi hari. Kini, semuanya redup,
Terakhir Diperbarui : 2025-06-29 Baca selengkapnya