Home / Romansa / Sentuhan Adik Sahabatku / Bab 18. Hampir Saja.

Share

Bab 18. Hampir Saja.

Author: eslesta
last update Last Updated: 2025-12-23 16:13:49

Jennar baru saja mengikat celemek di pinggang ketika ponsel di meja dapur bergetar pelan. Ia menoleh, matanya langsung menyapu layar. Nama Birru muncul terang.

Alis Jennar sedikit terangkat. “Ada apa sepagi ini,” gumamnya, lalu menggeser tombol hijau.

“Halo, Ru?”

Di seberang sana terdengar tarikan napas yang berat, disusul suara serak, “Mbak … hari ini nggak usah masak.”

Tangan Jennar yang tadi hendak meraih pisau berhenti di udara. “Kenapa? Kamu mau makan di luar?”

“Bukan.” Birru memejamkan mata, dahi terasa berdenyut. “Aku nggak enak badan. Kayaknya nggak ke kantor. Mau istirahat.”

Nada panik langsung menyelinap ke suara Jennar, meski ia buru-buru menahannya agar tak terdengar berlebihan. “Kamu kenapa, Ru?”

“Demam. Mungkin kecapean. Deadline lagi numpuk,” jawab Birru lirih.

“Kamu ada obat?”

“Ada, Mbak.”

'Kalau kamu ke sini, aku pasti sembuh,' batin Birru, getir. Kalimat itu bergema di kepalanya, tapi hanya tinggal di sana. Lidahnya terlalu pengecut untuk mengucapkannya.

“Ya sudah. M
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 18. Hampir Saja.

    Jennar baru saja mengikat celemek di pinggang ketika ponsel di meja dapur bergetar pelan. Ia menoleh, matanya langsung menyapu layar. Nama Birru muncul terang.Alis Jennar sedikit terangkat. “Ada apa sepagi ini,” gumamnya, lalu menggeser tombol hijau.“Halo, Ru?”Di seberang sana terdengar tarikan napas yang berat, disusul suara serak, “Mbak … hari ini nggak usah masak.”Tangan Jennar yang tadi hendak meraih pisau berhenti di udara. “Kenapa? Kamu mau makan di luar?”“Bukan.” Birru memejamkan mata, dahi terasa berdenyut. “Aku nggak enak badan. Kayaknya nggak ke kantor. Mau istirahat.”Nada panik langsung menyelinap ke suara Jennar, meski ia buru-buru menahannya agar tak terdengar berlebihan. “Kamu kenapa, Ru?”“Demam. Mungkin kecapean. Deadline lagi numpuk,” jawab Birru lirih.“Kamu ada obat?”“Ada, Mbak.”'Kalau kamu ke sini, aku pasti sembuh,' batin Birru, getir. Kalimat itu bergema di kepalanya, tapi hanya tinggal di sana. Lidahnya terlalu pengecut untuk mengucapkannya.“Ya sudah. M

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 17. Tamu Yang Tak Diinginkan.

    “Eh?”Langkah Jennar terhenti begitu pintu ruangannya tertutup di belakangnya. Tatapannya langsung tertarik pada sesuatu yang asing namun memikat di atas meja kerja.“Bunga apa lagi hari ini?” gumamnya pelan.Buket itu duduk manis di sudut meja, seolah memang diletakkan dengan sengaja agar langsung menyapa siapa pun yang masuk.“Ya Tuhan ... kalian cantik cantik banget, sih!"Jennar menatap takjub pada kelopak-kelopak peony pink yang mengembang sempurna, lembut dan berlapis, berpadu dengan hydrangea putih yang bulat dan bersih.Ia mendekat, menunduk sedikit, memicingkan mata seolah bunga-bunga itu akan membalas tatapannya. “Seriusan. Dilihat lebih dekat ternyata tambah cantik … ini bunga apa, ya?”Sudah lima hari berturut-turut. Lima pagi yang selalu dimulai dengan kejutan kecil di meja kerjanya.“Itu peony dan hydrangea putih, Jen.”Jennar tersentak kecil. Bahunya refleks mengangkat sebelum ia menoleh ke arah suara itu. Helena berdiri di ambang pintu, senyum menggoda tersungging di w

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 16. Cheryl Dan Rencananya.

    Jennar melambaikan tangan saat matanya menangkap sosok Alexa yang duduk sendirian di sudut restoran. Alexa tampak rapi seperti biasa, mengenakan gaun hitam sederhana dengan potongan elegan. Namun, sorot matanya tak setenang penampilannya. Malam ini, mereka sengaja bertemu karena Alexa ingin membicarakan hal penting kepada sahabatnya itu.Jennar mempercepat langkah, lalu duduk di seberang Alexa. Tas selempangnya ia letakkan di kursi kosong di samping, gerakannya sedikit terburu-buru.“Macet, Jen?” tanya Alexa sambil menyandarkan punggung ke kursi, jarinya tanpa sadar mengetuk tepi meja kayu oak.“Lumayan. Tapi ya ... Jakarta, mana pernah nggak macet,” jawab Jennar sambil tersenyum kecil.Alexa mengangguk singkat. Senyumnya muncul sebentar, lalu menghilang. Jennar menangkap wajah sahabatnya yang terlihat tegang, seolah sedang menahan sesuatu yang berat di dada. Namun, Jennar memilih diam. Ia tahu, jika Alexa sudah siap, dia akan bicara sendiri.“Mau pesan sekarang?” Alexa memecah hening

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 15. Bunga Misterius Untuk Jennar.

    Jennar menggenggam thermal bag di tangan kirinya dengan hati-hati setelah menyerahkan helm pada pengemudi ojek online. Ia langsung melangkah cepat menjauh dari tepi jalan. Ini hari kedua ia bangun lebih pagi demi memasak untuk Birru dan sepertinya ia mulai terbiasa.Begitu matanya menangkap siluet mobil putih milik Kinanti yang baru saja meluncur masuk ke gerbang NeoLand, langkah Jennar otomatis dipercepat.“Please… gue nggak mau satu lift lagi sama mereka,” bisiknya, nyaris seperti doa kecil.Ia melewati pos pemeriksaan satpam, menunduk sekilas sambil mengangguk sopan, lalu nyaris berlari kecil menuju deretan lift. Pintu salah satu lift terbuka tepat waktu. Jennar menyelip masuk, jarinya cepat menekan angka lima.Pintu menutup.Jennar menghembuskan napas panjang, pundaknya merosot lega.“Aaah… syukurlah pagi ini nggak ada drama,” gumamnya, senyum kecil muncul tanpa ia sadari.Di cermin lift, bayangan dirinya tampak sedikit berbeda pagi ini. Pipinya merona, rambutnya rapi meski sederh

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 14. Siasat Birru.

    Birru menahan batuk yang mulai mencekik di tenggorokannya. Satu telapak tangan mencengkeram tepi meja sekuat tenaga, tubuhnya gemetar menahan sesak yang makin merambat di dada. Napasnya terdengar kasar, bukan terputus, tapi seperti tersangkut di dada.Jennar bangkit setengah berdiri, wajahnya penuh kecemasan. “Ru? Kamu kenapa?! Katakan!”Birru mencoba tersenyum, tapi sudut bibirnya justru menegang. Kulit di sekitar lehernya mulai memerah, merambat pelan ke rahang dan pipi. Ia menelan ludah beberapa kali, tapi sia-sia. Ada rasa gatal dan panas yang menjalar dari tenggorokan ke dalam dada, seperti udara yang tiba-tiba menyempit.“Birru!?”“Nggak apa-apa,” katanya, suaranya tetap tenang meski napasnya pendek-pendek. “A-aku ... cuma alergi.” “Kamu alergi?” Jennar menatapnya kosong sesaat, lalu panik merambat cepat. “Alergi apa? Sambal? Cabai? Kacang?!”Birru mengangguk kecil, satu tangannya kini naik ke leher, bukan mencekik, tapi menahan rasa sesak yang mulai datang bergelombang. “Kacan

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 13. Makan Siang Untuk Birru.

    Selepas adzan subuh, dapur kecil di rumah Jennar sudah terang benderang. Jennar berdiri di depan kompor, mengenakan celemek sederhana yang membelit tubuh rampingnya. Rambutnya diikat seadanya, beberapa helai jatuh di sisi wajah dan ikut bergerak setiap kali ia menunduk.Di meja kecil, potongan ayam yang sudah dibersihkan tertata rapi dalam wadah bening. Bawang merah, bawang putih, dan ketumbar sudah siap di mangkuk menunggu untuk dihaluskan. Di sudut lain, ulekan dan cobek terisi cabai utuh berwarna merah menyala.Jennar menatap susunan bahan itu sejenak, berpikir kembali.“Kayaknya kurang sayur. Nggak mungkin cuma ayam kecap,” gumamnya pelan.Ia melangkah ke kulkas dan membukanya perlahan. Wortel oranye cerah dan timun segar ia ambil, dinginnya masih terasa di telapak tangan. Pintu kulkas ditutup dengan hati-hati, nyaris tanpa suara.Jennar kembali ke depan meja. Tak lama, pisau menyentuh talenan, suaranya memecah keheningan dengan irama teratur dan penuh kehati-hatian.“Semoga kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status