Share

Bab 4

"Astaghfirullahalazim ...," ucap wanita itu langsung berdiri. Sudah macam melihat hantu saja. Kaget tak terkira melihat pria itu tiba-tiba ada di depannya.

Hidup lagi capek-capeknya malah bertemu lagi dan lagi dengan orang satu ini. Kenapa pria itu berkeliaran di sini malam-malam begini. Apakah Dokter itu juga tengah jaga malam.

"Maaf, saya sedang nugas," ujar wanita itu jelas menghindarinya.

"Jangan khawatir, saya yang bertanggung jawab di rumah sakit ini. Tolong ikut saya sebentar," ujar pria itu dingin. Wajahnya lempeng tanpa senyum sedikit pun. Memberikan kesan tak nyaman seketika.

Mau tidak mau akhirnya Ruma mengikuti langkah Dokter itu. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi. Hanya satu dua orang petugas nampak berlalu lalang.

Mereka menuju lift, hingga sampai di lantai 4. Ruangan Raja ada di sana.

Perempuan itu terus mengikutinya, padahal dia harus membuat morning report pagi ini. Kenapa malah terjebak di ruang Dokter begini.

"Ada apa, Dok?" tanya Ruma langsung saja. Dia merasa tak enak, dan sedikit takut. Ya, dia takut pria ini akan macam-macam lagi. Walau kelihatannya lebih jinak, bahkan dia tidak bisa membayangkan sehebat apa malam kemarin, hingga ia sulit berjalan.

"Tentu saja mengenai kemarin malam. Kenapa kamu bisa naik ke tempat tidurku?" tanya Raja dingin. Wajahnya menampakkan kekesalan yang mendalam. Sorot matanya tajam. Seolah dia sangat marah dengan kejadian itu.

Terang saja Raja marah, wanita itu telah menodai dirinya. Hal yang Raja jaga selama ini. Dia pria sejati dan penuh tanggung jawab, serta beradab tinggi. Tahu betul itu perbuatan terlarang. Jadi, sudah barang tentu dia menghindari pergaulan semacamnya.

"Sungguh saya tidak mengerti apa yang Anda katakan. Saya benar-benar tak bisa mengingat apa pun," jelas Ruma benar adanya. Dia yakin sekali, ada yang menjebaknya malam itu. Apakah suaminya yang sengaja melempar dirinya untuk pria lain?

Ruma hanya ingat, dia datang menikmati jamuan bersama suaminya di sebuah restoran. Kebetulan malam itu memang malam aniversary mereka. Setelahnya dia tidak begitu ingat. Dan Ruma mencurigai ini ulah suaminya. Namun, saat dia konfirmasi. Rasya seolah tidak tahu hal apa pun dan malah meninggalkannya.

"Ck, bagaimana mungkin kamu bersikap tenang begini, bukankah itu yang pertama bagimu? Apakah kamu sengaja menjeratku? Kalau iya, selamat kamu berhasil. Dan aku mengutuk kejadian malam itu."

"Jangan berlebihan Tuan, aku tidak pernah berniat menjerat Anda sedikit pun. Ya, walaupun itu yang pertama, aku tidak akan meminta pertanggungjawaban darimu. Mari kita lupakan perihal malam kemarin," kata Ruma tak ingin memperpanjang masalah dari segala sumber masalah.

"Bagaimana bisa sesuatu yang berharga terlupakan begitu saja. Apakah kamu tahu konsekuensinya perbuatan itu. Banyak hati yang menjadi korban. Bukan hanya itu, kamu telah menodaiku," kata pria itu membuat Ruma tercengang.

Bagaimana bisa dia mengatakan menodai, bukankah seharusnya Ruma yang berkata demikian. Kesuciannya dirampas dalam semalam oleh pria asing. Sungguh makhluk satu ini aneh sekali. Apakah dia sadar, kalau omongannya itu sangat menggelikan.

"Ya, aku tahu konsekuensinya. Jangan merasa yang paling dirugikan, aku seorang perempuan, akulah yang pertama dirugikan," ucap Ruma memang benar begitu.

"Kalau kamu merasa rugi, lantas kenapa semudah itu mengatakan melupakan. Bukankah seharusnya kamu meminta pertanggungjawaban."

Raja semakin yakin kalau itu hanya trik dan permainannya. Terlihat perempuan itu begitu tenang. Padahal dia baru saja kehilangan sesuatu yang paling berharga kemarin malam. Raja yang seorang pria saja merasa sangat tidak terima.

"Aku tidak akan melakukan itu, bukankah Anda mau menikah?"

Rupanya rumor itu santer terdengar oleh rungunya. Menyebar cepat dari satu telinga, ke pendengaran lainnya.

"Ya, dan gegara kejadian kemarin malam, aku berhutang penjelasan pada semua orang. Kamu harus bertanggung jawab," ucap Raja memendam kesal.

Pria itu akan mencari tahu sendiri. Kenapa wanita yang tengah koas di rumah sakitnya bisa terjebak satu ranjang yang sama.

"Maksudnya?" tanya Ruma tak paham.

"Kalau calon istriku sampai tidak mau menerima kekuranganku sebab malam itu, kamu harus menggantikannya," ucap Raja sungguh-sungguh.

"Tidak mungkin," kata Ruma cepat.

"Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan, menjerat pria sebagai atasanmu."

"Jangan terlalu percaya diri, aku bahkan baru tahu kalau Anda yang berwewenang di sini. Seharusnya calon istrimu tetap menerimamu, apalagi tidak akan ada bekasnya bagi seorang lelaki," ucap Ruma sendu.

Ya, seonggok daging bernama hati itu terasa berdenyut nyeri. Dia yang akan menerima bekasnya, bahkan lahir batin. Kalau suaminya setelah ini akan membuangnya, Ruma akan menerimanya dengan lapang dada. Toh dia pernah menikah, orang mengira juga pasti sudah tidak perawan lagi. Dia tidak harus mempermasalahkan dengan statusnya dan juga keadaannya.

"Aku tidak yakin dengan hal itu. Dan kamu harus bertanggung jawab jika memang pernikahanku gagal gegara insiden itu."

"Maaf, aku tidak bisa. Aku punya suami," kata Ruma membuat Raja tercengang.

Ruma harus mengaku saja, daripada dituntut pertanggungjawaban oleh pria aneh di depannya.

Mendengar penjelasan Ruma, Raja makin dibuat tak percaya. Bagaimana ceritanya dia bisa bermalam dengan gadis berstatus suami orang."

"Kami dari keluarga baik-baik, perbuatan itu sangat memalukan. Sesungguhnya aku marah, tapi bagaimana bisa kamu yang berstatus istri orang bisa naik ke ranjang orang lain."

"Ini sama sekali bukan urusan Anda Tuan, sudah aku katakan, mari kita lupakan kejadian kemarin malam tanpa harus ada yang merasa dirugikan," ucap Ruma tak punya pilihan.

Ruma hendak meninggalkan ruangan itu. Namun, langkahnya terhenti mendengarkan perkataan yang sama sekali tidak Ruma pikirkan sebelumnya.

"Maaf saya permisi," ujarnya bergegas.

"Bagaimana kalau kamu hamil setelah ini?" tanya Raja walau tidak ada hak atas anak itu jika nanti benar tumbuh di rahimnya.

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

"Bukankah itu sangat mungkin. Kita melewati tanpa pengamanan apa pun. Bisa saja bukan."

"Kamu tidak harus pusing memikirkan apa yang bukan menjadi tanggung jawabmu," kata Ruma dengn gemuruh sesak.

"Kamu yakin?" tanya Raja menyorot dingin. Pria yang biasanya terlihat begitu berwibawa dan bijak itu terlihat begitu semrawut.

"Ya, bayi ini akan menjadi milik suamiku jika aku hamil."

"Katakan padaku bila nanti hasilnya positif. Walaupun dia milik suamimu, dia tetap anakku," katanya tenang.

Batin Raja menangis, berharap peristiwa malam panas itu tidak akan memberikan bekas yang akan mempersulit kehidupannya nanti.

"Lupakan, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Karena memang pada kenyataannya, mari asing kembali," kata Ruma tak tahu harus mengatakan apa. Mungkin memang jalan hidupnya begini. Haruskah dia mengatakan padanya kalau benar janin itu tumbuh?

"Tidak, tidak! Tidak boleh terjadi. Ya Tuhan ... jangan sampai Engkau titipkan zuriat di rahimku daripada selain milik suamiku," batin Ruma memohon. Sesungguhnya dia dalam masalah.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Denok Wibowo
hadir ... semoga tidak hamil ruma.,...kasian sekali kamu
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
aq malah berharap ruma hamil kk,,hihihu,,,jahat ya aq
goodnovel comment avatar
Nadia Bsd
dulu raja ber empati dengan korban seperti ini, sekarang dia mengalaminya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status