Share

Bab 4

Penulis: Asri Faris
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-05 14:14:13

"Astaghfirullahalazim ...," ucap wanita itu langsung berdiri. Sudah macam melihat hantu saja. Kaget tak terkira melihat pria itu tiba-tiba ada di depannya.

Hidup lagi capek-capeknya malah bertemu lagi dan lagi dengan orang satu ini. Kenapa pria itu berkeliaran di sini malam-malam begini. Apakah Dokter itu juga tengah jaga malam.

"Maaf, saya sedang nugas," ujar wanita itu jelas menghindarinya.

"Jangan khawatir, saya yang bertanggung jawab di rumah sakit ini. Tolong ikut saya sebentar," ujar pria itu dingin. Wajahnya lempeng tanpa senyum sedikit pun. Memberikan kesan tak nyaman seketika.

Mau tidak mau akhirnya Ruma mengikuti langkah Dokter itu. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi. Hanya satu dua orang petugas nampak berlalu lalang.

Mereka menuju lift, hingga sampai di lantai 4. Ruangan Raja ada di sana.

Perempuan itu terus mengikutinya, padahal dia harus membuat morning report pagi ini. Kenapa malah terjebak di ruang Dokter begini.

"Ada apa, Dok?" tanya Ruma langsung saja. Dia merasa tak enak, dan sedikit takut. Ya, dia takut pria ini akan macam-macam lagi. Walau kelihatannya lebih jinak, bahkan dia tidak bisa membayangkan sehebat apa malam kemarin, hingga ia sulit berjalan.

"Tentu saja mengenai kemarin malam. Kenapa kamu bisa naik ke tempat tidurku?" tanya Raja dingin. Wajahnya menampakkan kekesalan yang mendalam. Sorot matanya tajam. Seolah dia sangat marah dengan kejadian itu.

Terang saja Raja marah, wanita itu telah menodai dirinya. Hal yang Raja jaga selama ini. Dia pria sejati dan penuh tanggung jawab, serta beradab tinggi. Tahu betul itu perbuatan terlarang. Jadi, sudah barang tentu dia menghindari pergaulan semacamnya.

"Sungguh saya tidak mengerti apa yang Anda katakan. Saya benar-benar tak bisa mengingat apa pun," jelas Ruma benar adanya. Dia yakin sekali, ada yang menjebaknya malam itu. Apakah suaminya yang sengaja melempar dirinya untuk pria lain?

Ruma hanya ingat, dia datang menikmati jamuan bersama suaminya di sebuah restoran. Kebetulan malam itu memang malam aniversary mereka. Setelahnya dia tidak begitu ingat. Dan Ruma mencurigai ini ulah suaminya. Namun, saat dia konfirmasi. Rasya seolah tidak tahu hal apa pun dan malah meninggalkannya.

"Ck, bagaimana mungkin kamu bersikap tenang begini, bukankah itu yang pertama bagimu? Apakah kamu sengaja menjeratku? Kalau iya, selamat kamu berhasil. Dan aku mengutuk kejadian malam itu."

"Jangan berlebihan Tuan, aku tidak pernah berniat menjerat Anda sedikit pun. Ya, walaupun itu yang pertama, aku tidak akan meminta pertanggungjawaban darimu. Mari kita lupakan perihal malam kemarin," kata Ruma tak ingin memperpanjang masalah dari segala sumber masalah.

"Bagaimana bisa sesuatu yang berharga terlupakan begitu saja. Apakah kamu tahu konsekuensinya perbuatan itu. Banyak hati yang menjadi korban. Bukan hanya itu, kamu telah menodaiku," kata pria itu membuat Ruma tercengang.

Bagaimana bisa dia mengatakan menodai, bukankah seharusnya Ruma yang berkata demikian. Kesuciannya dirampas dalam semalam oleh pria asing. Sungguh makhluk satu ini aneh sekali. Apakah dia sadar, kalau omongannya itu sangat menggelikan.

"Ya, aku tahu konsekuensinya. Jangan merasa yang paling dirugikan, aku seorang perempuan, akulah yang pertama dirugikan," ucap Ruma memang benar begitu.

"Kalau kamu merasa rugi, lantas kenapa semudah itu mengatakan melupakan. Bukankah seharusnya kamu meminta pertanggungjawaban."

Raja semakin yakin kalau itu hanya trik dan permainannya. Terlihat perempuan itu begitu tenang. Padahal dia baru saja kehilangan sesuatu yang paling berharga kemarin malam. Raja yang seorang pria saja merasa sangat tidak terima.

"Aku tidak akan melakukan itu, bukankah Anda mau menikah?"

Rupanya rumor itu santer terdengar oleh rungunya. Menyebar cepat dari satu telinga, ke pendengaran lainnya.

"Ya, dan gegara kejadian kemarin malam, aku berhutang penjelasan pada semua orang. Kamu harus bertanggung jawab," ucap Raja memendam kesal.

Pria itu akan mencari tahu sendiri. Kenapa wanita yang tengah koas di rumah sakitnya bisa terjebak satu ranjang yang sama.

"Maksudnya?" tanya Ruma tak paham.

"Kalau calon istriku sampai tidak mau menerima kekuranganku sebab malam itu, kamu harus menggantikannya," ucap Raja sungguh-sungguh.

"Tidak mungkin," kata Ruma cepat.

"Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan, menjerat pria sebagai atasanmu."

"Jangan terlalu percaya diri, aku bahkan baru tahu kalau Anda yang berwewenang di sini. Seharusnya calon istrimu tetap menerimamu, apalagi tidak akan ada bekasnya bagi seorang lelaki," ucap Ruma sendu.

Ya, seonggok daging bernama hati itu terasa berdenyut nyeri. Dia yang akan menerima bekasnya, bahkan lahir batin. Kalau suaminya setelah ini akan membuangnya, Ruma akan menerimanya dengan lapang dada. Toh dia pernah menikah, orang mengira juga pasti sudah tidak perawan lagi. Dia tidak harus mempermasalahkan dengan statusnya dan juga keadaannya.

"Aku tidak yakin dengan hal itu. Dan kamu harus bertanggung jawab jika memang pernikahanku gagal gegara insiden itu."

"Maaf, aku tidak bisa. Aku punya suami," kata Ruma membuat Raja tercengang.

Ruma harus mengaku saja, daripada dituntut pertanggungjawaban oleh pria aneh di depannya.

Mendengar penjelasan Ruma, Raja makin dibuat tak percaya. Bagaimana ceritanya dia bisa bermalam dengan gadis berstatus suami orang."

"Kami dari keluarga baik-baik, perbuatan itu sangat memalukan. Sesungguhnya aku marah, tapi bagaimana bisa kamu yang berstatus istri orang bisa naik ke ranjang orang lain."

"Ini sama sekali bukan urusan Anda Tuan, sudah aku katakan, mari kita lupakan kejadian kemarin malam tanpa harus ada yang merasa dirugikan," ucap Ruma tak punya pilihan.

Ruma hendak meninggalkan ruangan itu. Namun, langkahnya terhenti mendengarkan perkataan yang sama sekali tidak Ruma pikirkan sebelumnya.

"Maaf saya permisi," ujarnya bergegas.

"Bagaimana kalau kamu hamil setelah ini?" tanya Raja walau tidak ada hak atas anak itu jika nanti benar tumbuh di rahimnya.

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

"Bukankah itu sangat mungkin. Kita melewati tanpa pengamanan apa pun. Bisa saja bukan."

"Kamu tidak harus pusing memikirkan apa yang bukan menjadi tanggung jawabmu," kata Ruma dengn gemuruh sesak.

"Kamu yakin?" tanya Raja menyorot dingin. Pria yang biasanya terlihat begitu berwibawa dan bijak itu terlihat begitu semrawut.

"Ya, bayi ini akan menjadi milik suamiku jika aku hamil."

"Katakan padaku bila nanti hasilnya positif. Walaupun dia milik suamimu, dia tetap anakku," katanya tenang.

Batin Raja menangis, berharap peristiwa malam panas itu tidak akan memberikan bekas yang akan mempersulit kehidupannya nanti.

"Lupakan, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Karena memang pada kenyataannya, mari asing kembali," kata Ruma tak tahu harus mengatakan apa. Mungkin memang jalan hidupnya begini. Haruskah dia mengatakan padanya kalau benar janin itu tumbuh?

"Tidak, tidak! Tidak boleh terjadi. Ya Tuhan ... jangan sampai Engkau titipkan zuriat di rahimku daripada selain milik suamiku," batin Ruma memohon. Sesungguhnya dia dalam masalah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Denok Wibowo
hadir ... semoga tidak hamil ruma.,...kasian sekali kamu
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
aq malah berharap ruma hamil kk,,hihihu,,,jahat ya aq
goodnovel comment avatar
Nadia Bsd
dulu raja ber empati dengan korban seperti ini, sekarang dia mengalaminya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 112

    Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 111

    "Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 110

    Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 109

    Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 108

    Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 107

    "Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berasa sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja." Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status