Share

Bab 6. Bengkel Asmara

Author: Asri Faris
last update Last Updated: 2025-06-17 21:05:54

Materi selesai menjelang sore hari. Nada langsung memasukkan buku agendanya yang sudah penuh coretan penting ke dalam tasnya. Sebelum perpisahan, tak lupa nyanyian yel-yel semangat untuk kelompoknya didengungkan dengan penuh gembira. Nada mengikutinya hingga terbawa suasana.

"Seru juga ya," ucap Nimas saat keluar dari ruangan. Mensejajarkan langkah Nada seraya menggandeng tangannya.

"Iya, lumayan," jawab Nada tersenyum datar. Ice breakingnya lumayan membuatnya lupa sejenak akan masalahnya.

"Apalagi kalau yang kasih materi Kak Saga, berasa mau dilama-lamain. Hehe ...." Nimas nyengir, sementara Nada menatap malas. Kakak Senior itu memang tampan, sayangnya minus akhlak.

"Naksir?" tanya Nada dengan intonasi sedikit mencibir. Bisakah sehari saja tidak membahas topik tentangnya. Muak sekali rasanya, apalagi melihat wajah arogannya.

"Semua cewek normal harusnya sih iya, emang kamu nggak?"

"Jangan sampai," jawab Nada sembari membatin amit-amit.

"Dih ... tahu deh, udah punya Aksa, tapi kan orangnya nggak lihat. Jadi boleh dong main mata dikit. Biar kita semangat nugasnya."

"Nggak jelas kamu, sesat."

"Ya dijelas-jelasin lah, kamu kenapa sih, perasaan dari kemarin spaneng mulu. Padahal tadi tuh seru banget pas yel-yel."

"Bad mood," jawab Nada terdengar menyebalkan.

"Kamu bawa motor?"

"Iya, mau nebeng?"

"Nggak, nanya aja, aku sudah pesan grab. Semangat lusa bonding pasti bakalan tambah seru."

"Aku kepingin nggak ikut."

"Eh, nggak mungkin lah, yang ada semua anak pingin ikut. Semangat, kita itu mahasiswa terpilih. Ingat kan orasi Kak Saga."

"Nggak, dia mulu yang kamu sebut, kaya nggak ada cowok lain aja."

"Ish, jangan gitu, biasanya yang benci-benci suka bucin."

"Nggak mungkin, jangan sampai." Keduanya berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Nada mengambil motornya di parkiran, sedangkan Nimas pulang dijemput Kang ojol pesanannya.

Baru juga menarik stang gas, Nada merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dia pun kembali turun dan ternyata firasatnya benar.

"Ya ampun ... kempes," gumam Nada mendapati ban belakang motornya bocor. Untungnya belum terlalu sore, bengkel depan kampus masih buka. Terpaksa Nada harus mendorongnya.

"Nad, motornya kenapa?" tanya Sindu yang sore itu mau pulang. Kebetulan sekali bertemu di dekat parkiran.

"Eh, Kak Sindu, kempes Kak, mau aku bawa ke bengkel. Depan masih buka kan ya."

"Kayakny masih, mau aku bantu?" tawar pria itu berbaik hati. Dia sampai turun untuk memastikan.

"Nggak usah, terima kasih, ini dekat kok," tolak Nada akhirnya menumpangi dengan hati-hati. Daripada dorong lumayan capek juga.

Emang dasar lagi ketiban sial, bisa-bisanya di tempat yang sama ada Saga juga tengah duduk sembari bercakap-cakap asyik dengan pemilik bengkelnya. Rasanya tadi mau berbalik, sayangnya pria itu sudah kadung lihat. Jadi, mau tidak mau menerjang dengan tatapan dingin.

"Servis Mas, ban belakang bocor, sama rem-nya kurang bener."

"Sebentar ya Mbak, antri dua," jawab kang servis yang tengah sibuk mengerjakan motor lainnya.

Gadis itu berdiri di depan bengkel, menanti antrian sembari memainkan ponselnya. Sementara Saga masih duduk di salah satu kursi tunggu dengan sebatang rokok menyala di tangannya. Tak sengaja tatapan mata hitam pekat itu bertemu dengan iris coklat Nada. Hingga membuat gadis itu seketika merasa tidak nyaman.

"Dia ngapain sih lihatin mulu," batin Nada tidak tenang. Sepintas bayangan pagi itu membuatnya sangat tidak nyaman.

"Pak, ini masih lama nggak ya?"

"Antri dua lagi Mbak, kemungkinan bisa sampai maghrib."

"Waduh, lumayan lama juga ya." Nada merasa buang-buang waktu kalau terus berada di sana.

"Ditunggu di dalam saja, Mbak, hujan," ujar pemilik bengkel itu menginterupsi.

"Sini saja Pak, cuma gerimis kecil kok. Pak, saya tinggal sebentar nggak apa, 'kan?."

"Boleh Mbak, silahkan."

Berhubung waktu sudah maghrib, Nada memutuskan untuk ibadah sebentar. Dia kembali ke area kampus memanfaatkan maskam di sana.

Langit sudah menggelap sempurna saat gadis itu keluar dari masjid. Masih disambut rintik-rintik gerimis dengan hawa Dingin menembus tubuhnya. Dia masih tertahan di sana, berharap saat kembali ke bengkel Saga sudah meninggalkan tempat itu. Di mana pun asa kakak senior itu, rasanya hidup Nada tidak tenang. Seolah ada sesuatu yang terpendam harus ditumpahkan.

Gadis itu berlari-lari kecil untuk menghindari rintik hujan yang belum juga reda. Dia menyesali kembali terlalu awal karena kenyataannya pria itu masih tertahan di sana. Berdiri di luar sembari menghirup rokoknya. Berhubung Saga di luar, Nada beralih mengambil duduk di kursi tunggu.

"Duh ... kok ini cowok belum selesai juga. Ini kenapa sepi banget, tukang bengkelnya pada ke mana?" batin Nada bertanya-tanya. Tengah waktu maghrib, mungkin saja sedang ibadah dulu. Sedangkan mau bertanya dengan Saga jelas dia malas.

"Eh, mau ngapain?" tanya Nada langsung berdiri menggeser kursinya.

Pria dingin itu tidak bersuara sama sekali, melainkan mengambil korek di meja lalu kembali menyingkir. Berdiri menyender dinding dengan satu kaki ditekuk menghadap tembok. Mulutnya penuh kepulan asap hingga membuatnya sangat tidak nyaman.

"Uhuks! Uhuks!" Nada terbatuk-batuk sembari mengibaskan tangannya.

"Pak, punya saya sudah dibenerin belum ya."

"Hampir selesai Mbak," jawab tukang servis itu kembali menyibukan diri.

Nada menunggu sampai waktu isya, dia langsung pamit setelah melakukan pembayaran. Anehnya, kenapa Saga sedari tadi justru tidak pulang. Padahal pria itu seharusnya selesai lebih dulu.

"Uang pas saja Mbak, nggak ada kembalian," ujar pemilik bengkel saat Nada melakukan pembayaran.

"Nggak ada uang chas Pak, cuma bawa ini aja. Gimana ya," ujar gadis itu galau.

Tiba-tiba Saga mendekat, menyodorkan pembayaran untuk mereka berdua. Tetapi pria itu justru diam saja, tidak konfirmasi apa pun. Keluar setelah merasa urusannya selesai. Dasar pria aneh, sok cool sok cuek dan pada kenyataannya memang tidak pedulian.

"Pak, bisa tf nggak ya, soalnya cuma bawa uang chas segitu."

"Sudah dibayar sama Mas Saga, Mbak."

"Hah, serius?"

"Iya beneran, tinggal bawa aja motornya."

"Terima kasih Pak," ucap Nada sebelum beranjak.

"Terima kasihnya sama Mas Saga saja," ujar pria itu mengingat semua dibayarkan olehnya.

Nada keluar menghampiri Saga yang masih stay dengan motornya. Pria itu tengah mejajakan motor barunya.

"Makasih, kirimkan nomor rekeningmu. Biar aku ganti," ucap Nada dengan terpaksa. Ya kali harus berhutang budi dengan pria ini, malas sekali. Semoga ke depannya tidak ada lagi sesuatu yang berurusan dengannya.

Lagi-lagi pria itu tidak menjawab, membuat Nada tercenung dibuatnya. Berasa ngomong dengan angin, terparah dia langsung melajukan motornya tanpa menjawab sepatah kata pun. Sangat menyebalkan, berbeda sekali dengan saat mengisi materi.

"Ya ampun ... nggak jelas banget tuh cowok," dumel Nada kesal. Berlalu melajukan motornya meninggalkan bengkel. Suasana sudah tidak hujan tetapi gelap lantaran sudah malam. Perempuan itu melajukan motornya tepat di belakang Saga. Sebenarnya dia butuh cepat sampai rumah, tetapi perjalanan malam membuatnya tidak begitu lihai.

"Nyalip nggak ya," batin Nada mengingat motor Saga melaju pelan. Seolah sengaja menunggunya walaupun tidak janjian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
jihandwiannisa110
kayaknya Saga ingat sm Nada..
goodnovel comment avatar
Asri Faris
Siap............
goodnovel comment avatar
Asri Faris
Selesaikan misi iklannya Kak, biar dapat dibuka gratis
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 192. SPSG

    "Ada apa Dek?" tanya pria itu lagi melihat kebingungan istrinya. Apa Nada kepikiran tentang ayahnya. "Ada yang ingin aku sampaikan. Pertama mungkin sedikit mengejutkan kamu. Keduanya aku nggak tahu Mas suka atau tidak." "Ya udah katakan saja, aku kan sudah bilang kalau ada apa-apa ngomong." "Iya, ini mau ngomong, jangan marah dulu." "Aku nggak marah sayang, ngomong yang jelas. Ada apa nggak usah bingung." "Aku ... aku hamil lagi Mas," kata Nada membuat Saga tersenyum senang. Mau memberikan berita bahagia seperti ini kenapa belibet. Padahal ngomong dari tadi saja, dijamin Saga langsung berbinar senang. "Alhamdulillah ... akhirnya keinginan aku sama Zea terkabul," ucap Saga penuh syukur. Ini berita bahagiakan, tetapi kenapa Nada tidak bahagia. Apa dia masih ragu dengan perasaan aku sehingga membuatnya takut. "Jangan khawatir, aku janji bakalan lakuin yang terbaik. Bertanggung jawab penih terhadap kamu dan keluarga kita. Aku mencintai kamu, Sayang, kenapa wajahmu tidak s

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 191. SPSG

    "Zea lucu ya, masa dedek bayi disuruh beli," kata Nada mengingat tadi. "Namanya juga bocil, sah sah saja kan? Ayo kita wujudkan mimpi Zea sayang." "Maksudnya?" tanya perempuan itu menatap curiga. Saga malah mengerling seraya senyum-senyum penuh arti. "Bikin project bareng lah, masa yang tampan ini dianggurin." Saga menarik istrinya hingga terjerembab ke dalam pelukan. Mumpung si cantik Zea sudah bobo, saatnya quality time berdua bareng pasangan. Nada sampai menjerit, endingnya pasrah saat suaminya mulai merusuh. Malam ini diajak begadang sampai larut. Maklum, lagi seneng-senengnya punya mainan baru. Bucin akut, jadi wajar kalau setiap ada kesempatan pinginnya begituan terus. "Terima kasih, lanjut besok pagi ya," kata pria itu mengecup keningnya dengan sayang. Perasaannya membuncah bahagia setelah mendapatkan apa yang dia mau. Istrinya sudah menjadi candu baginya. "Ish, capek Mas," keluh perempuan itu mengusak lembut di dada bidang suaminya. Mereka tertidur dalam suasa

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 190. SPSG

    Beberapa hari lalu, Nada seperti diteror dari panggilan gelap dan pesan dengan nada tidak mengenakan. Dia menyimpan semua bukti-bukti. Kalau benar semua ini ulah Aksa, Nada harus melakukan langkah hukum karena pria itu sangat mengganggunya. "Apa Aksa masih mengirim pesan-pesan aneh ke kamu?" "Sementara nggak, terakhir ya pas aku bilang ke kamu Mas. Cuma ada beberapa panggilan dari nomor tidak dikenal aku abaikan."Saga mulai tidak tenang, sepertinya dia harus menemuinya secara personal. Untuk apa mengganggu istrinya terus menerus. Toh dia sudah beristri, seharusnya fokus dengan keluarga barunya. "Sayang, nanti Zea berangkat sama aku aja." Mereka tengah menikmati sarapan bersama. "Nggak usah Mas, rencananya aku mau sekalian keluar. Nanti ada acara sama ibu-ibu yang suka nungguin anaknya ke rumah teman.""Acara apa?" "Itu loh Mas, ada yang lahiran temen wali murid dari temannya Zea, jadi mau jenguk dedek bayinya.""Owh gitu, ya sudah, eh ya, sudah jadi testpack Dek? Kok diem-diem b

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 189. SPSG

    Malam itu kedua pasutri yang baru menikah belum genap satu bulan bertengkar hebat. Raisa tidak menyangka kalau pria yang selalu dibangga-banggakan Nada karena baik itu ternyata begini. Bahkan cenderung menyebalkan dan tidak berperasaan sama sekali. Raisa pikir seiring berjalannya hari Aksa akan berubah, ternyata malah menjadi. Pria itu semakin sesuka hati memperlakukan dirinya. Bahkan tidak menghargai keberadaannya sama sekali. Perempuan itu menangis sesenggukan, sementara Aksa pergi begitu saja tanpa peduli pada istrinya. Sebenarnya dia ingin pulang ke rumah orang tuanya, tetapi malu. Masa baru menikah langsung pisah rumah. Haruskah Raisa mengadukan Aksa pada mertuanya saja. Agar beliau tahu kelakuan anaknya seperti apa. Jujur, Raisa shock setelah menikah Aksa malah menjadi makin tidak peduli. "Nada bohong banget sih, dia tuh jahat, Nad, buktinya biarin aku kaya gini," batin perempuan itu kesal sendiri. Merasa tidak seberuntung dia yang dicintai. Seharusnya kemarin dia tidak asa

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 188. SPSG

    Nimas bingung sendiri saat mendapati Nada berlalu begitu saja dengan wajah masam. Dia kira keluar menemui anaknya yang rewel terus kembali, tetapi tak muncul lagi sampai resepsi selesai. Hal itu menjadi tanda tanya besar lantaran sikap Raisa juga terlihat aneh begini. "Duh ... kok Nada nggak balik. Apa dia pulang cepet gegara Zea rewel," gumam Nimas menduga-duga. Biasanya bawa anak kecil memang riweh. Tapi ini acara penting Raisa, seharusnya tetap di sini sampai acaranya selesai. Perempuan itu pun mencoba menghubungi Nada, berharap dia kembali walaupun acaranya hampir selesai. [Nad, di mana? Kok nggak balik]~ Nimas mengirim pesan setelah panggilan keduanya tak juga diangkat. Harusnya pulangnya entaran, belum juga mengikuti acara dan jamuan malah sudah ngilang. [Raisa nggak butuh aku balik, jadinya aku pulang]~ Nada membalasnya tanpa basa-basi. Capek banget dia menahan diri dari kemarin-kemarin, endingnya malah bikin sakit hati seperti ini. Untungnya punya suami pengertian,

  • Sentuhan Panas Senior Galak   Bab 187. SPSG

    "Ada apa? Cerita jangan diem aja.""Pulang sekarang, aku nggak mau di sini.""Kenapa sayang? Apa yang terjadi? Aku nggak mau pulang kalau kamu nggak jelas gini."Nada bukannya menjelaskan malah menangis sesenggukan. Rasanya sakit sekali dituduh seperti ini. Raisa benar-benar kemakan omongannya Aksa dan berhasil menciptakan prahara di antara keduanya. Saga yang melihat istrinya menangis tidak bisa berkata-kata. Bingung, pasalnya Nada tidak pernah seperti ini. "Kalau kamu nggak cerita, aku nggak tahu masalahnya apa," kata Saga sembari menarik beberapa lembar tisu lalu memberikannya. Sejenak membiarkan istrinya menangis, mengeluarkan uneg-uneg hatinya. Mungkin setelah ini Nada mau berbicara. "Tiba-tiba banget Raisa sinis ke aku, dia nuduh banyak hal. Mengira aku masih suka sama Aksa, bahkan yang mempengaruhi dia untuk tidak datang. Dia kaya marah banget sama aku, Mas, padahal aku nggak ngomong apa pun. Pasti ini kerjaannya Aksa, yang udah ngadu macem-macem.""Sialan Aksa, dia playing

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status