Share

Senõrita Sang Vampir Mafia
Senõrita Sang Vampir Mafia
Penulis: Zenareth-Gdnvl

1. Prolog

Penulis: Zenareth-Gdnvl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 12:31:35

"Seperti bunga yang mekar dalam gelap malam, disirami darah, dan bercahaya berkat sinar rembulan. Aku mengakuimu untuk menjadi milikku"

Gang sempit di belakang kampus terasa lebih sunyi dari biasanya. Udara dingin menyelinap melalui kain hoodie hitamnya, tetapi Selenia tidak menggubrisnya. Ia baru saja selesai belajar kelompok dan ingin segera pulang.

Langkahnya terhenti.

Sebuah perasaan aneh menjalari tubuhnya, seperti ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan. Ia menoleh ke belakang, kosong. Hanya bayangan bangunan tua dan lampu jalan yang redup.

Ini perasaan yang konyol, batinnya.

Ia mempercepat langkah, tetapi angin malam tiba-tiba berdesir, membawa bisikan halus yang hampir seperti panggilan. Sebelum sempat bereaksi, tubuhnya tertarik ke dalam bayangan.

Selenia terkejut. Sebuah tangan kuat melilit lehernya, mengangkat tubuhnya dengan mudah. Ia menendang, meronta, tapi tak ada gunanya.

Tangan kekar Raven bermain dengan kasar di leher Selenia. Gadis itu terengah-engah, sesak nafas. Lehernya harus menahan bobot tubuhnya, pria sialan itu mengangkat lehernya demi menyamakan tinggi mereka.

"L-Lepaskan, sialan"

Bukannya melepaskan, Raven malah menyeringai. Menampakkan dua taring tajamnya yang berkilat tertimpa cahaya lampu jalan yang temaram. Selenia tersentak melihatnya, gadis itu bergetar ketakutan.

"Jangan lakukan a-apapun yang akan kau sesali!"

Malam yang sepi, dengan udara yang dingin. Raven mengangkat tubuh Selenia lebih tinggi, menabrakkan tubuh rapuh itu ke tembok. Keduanya bersitatap di gang sepi. Aura gelap yang pekat akan negatifitas terasa menegangkan.

"Mari kita cicipi dulu, yang katanya darah murni dari gadis suci titisan dewi"

Menurunkan tubuh Selenia, Raven meletakkan satu tangannya di bahu Selenia untuk menahan pergerakan gadis itu. Sedang tangan lainnya di samping tubuh sang gadis untuk mencegahnya kabur.

"A-Apa yang mau kau- Akhh!" Bermain-main dengan cara yang berbeda, Raven menancapkan taringnya bukan pada tempat yang seharusnya. Ia tak mengigit Selenia di leher, melainkan di area bawah tulang selangka sang hawa. Menghantarkan gigil yang menjalari punggung Selenia. Setelahnya, Raven menghisap dengan brutal. Membiarkan gadis itu mulai memucat bak kertas polos.

Gigitan itu bukan sekadar rasa sakit. Ada sesuatu yang lebih dari itu, dingin yang menjalari tubuhnya, mencengkeram organ dalamnya, membuatnya lemas seketika. Darahnya terasa seolah mengalir keluar, menyatu dengan pria itu.

Hawa panas menjalari punggungnya. Seluruh tubuhnya bergetar, kelopak matanya berkedip lemah.

"Uhh.... H-Hentikan" Darahnya memang tidak dihisap habis, namun cukup untuk membuat gadis bersurai putih itu tumbang. Bulu mata putihnya nan lentik bergerak pelan sebelum sang empunya benar-benar kehilangan kesadaran.

"Kau yang akan mati di tanganku. Kujadikan cadangan makanan saja, darahmu segar sekali sih~"

Membersihkan sisa darah di bibirnya, Raven tersenyum mengerikan sebelum akhirnya memboyong tubuh sang gadis dalam kegelapan malam.

---

"Selenia, pakai jimat yang nenek berikan. Di luar sana bahaya, takutnya ada makhluk jahat"

Memutar matanya dengan malas, Selenia Vanderbilt hanya melenguh panjang untuk menjawab ucapan sang nenek. Gadis dengan rambut panjang seputih salju itu kemudian memakai hoodie hitam kesayangannya, lalu melangkah keluar kamar dan berpamitan pada orang tuanya.

"Mama, Len pergi dulu ya"

"Iya, hati-hati sayang"

Sepatu boots yang stylish sudah terpasang di kedua kaki manisnya. Selenia segera keluar dari pintu utama kediamannya, dengan ransel di punggungnya. Menghirup udara malam yang dingin sudah biasa bagi Selenia. Ini semua karena kondisi langka yang dideritanya. Putih, adalah warnanya. Rambut putih, kulit putih, alis dan bahkan bulu mata pun putih.

Selenia menderita albino. Keluar di siang hari saat matahari bersinar terik akan menjadi masalah besar baginya. Mata biru cerahnya sangat sensitif akan cahaya, pun kulitnya mudah terbakar. Ia seperti vampir yang dibesarkan bak tuan putri oleh Vanderbilt.

Selenia tidak percaya akan kalimat pendeta yang dahulu pernah datang ke kediaman Vanderbilt saat dirinya berusia tujuh tahun. Selenia adalah anak cahaya titisan Dewi penghakiman, Librae. Anak yang akan tumbuh menjadi gadis pembawa cahaya, menghapuskan kegelapan.

Bohong.

Itu semua hanya bualan belaka bagi Selenia. Kalau benar ia titisan Dewi, harusnya ia tak dilahirkan dengan kondisi yang membuatnya menderita kan? Harusnya ia malah dianugerahi kekuatan. Tapi apa? Albino? Selenia jadi harus hidup dalam bayang.

Memainkan liontin di kalung yang disebut jimat pelindung itu, Selenia jadi berpikir. Bukankah tidak masuk akal kalau benda kecil ini dapat melindunginya dari bahaya besar? Pelindung dari makhluk jahat katanya? Haha, lelucon kuno. Bagi Selenia, kalau sudah waktunya mati ya akan tetap mati. Karena itu takdir kan? Mana ada takdirnya Selenia mati dibunuh orang jahat, tapi jadi terselamatkan berkat jimat pemberian neneknya ini?

"Haha... Aneh"

Selenia Vanderbilt yang lugu dan manis. Usia dua puluh tiga tahun. Mahasiswi fakultas kedokteran. Putri semata wayang Eugene Vanderbilt dan Elaine Vanderbilt. Berpikir dengan nalar, selalu mencari penjelasan logis. Tidak percaya cerita takhayul dan mitos. Bersih dan suci. Tak tahu dirinya diincar oleh sosok dalam gelapnya malam.

---

"Kau akan mati di tangan seorang gadis titisan dewi. Tunggu saja ajalmu, Makhluk hina penguasa kegelapan"

Seorang wanita tua yang telah bungkuk menyeka darah di sudut bibirnya. Kedua mata butanya tak dapat menyamarkan penglihatannya akan kegelapan pekat dihadapannya. Meski netranya tak berfungsi, batinnya masih dapat meraba sosok di hadapannya. Seorang pria bernetra merah darah. Rambut hitam jelaga dengan segaris perak membuatnya sangat mengerikan.

Alarm tanda bahaya seolah menyala dalam benak si wanita tua, merasakan bendera merah berkibar di alam bawah sadarnya. Ia tahu tak seharusnya menantang sang penguasa dunia hitam. Namun inilah takdir yang sudah digariskan, ia harus menyampaikan apa yang dititipkan padanya. Ia adalah pembawa berita kematian.

"Beraninya kau, makhluk rendahan"

Tawa menghina terdengar dari mulut sosok yang duduk santai di singgasana kebanggaannya. Aroma tembakau menguar kuat, bercampur dengan aroma amis darah. Mata merah yang mempesona bak permata rubi itu berkilat, memancarkan amarah. Seringainya membuat bulu kuduk berdiri.

Raven Drachov, pria yang telah hidup lebih dari satu abad. Makhluk yang terperangkap dalam keabadiannya sendiri. Hampir jengah dengan hidupnya. Kini, saat ia menemukan hiburan dalam hidup monoton, seorang wanita tua bangka dengan lancang menyatakan bahwa ajal akan segera menjemputnya? Ia tak salah dengar?

"Kau akan menyesal telah menantangku, wanita renta"

"Kau yang akan menyesal, bila tak mengindahkan himbauanku"

Bangkit dari singgasana, Raven melangkah ke hadapan wanita buta itu. Mencengkram wajah keriput itu dengan ekspresi jijik, pria bertubuh tegap tersebut membiarkan kuku-kukunya memanjang atas keinginannya, mulai menusuk kulit si wanita tua.

Erangan tipis terdengar, namun itu mengalun bak melodi indah di telinga Raven. Raven adalah pecinta musik, dan ada tiga musik yang sangat dicintainya : Erangan kesakitan, suara kematian, dan terakhir musik instrumental.

"K-Kau takkan mendapatkan apapun walau membunuhku"

Mata merah itu kembali berkilat.

"Mati"

Dengan sekali cengkraman yang bahkan tak ada setengah dari tenaga sang adam, wanita tua itu sudah meregang nyawa di tangannya. Tersenyum mengerikan, pria itu merubah tubuh dingin si wanita renta menjadi sekelompok gagak yang bergerak sesuai perintahnya.

"Hm, pembunuhku di masa depan? Menarik. Cari gadis sialan dalam ramalan payah itu. Akan ku tunjukkan padanya arti tantangan"

Raven Drachov. Usia lebih dari satu abad. Dikenal sebagai raja dunia hitam, pun penguasa dalam kegelapan. Bisnis ilegal seperti perdagangan miras, narkoba, bahkan perdagangan manusia ada di tangannya. Menguasai dunia mafia, pemilik gudang senjata rahasia, dan melatih anak-anak untuk menjadi assassin kelas atas. Kotor dan gelap. Terakhir, dia adalah vampir yang berambisi untuk hidup abadi setelah sebelumnya mengutuk keabadian itu sendiri.

---

Menatap gadis bersurai putih itu dari kejauhan, tanpa banyak bicara Raven segera menerjangnya. Dibawanya Selenia ke tempat yang benar-benar gelap, menghimpit tubuh gadis itu dalam posisi yang intim. Setelah beberapa dialog yang tidak menyenangkan dan aksi brutalnya menghisap darah Selenia, gadis itu tumbang. Jatuh ke tangannya. Namun Raven menjadi bingung sendiri. Inikah gadis yang akan membunuhnya kelak? Lemah, rapuh, namun indah. Sungguh menarik.

Raven ingin melihat, apa yang bisa dilakukan kelinci kecil ini untuk membunuhnya. Mengangkat gadis itu di bahunya bak karung beras, anehnya vampir brutal sepertinya menyentuh Selenia seakan menyentuh bunga yang rapuh. Meski gaya menggendong yang tidak lazim, ia benar-benar menyentuh Selenia dengan lembut. Dengan iseng, Raven menepuk pelan bokong semok Selenia yang tak sadarkan diri.

"Yah, lumayan. Cadangan makanan"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    38. Remuk Redam

    Sementara itu, di lain sisi.... "Jadi dia SERING MENGGIGITMU?!" Tanya Lucas dengan amarah yang meluap. Selenia mengusap pelan dada suaminya, keduanya kini berada di dalam mobil yang melaju menuju kediaman Vanderbilt. "Yah, begitulah. Lagipula-" "AKU AKAN MEMBUNUHNYA! BERANINYA DIA MENYENTUH ISTRIKU!" "Sudahlah, Luke. Dia sudah tersegel. Oh iya!" Selenia merogoh saku mantel hitamnya, mengeluarkan sebuah syal berwarna biru tua dengan paduan putih. Syal yang rampung dengan sempurna, dirajut dengan cinta dan sepenuh hati. Bukan seperti milik Raven, yang bahkan tak rampung. "Untuk suamiku tercinta" Selenia tersenyum tulus. Lucas menerima pemberian istrinya dengan mata berkaca-kaca. Pria itu segera memeluk istri yang selama ini diculik, jauh darinya. "Terimakasih sayang" Pria itu memeluk hangat istrinya, mendekap wajah putih itu di dadanya. Sementara tatapannya tajam, memandang ponsel di tangan kanan. Sebuah perintah pada bawahannya terkirim dan baru saja akan dilaksanakan.

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    37. Pengkhianatan

    Raven memperhatikannya tanpa suara. Nafasnya nyaris tak terdengar, tubuhnya tetap membatu di tempatnya berdiri. Ia tidak percaya pada permohonan, pada harapan, atau pada keajaiban. Tapi melihat Selenia berdiri di tengah hamparan putih, dengan mata terpejam dan tangan yang tertangkup seperti seorang suci yang tengah berdoa—ia tak bisa mengalihkan pandangan. "Apa yang kau harapkan, Selenia?" suara beratnya akhirnya pecah dalam dinginnya udara. Selenia tidak langsung menjawab. Ia tetap dalam posisi itu, membiarkan angin menyentuh wajahnya, membiarkan dingin merayapi kulitnya. Lalu, perlahan, bibirnya yang merah ceri bergerak. "Sebuah keajaiban," katanya pelan. Mata birunya terbuka, bertemu dengan sepasang mata merah yang masih mengawasinya. "Sesuatu yang bisa mengembalikanku pada hidupku yang dulu." Raven menatapnya lama, lalu tersenyum miring. "Kau selalu memohon hal yang mustahil?" Selenia terkekeh pelan. "Boleh saja, kan?" Wanita itu segera menatap Raven dengan waj

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    36. Salju Pertama

    Raven mendengus, separuh geli, separuh kesal. "Kalau butuh satu tahun, aku bisa saja membekukanmu di ruang bawah tanah sampai selesai," gumamnya dengan nada setengah bercanda. Selenia mendelik tajam."Silakan coba," tantangnya, meski tubuhnya sudah sedikit bergidik membayangkan kemungkinan itu. Raven hanya tersenyum miring."Aku lebih suka melihatmu meringkuk di sofa seperti anak kucing kedinginan." Selenia menghela napas panjang, memilih untuk mengabaikan ucapannya. Ia kembali merajut, sementara Raven tetap bersandar, memperhatikannya dengan mata yang berkilat-kilat dalam gelapnya malam.Keheningan menyergap. Selenia merasa tak nyaman menyadari vampir itu masih memperhatikan kegiatannya."Kau mau aku menambahkan detail kecil di syalmu?" Tanyanya, memecah keheningan.Raven mengangkat sebelah alisnya, sedikit terkejut karena Selenia yang lebih dulu membuka percakapan. "Detail kecil?" ulangnya, suaranya terdengar malas namun tetap penuh perhatian. Selenia mengangguk, jari-ja

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    35. Hadiah untuk Vampir

    "Ingin... Melarikan diri?" Selenia membeo ucapan Raven. "Maunya sih begitu, tapi aku yakin itu sia-sia. Aku tahu kau akan menikmatinya, dan aku tak ingin memberimu kepuasan saat memburuku" Selenia menatap dedaunan yang gugur. Matanya menunjukkan kesenduan. "Aku akan bertanya satu hal yang serius padamu" Wanita itu menatap langsung ke mata merah delima pria di hadapannya, mata yang selalu membuatnya bergidik ngeri. "Apa sejauh ini... kau memiliki niat untuk membunuhku? Atau memanfaatkanku?" Raven terdiam, menatap Selenia dengan sorot mata yang sulit ditebak. Sejenak, hanya ada suara angin yang berhembus pelan, menggoyangkan dahan-dahan pohon yang mulai gundul. Lalu, pria itu menyeringai tipis. "Sebuah pertanyaan yang menarik," katanya, suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati permainan catur yang menantang. "Tapi apakah jawaban yang jujur akan membuatmu lebih tenang atau justru lebih takut?" Selenia tetap menatapnya, tak bergeming. Raven menghela nap

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    34. Akhir musim gugur

    "Lapar." Raven sangat lapar malam ini. Aroma darah menguar di seluruh kastil. Selenia tengah menstruasi, dan sialnya itu adalah malapetaka bagi Raven. Penciumannya yang jauh lebih tajam dari manusia tentu membuatnya mampu mencium aroma darah Selenia. Ia melangkah keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga. Langkahnya terhenti sejenak. Vampir itu mendapati Selenia tengah duduk santai di sofa ruang tengah, merajut syal yang tak kunjung rampung. Melihat wanita itu menggelung rambutnya, Raven menelan saliva dengan kasar. Lihatlah leher putih nan jenjang milik sang hawa, Raven sangat ingin menggigitnya dan merasakan darah mengalir ke mulutnya. "Sedang apa disana?" Ucap Selenia tanpa menoleh, menyadari derap langkah Raven yang terhenti. Raven tidak langsung menjawab. Matanya terpaku pada denyut halus di leher Selenia yang terekspos, bergerak seiring aliran darah di bawah kulitnya. Napasnya sedikit berat, jemarinya mengepal di sisi tubuhnya. Godaan ini hampir menyiksa. Sial. “S

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    33. Barang Rahasia

    Pagi yang sejuk, dengan cuaca berawan.Selenia duduk di taman belakang kastil seorang diri. Rambut putih panjangnya tergerai bebas, tak lagi tertata dengan rapi. Tangannya masih sibuk merajut syal."Aku tidak bisa menentukan panjang syal yang pas kalau Lucas tidak ada disini... Bagaimana caranya aku mengukurnya?" Gumam Selenia pada dirinya sendiri.Sebuah daun kering gugur, bergerak lembut dan tersangkut di rambut putih Selenia. Namun wanita itu tak menyadarinya.Selenia menghela napas, menatap rajutannya dengan ekspresi tak puas. Ia merasa sudah menghabiskan banyak waktu untuk ini, tapi tanpa Lucas, semuanya terasa setengah hati. Sambil terus menggerakkan hakpen di jemarinya, ia melirik ke langit yang mendung. Musim dingin sebentar lagi datang. Syal ini harus selesai sebelum saat itu tiba, agar Lucas bisa memakainya. Tiba-tiba, hembusan angin mengusik ketenangannya. Ia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh kepala

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    32. Cuek

    "Pola ini salah"Akhir-akhir ini, Selenia sibuk dengan syal yang tengah dirajutnya. Mengabaikan keberadaan Raven, dan fakta bahwa dirinya adalah tawanan di kastil itu. Sementara Raven, sepertinya tidak terlalu memusingkan Selenia yang anteng dan jarang berinteraksi dengannya belakangan ini. Pria itu lebih sibuk dengan bisnisnya di dunia hitam, begitulah yang Selenia kira."Selamat jalan" Ucap Selenia melihat Raven hendak keluar kastil.Itulah kalimat yang selalu Selenia ucapkan pada Raven kala pria itu keluar di malam hari untuk menjalankan perannya sebagai bos organisasi Mafia besar. Dengan nada yang seolah dipermanis, padahal Selenia hanya meyakinkan Raven bahwa dirinya patuh dan takkan berusaha melarikan diri lagi.Raven hanya melirik sekilas ke arah Selenia yang duduk di dekat perapian, jemarinya sibuk dengan hakpen dan benang biru tua. Matanya yang tajam menangkap pola rajutan yang semakin terbentuk jelas, namun ia tidak berkomentar."Jangan melakukan hal bodoh saat aku pergi," u

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    31. Syal Rajut

    "Aku akan membuat masakan itu hari ini" Selenia tengah sibuk berkutat dengan bahan makanan dan alat-alat dapur. Ia pun baru membuka bungkusan belanjaannya kemarin malam. Belanja menyebalkan bersama si vampir, Raven Drachov. Tangannya sibuk memotong bahan-bahan, kemudian kembali mengambil sesuatu di dalam tas belanja. Tersenyum horor, Selenia menatap benda di tangannya dengan sedikit harapan. Bawang putih. Selenia memutar siung bawang putih di antara jemarinya, matanya menyipit penuh perhitungan. Apakah ini benar-benar bisa bekerja? Selama ini, ia hanya mengetahui dari cerita dan legenda bahwa vampir membenci bawang putih. Tapi, Raven bukan vampir biasa. Ia lebih kuat, lebih licik, dan jelas lebih sulit dikalahkan daripada makhluk-makhluk menyeramkan di dongeng. Namun, tetap saja, tidak ada salahnya mencoba. Wanita itu menyeringai kecil, mulai mengupas dan mengiris bawang putih dengan hati-hati. Potongan kecil-kecil ia sisipkan ke dalam masakannya. Jika ini berhasil, mungkin ia

  • Senõrita Sang Vampir Mafia    30. Labirin

    "Pagi di sini cukup dingin.." Selenia terbangun lebih awal hari ini. Bukan, bukan karena ia ingin, tapi memang ia tak pernah sudi tidur nyenyak sementara Raven berada di sekitarnya. Ingat, Selenia tak pernah terlelap nyenyak di kastil sang vampir melainkan karena dua hal, dihisap darahnya hingga lemas, atau kelelahan kabur darinya. Selenia sudah mandi, memakai sebuah gaun santai berwarna merah muda, dan menata rambutnya dengan rapi dan ringkas. Wanita itu kini tengah menyapu daun-daun kering di taman belakang kastil, entah motivasi dari mana. "Waah, cantiknya" Selenia meraih sebuah daun maple yang tergeletak di tanah, mengangkatnya dan menatap lekat. Daun itu oranye, dengan garis-garis merah di tulang daun, dan rona kekuningan di beberapa permukaannya. Wanita bersurai putih itu termenung sejenak, ia bahkan sampai lupa kalau saat ini masih musim gugur. Ia lupa, karena segala kekacauan dan masalah yang disebabkan satu orang yang sama. Raven. Musim semi terakhir yang ia ingat adalah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status