Happy Reading
Aska Pov
Pertanyaanku masih belum di jawab oleh Naya, dan detik detik penantian itu benar benar membuatku kesal. Percayalah aku bukan lah lelaki sabaran, aku ingin tau cepat dan tidak suka menunggu. Dan Naya baru saja membuatku menunggu.
Aku ingin meledak, benar benar meledak dan memarahi semua orang. Nafasku tidak beraturan karena mengkhawatirkan Naya, berkali kali aku menelfonnya tadi. Tapi tidak satu panggilan pun yang di jawabnya, tentu saja hal itu membuat aku kesal bukan main.
Apakah istriku sedang bermain belakang dariku, benarkah dia selingkuh. Tidak bisa, aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Sekali saja, sekali saja pikiran seperti itu terbit di otak Naya aku akan benar benar membunuhnya.
Entahlah emosiku terkadang memang tidak bisa terkontrol, apa lagi jika hal itu bersangkutan dengan Naya. Aku benar benar tidak bisa berfikir rasional.
"Kau masih di sana sayang? Kenapa tidak menjawab?" tanyaku lagi.
Sudah aku katakan bukan aku ini bukan lelaki yang sabar, dan kebungkaman Naya ini benar benar membuat emosiku naik turun.
"Kamu tidak selingkuhkan sayang?" tanyaku sekali lagi dengan penuh penekanan di setiap kata yang aku ucapan.
"Tidak, aku--- tentu saja tidak. Aku tidak selingkuh," ucap Naya panik di sebrang sana.
Aku tau dia gugub dan panik. Ya dari nada suaranya aku yakin dia tidak berbohong padaku. Tapi entahlah, aku merasa kesal tanpa sebab, mungkin karena panggilan yang tidak Naya angkat tadi. Atau juga karena aku yang sangat merindukannya.
Aku sadar hubungan kami semakin hari semakin jauh, entah aku atau Naya memang saling menjauh satu sama lain.
Ini rasional karena aku memang sedikit sibuk dengan Ahra, tapi bukan berarti aku benar benar menikmati apa yang aku lakukan itu. Ada kalanya aku lelah dn ingin berhenti dari kepura puraan semua itu, tapi setiap kali aku ingin menyerah dan berhenti. Wajah memelas Ahra terkadang membuatku tidak tega, bagaimana pun juga ini adalah permintaan terakhir wanita itu.
"~~~~tentu saja tidak. Aku minta maaf kalau itu menggangumu."
Tersadar aku kembali ke arah pembicaraan kami. Apakah barusan Naya menjelaskan? Sial gara gara mengingat Ahra aku jadi tidak mendengar penjelasan Naya.
"Kamu di mana sekarang? Aku akan menjemputmu," ucapku dan berjalan ke arah helepkopter pribadiku.
"Tidak perlu, astaga percayalah Mas. Kamu tidak perlu menjemputku, aku akan segara pulang sebentar lagi."
Penolakkan Naya sedikit mengusik egoku, apakah dia sedang melakukan sesuatu sehingga tidak ingin aku jemput. Itu tidak benar bukan?
Naya Pov
"Tidak perlu, astaga percayalah Mas. Kamu tidak perlu menjemputku, aku akan segera pulang sebentar lagi." Tolakku cepat saat Mas Aska berniat menjemputku.
Tidak bisa, masih banyak barang yang belum aku beli. Kalau Mas Aska menjemputku sekarang aku tidak akan sempat beli, apa lagi barang yang aku beli untuk di bawa pulang juga baru sedikit. Bagaimana jika nanti Mas Aska bertanya, apa yang akan aku jawab.
"Kenapa tidak boleh?"
Aku terdiam mendengar ucapan dingin dan penuh kecurigaan yang Mas Aska layangkan padaku. Bukan apa apa sih aku hanya takut saja nanti kalau Mas Aska bertanya macam macam, aku bahkan sampai belum makan siang karena berniat menyelesaikan belanja untuk peralatan rumah baru aku ini.
Alasan apa yang harus aku berikan, aku yakin Mas Aska tidak akan percaya kalau alasan yang aku berikan tidak masuk akal. Perlu kalian ketahui, Mas Aska itu sangat teliti akan apa pun. Mungkin karena alasan itu juga lah dia menjadi satu satunya presedir yang bertahan menjadi pemilik sahan terbesar di indonesia selama 5 kali berturut turut setiap tahunnya. Bahkan perusahaan luar negeri saja kenal dengan Mas Aska.
Selain minus kepekaan, Mas Aska itu adalah lelaki terbaik di segala bindang. Dia pintar, tampan dan kaya. Siapa yang tidak akan tertarik dengan lelaki sesempurna itu? Wanita mana yang bisa menolaknya? Jawabnya adalah tidak ada, karena kenyataannya Mas Aska memang sememukau itu.
"Egggg--- tidak bukan tidak boleh. Tentu saja boleh, hanya saja aku takut menggangu Mas Aska. Bukankah Mas Aska masih di kantor? Tidak perlu memaksa untuk menjemputku kalau kenyataannya Mas Aska sibuk. Aku tidak papa berdua saja dengan Mbak Hana," jawabku menjelaskan. Aku tidak ingin Mas Aska salah paham padaku di detik detik perpisahan kami, setidaknya akan ada sedikit kenangan bahagia antara aku dan Mas Aska sebelum aku benar benar pergi nantinya.
Kepergianku ini memang bukan hal yang benar, bukannya menghadapi kenyataan seperti yang selalu aku tulis di setiap novelku, aku malah lari dari kenyataan yang sedang kuhadapi. Sejauh ini aku sudah bisa bertahan, tapi jika lebih lama lagi dari ini aku tidak yakin masih bisa baik baik saja.
Ini saja aku sudah hampir menyerah, jika aku di paksa untuk bertahan lebih lama lagi maka aku akan semakin hancur. Mental dan pertahanan diriku tidak sekuat itu.
Aku sudah sering membicaraan ini dengan Mas Aska, tentang ketidak sukaanku dengan pernikahan keduanya. Tapi Mas Aska tetap pada penderiannya, tentang menikahi Kak Ahra dan memiliki dua istri.
Baik, tidak masalah jika dia ingin melakukan itu. Tapi jangan pernah salahkan aku jika dia akan kehilangan aku dan anaknya. Jangan salahkan aku jika dengan keputusannya dia kehilangan dua orang sekaligus, jangan pernah salahkan aku untuk satu hal yang itu.
"Aku tidak akan merasa terbebani jika aku sudah menawarkan padamu. Aku akan tetap menjemputmu, tunggu aku di tempat kau berdiri sekarang. Jangan kemana mana sampai aku datang, paham?" tanya Mas Aska dengan suara datar dan tajamnya itu.
Tanpa sadar aku menahan nafas mendengar ucapan dingin dan tegas dari Mas Aska. Ucapan yang terkesan mutlak dan tidak terbantahkan, bahwa dari kata kata itu aku sudah memiliki kewajiban untuk mematuhinya tanpa protes.
"Apakah kamu pahan Naya?" tanya Mas Aska sekali lagi. Mungkin karena aku diam saja makannya dua bertanya lagi.
"Hah? Ahh iya baik, aku akan menunggu Mas Aska di sini." Aku buru buru menjawab sebelum Mas Aska kembali memarahi aku.
Entahlah tapi aku rasa akhir akhir ini emosi Mas Aska sering tidak stabil dan melampiaskannya padaku. Aku tidak tau apa masalahnya, sejak awal pernikahan kami Mas Aska memang tidak seterbuka itu padaku. Tapi entah kenapa aku selalu terbuka dan memberi tahunya apa pun yang aku alami setiap harinya.
Tidak ada folback dari itu semua, tapi entah kenapa aku nyaman dan selalu melakukan itu.
Entahlah mungkin aku memang sudah bodoh sejak dulu, sudah tau Mas Aska hanya diam saja aku tetap saja mencerocos dan menjelaskan semua hal pada suamiku itu.
Tapi tenang saja, sekarang aku tidak akan pernah melakukan itu lagi. Sekarang Mas Aska tidak akan pernah mendengar cerita konyolku lagi, dan suatu hari nanti Mas Aska tidak akan pernah melihat seorang Naya Anggela lagi. Hemm, semoga saja itu pilihan terbaik yang bisa aku lakukan.
"Ahh jangan lupa aktifkan ponselmu. Apa gunanya aku membelikanmu ponsel kalau tidak kau gunakan, buang saja benda itu ke laut jika sudah tidak berguna."
Ucap Mas Aska dingun di sebrang saja, mungkin dia kesal karena panggilanya tidak kujawab tadi. Sudahlah aku turuti saja apa mau suamiku itu, dia akan diam kalau sudah tenang nanti.
Tbc
Hola hola selesai guys, jangan lupa like, comen, vote, star and share cerita ini sebanyak banyaknya.
Sayang kalian yang sudah berkenan membaca, jangan lupa tinggalin jejak oke.
Salam Sayang
Zia RyaHappy Reading Aska Pov Pertanyaanku masih belum di jawab oleh Naya, dan detik detik penantian itu benar benar membuatku kesal. Percayalah aku bukan lah lelaki sabaran, aku ingin tau cepat dan tidak suka menunggu. Dan Naya baru saja membuatku menunggu. Aku ingin meledak, benar benar meledak dan memarahi semua orang. Nafasku tidak beraturan karena mengkhawatirkan Naya, berkali kali aku menelfonnya tadi. Tapi tidak satu panggilan pun yang di jawabnya, tentu saja hal itu membuat aku kesal bukan main. Apakah istriku sedang bermain belakang dariku, benarkah dia selingkuh. Tidak bisa, aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Sekali saja, sekali saja pikiran seperti itu terbit di otak Naya aku akan benar benar membunuhnya. Entahlah emosiku terkadang memang tidak bisa terkontrol, apa lagi jika hal itu bersangkutan dengan Naya. Aku benar benar tidak bi
Happy Reading Author Pov Hana masih menatap tidak yakin ke arah Naya, tatapanya masih terlihat khawatir dan seakan ingin membantah. Tapi nyatanya dia hanya menganguk lalu duduk di samping adik iparnya. "Ini untukmu," ucap Hana dan memberikan eskrim rasa Vanilla kesukaan adik iparnya. Kenal hampir 5 tahun membuat Hana cukup tau apa apa saja yang di sukai adik iparnya dan apa apa saja yang dia benci. Mulai dari menyukai hujan, buku, eskrim vanilla, dan berenang. Adik iparnya itu bukan jenis wanita menye menye yang ingin selalu di prioritaskan. Dia juga tidak banyak neko neko, yang jelas dia wanita yang sangat pengertian dan sayang sekitar. Hanya saja dunia terlalu sedikit kejam dengannya, memiliki ibu pilih kasih dan suami yang sangat bodoh. Hana yakin Aska akan sangat menyesal setelah istrinya benar benar pergi nantinya, dan kalau saa
Happy Reading Author Pov Hana masih menatap tidak yakin ke arah Naya, tatapanya masih terlihat khawatir dan seakan ingin membantah. Tapi nyatanya dia hanya menganguk lalu duduk di samping adik iparnya. "Ini untukmu," ucap Hana dan memberikan eskrim rasa Vanilla kesukaan adik iparnya. Kenal hampir 5 tahun membuat Hana cukup tau apa apa saja yang di sukai adik iparnya dan apa apa saja yang dia benci. Mulai dari menyukai hujan, buku, eskrim vanilla, dan berenang. Adik iparnya itu bukan jenis wanita menye menye yang ingin selalu di prioritaskan. Dia juga tidak banyak neko neko, yang jelas dia wanita yang sangat pengertian dan sayang sekitar. Hanya saja dunia terlalu sedikit kejam dengannya, memiliki ibu pilih kasih dan suami yang sangat bodoh. Hana yakin Aska akan sangat menyesal setelah istrinya benar benar pergi nantinya, dan kalau saa
Happy Reading Naya Pov Aku menatap rumah sederhana di depanku dengan tatapan kagum, rumah minimalis berwarna putih sederhana. Tidak besar, hanya memiliku satu kamar tidur, ruang tamu dan dapur. Halamannya juga tidak luas, tapi setidaknya rumah ini cukup nyaman untuk di tinggali. "Harga rumah ini berapa bu?" tanyaku pada seorang wanita cukup berumur pemilik rumah ini. "Kau yakin akan tinggal di sini Naya? Rumahnya kecil dan eggg--- kau tau sendiri ini jauh dari kediaman orang orang," ucap Mbak Hana berkomentar. Aku tau dia khawatir, tapi mataku sudah terpusat pada rumah ini dari awal. Walau ini jauh dari kediam tetangga tetangga yang lain tidak papa, setidaknya rumah ini nyaman. Menurutku itu sudah lebih dari cukup, aku paham dengan kekhawatiran Mbak Hana. "Tidak papa Mbak, aku suka rumah ini. Aku akan membelinya," ucapku dengan senyu
Happy ReadingAska PovTanganku menggepal karena geram, bukan karena kepergian Naya yang tidak sopan itu, tapi karena ucapan Mbak Hana yang baru aku yakinin kebenarannya sekarang.Naya memang tidak pernah berlaku tidak sopan padaku, demi semua itu aku mengatakan dia tidak sopan hanya karena dia tidak meminta izinku untuk pergi.Oke aku memang tidak bisa mengkondisikan sedikit saja rasa cemburuku itu. Aku terlalu takut kalau Naya akan pergi dan meninggalkan aku sendirian, aku mencintainya bahkan untuk membayangkan kalau wanita itu akan pergi saja aku sudah tidak sanggup.Aku ingin egois dengan hanya menjadi satu satunya lelaki dalam hidup Naya, aku tau aku jahat. Aku bahkan tidak bisa menjadikan Naya satu satunya istriku, fakta kalau aku akan segera menikahi Ahra benar benar membuatku sakit kepala.Aku yang tidak bisa apa apa ingin egois dengan menjadikan N
Happy ReadingNaya PovAku menatap wajahku sekali lagi di depan cermin, dengan pita rambut berwarna pink dan baju casual seadanya aku akan berkunjung ke darat untuk melaksanakan niatku.Tekatku sudah bulat untuk pergi dari sini, aku akan membeli rumah kecil di perdesaan sana dan tinggal bahagia bersama anakku. Soal Aska-- entah lah mungkin pilihan yang paling mudah adalah pergi dari kehidupan lelaki ini.Dengam mengambil tas ransel kecil yang berisi ponsel dan kartu kartu penting aku berjalan keluar. Sembari sarapan aku akan meminta izin pada Aska untuk pergi dengan Mbak Hana.Perjanjian dan rencana pergiku ini sudah aku bicarakan baik baik dengan kakak iparku itu. Dia awalnya memang menolak dan tidak mau menggabulkan permintaanku, tapi dengan segala bujuk rayu dan sedikit paksaan akhirnya Mbak Hana mau juga.Sulit sekali membujuk wanita i