Beranda / Young Adult / Sepuluh Senja Terakhir Asa / Regan dan Sebotol Minuman

Share

Regan dan Sebotol Minuman

Penulis: Bahasa Rindu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-27 14:57:56

"Ayo yang putra game!" teriak seorang guru olahraga bertubuh tegak itu. Semua cowok kelas XII IPS 2 bergerombol untuk membagi tim. Sementara siswi-siswi hanya duduk manis di pinggir lapangan indoor. Sei mengecek handphonenya siapa tahu ada W******p dari Mawar. Tadi pagi ia ijin ke UKS karena tak kuat menahan nyeri datang bulan hari pertama.

Mawar

Udah sembuh belum?

Mau dibawain apa nanti?

Sembari menunggu balasan dari Mawar, Sei ikut duduk bersama temannya yang lain. Gadis itu memang dikenal sedikit lebih pendiam kalau tidak sedang bersama Mawar.

"Sei, gue denger kemarin lo masuk ke sekolah sebelah ya?" Tanya Alina sang ketua kelas yang kepo. Berita itu sepertinya sudah menyebar kemana-mana. Bahkan tadi pagi saat ia berangkat sekolah ada orang tak dikenal yang menanyakan hal serupa padanya.

Sei tersenyum kaku. "I-iya kemarin habis ketemu orang," jawabnya. Alina melirik ketiga sahabatnya. "Emang harus banget ya ke sana? Lo kan tahu gimana hubungan sekolah kita." Heran Alina dengan wajah penasaran.

Bahkan kalau Alina dikasih uang untuk masuk ke sekolah itu pasti ia tak akan mau. Selain karena gengsi, juga karena takut akan diserbu.

"Engga ada apapun kok. Kemarin baik-baik aja." Jawab Sei sedikit canggung.

Saat merasa handphone di saku celananya bergetar, gadis berseragam biru muda dan celana putih selutut itu membuka handphone. Melihat jawaban dari Mawar membuat hati Sei sedikit tenang.

"Oh iya, Mawar dimana? Kok ga keliatan?" Tanya Alina ramah.

"Dia lagi di UKS. Tadi pagi perutnya sakit." Jawab Sei.

Setelah kira-kira lima belas menit, semua kegiatan dihentikan dan semua murid diijinkan masuk ke kelas. Kebetulan saat itu Sei keluar paling belakang, jadi mau tak mau harus bertanggung jawab mengembalikan bola voli ke tempatnya lagi.

"Sei, satu lagi ada di pojok sana ya. Sorry banget gue kebelet!" Ujar seorang teman Sei sambil memegangi perutnya. "Oke, lo pergi aja."

Sei mengambil bola voli di pojok ruangan dan berjalan menuju ruangan penyimpanan. Di tengah lapangan, Sei tiba-tiba bola itu terlepas begitu saja dari genggamannya.

Sakit di kepala Sei tak tertahan. Gadis itu memegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Tak biasanya sakit kepalanya tiba-tiba datang seperti ini. Sei menutup matanya tak tahan.

"Awww,"

Kepalanya serasa berputar, Sei menatap sekitar. Buram. Pandangannya memburam. Sei mengambil handphone di sakunya dengan cepat dan hendak menelfon seseorang.

Namun sayangnya Mawar tidak mengangkat telfon itu. Sei menunduk saat melihat ada bercak cairan kental di lantai lapangan.

Sei melotot kaget, ia mengelap hidungnya dan panik melihat darah berlumuran. Sei meringis takut. Setelah itu tubuhnya turun limbung dan menabrak kerasnya lapangan.

Sei menatap handphonenya lemah. Melihat satu nama terpampang sedang menelfonnya, tapi tangan Sei bahkan sudah digerakkan.

"Kak Regan.."

**

"Ih, apa-apaan sih kenapa dia ga angkat telfon gue?!" Kesal Regan frustasi. Saka yang ada di sampingnya mendesah malas.

Entah sudah berapa kali Sei tak mengangkat telfonnya. Regan menjadi sedikit khawatir. Entah mengapa ia merasa ada yang ganjal.

"Udah lah, kalo cewek ga ngangkat telfon lo apalagi ga mau bales w******p itu artinya lo ditolak!" Ejek Saka asal ceplos. Regan memincing tajam.

"Bisa aja dia ga ada pulsa?" Jawab Regan tak mau kalah. Saka tak menjawab lagi. Lelaki itu merogoh saku untuk mengambil handphone yang berdering.

"Hallo sayangku... Kamu di mana?"

"He'eh, mau ke kantin?"

"OTW ya!"

Saka menunjukkan layar handphonenya pamer pada Regan. "Nih, cewek kaya gini yang harus lo perjuangin." Ujar Saka bangga.

"Sei juga pasti bentar lagi klepek-klepek sama gue," sahut Regan makin tak mau mengalah. Lelaki itu selalu kesal setiap kali Saka berbicara tentang kekasihnya. Rasanya Regan ingin memiliki pasangan yang juga mendukungnya.

"Dih si bagong PD banget."

"Ngomong-omong lo jualan pulsa ga?" tanya Regan menimbulkan kerutan halus di kening sahabatnya. "Emang pernah gue bikin status W******p Pulsanya kak, buat sleep call sama crush gitu?"

"Ya gue kepikiran ini, bisa aja dia emang ga punya pulsa? Ga punya paket data? Sebagai calon pacar yang baik gue harus modalin dia pulsa lah minimal."

Saka menggeleng tak habis pikir dengan alur pikiran Regan. Ia tak mau ambil pusing, segera berpamitan dengan Regan dan pergi menuju kantin.

Sementara itu Regan terus berkerut kening khawatir. Entah kenapa hatinya terus berpikir pada Sei. Saat sedang sibuk meminta pada sekretaris ayahnya sekaligus asisten pribadinya untuk mengirim pulsa ke nomor Sei, tiba-tiba sesosok perempuan datang kepadanya dengan perasaan senang.

"Hai Regan!"

Regan otomatis memutar kepalanya sembilan puluh derajat ketika namanya dipanggil. Lelaki itu terdiam di tempat tanpa ekspresi. Tanpa meminta ijin dari Regan, sang gadis duduk manis di sebelahnya dan berusaha terlihat ramah.

"Aku bawain kamu minuman. Pasti capek kan habis latihan?" ujar gadis itu perhatian. Regan setia menatap layar handphonenya. Sama sekali tak berminat pada gadis yang baru saja datang ini.

"Gue ga haus,"

"Ya udah, disimpen buat nanti aja kalo gitu." saran gadis berambut sebahu yang masih menyodorkan minuman itu. Regan tetap diam dalam posisinya. "Gue pernah bilang. Kita ini cuma pura-pura. Jangan maksa perhatian sama gue kalo emang sebenernya lo ga suka, Al."

"Aku bisa belajar lupain Darren dan suka sama kamu, Regan. Di sini kita harus sama-sama berkorban." jawab Alya dengan lemah. Dalam lubuk hatinya pun ia masih tetap ingin Darren, tapi apa daya. Keadaan membuatnya melakukan ini.

"Gue ga mau berkorban buat sesuatu yang dipaksa, Al. Please minta ke orang tua lo buat batalin perjodohan ini." pinta Regan menatap lurus ke depan. Alya menunduk mendengar jawaban Regan.

Meskipun ini semua hanyalah sebuah rekayasa, diam-diam Alya mulai mencintai Regan. Namun sepertinya Regan tak semudah itu untuk digapai. "Regan, walaupun orang tua aku batalin perjodohan ini...orang tua kamu gimana? Aku paling tahu kamu mau berbakti sama kedua orang tua kamu. Tapi kalau keadaan kaya gini kita bisa apa?"

Regan menyenderkan kepalanya, menetralisir dadanya yang tiba-tiba serasa dihimpit. Kenapa jalan hidupnya harus begini?

"Gue capek paksa hati buat suka sama lo. Kalau gue cuma anggap lo temen, itu di luar kendali gue." jawab Regan lalu kembali diam. Alya tersenyum getir, gadis itu sudah tahu akan ditolak. Namun kenapa hatinya masih selalu terpaut pada Regan?

Tanpa berpamitan, Alya pergi dari hadapan Regan. Tak mungkin ia akan menangis di hadapan Regan. Kini hanya ada Regan dan sebotol minuman.

Karena Regan tahu, yang lebih perlu ia beri kasih sayang adalah Sei. Teman masa kecilnya yang lemah dan penuh misteri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Terabaikan

    Mengetuk pintu dengan hati yang berat, Regan terus saja menghela nafas panjang. Seorang ibu yang berpenampilan manis dari dalam rumah membukakan pintu untuk Regan. Melihat calon menantunya datang, Ayun segera menyambutnya dan mempersilakan masuk. "Wellcome Regan, sini masuk dulu." Sapa ibu dari Alya tersebut. Regan menyalami tangan Ayun dengan sopan. Ibu itu tersenyum lebar dan mempersilakan Regan ke kamar putrinya. "Maaf ya Tante jadi ngrepotin kamu, habisnya Tante udah bingung banget. Alya ga mau makan apapun dari tadi. Tahu kan kalau asmanya lagi kambuh bakal manja banget?" Regan tersenyum mencoba bersabar. Sesungguhnya dalam hati ia sudah mengumpat, harusnya sekarang ia sudah menemani Sei di rumahnya. Mereka sudah meluruskan masalah mereka dan menghilangkan kerinduannya akan Sei. "Ga papa kok Tante. Regan lagi ga sibuk," Alhasil itulah jawaban yang keluar dari tenggorokan Regan. Lelaki itu tak tega jika Ayun yang meminta, jika ia memang dibutuhkan maka Regan pasti akan datang

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Alya

    Setelah kejadian siang tadi, Sei lebih banyak diam dan menyendiri. Dewa yang duduk di samping Sei juga tak berani bertanya macam-macam karena takut mengusik privasi. Sei membuka handphonenya, ia menghidupkannya setelah dua minggu mati. Gadis itu menutupi handphonenya dengan buku agar tidak terlihat oleh guru. Dewa mengerti akan hal itu lalu menegakkan bukunya agar Sei lebih leluasa. "Makasih," ujar Sei. Dewa tersenyum manis membalas perkataan itu. Melihat-lihat room chat, Sei menemukan banyak kejanggalan. Ada banyak sekali pesan yang sudah terbalaskan, padahal Sei tidak membuka handphonenya. Handphone ini baru didapat Sei tadi pagi dan selama dua minggu ini Sagara selalu menyimpannya. Yang paling parah adalah chat antara Alya dengan Sei. Gadis itu melotot tak percaya dengan apa yang ia baca di layar handphone. Alya Sei, lo gapapa? Kemarin sakit apa? Gue baik2 ajaSei menghadap ke belakang melihat Alya, gadis itu tampak menatap Sei dengan sengit sebelum akhirnya kembali fokus p

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Berubah Rasa?

    Mata indah yang sudah seminggu tertutup itu kembali terbuka. Dengan alat-alat mengerikan di tubuhnya, geraknya tidak bisa leluasa. Ia menatap langit-langit kamar rawat. Seorang dokter langsung tergopoh-gopoh memeriksa tubuh Sei dengan serius. Sei menatap kakaknya yang setia menemaninya sejak hari pertama ia masuk rumah sakit. Sei sendiri tidak ingat apa yang terjadi pada dirinya sampai harus dirawat di rumah sakit. Yang pasti, Sei merasa seperti orang linglung dan baru bangun tidur. Setelah dokter itu keluar dari ruangan dengan Jehan di belakangnya, Sagara duduk di kursi samping brankar lalu menggenggam erat tangan adiknya. Sei melepas alat bantu nafas di hidung dan mulutnya lalu berujar serak pada Sagara. "Haus," Cepat-cepat Sagara mengambil air di nakas dan membantu adiknya minum. Sei meneguk beberapa kali dan mengode kepada Sagara sudah cukup. Melihat wajah tampan kakaknya, Sei tak tahu akan bicara apa. "Apanya yang sakit?" Tanya Sagara mengulum senyum tipis. Ketika tangan Se

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Orang Itu adalah Alya

    Kelas 12 IPA 3, kelas Regan. Sekitar lima hari lalu telah diumumkan bahwa akan diadakan lomba membuat film antar kelas. Karena Regan sudah menghilang beberapa hari, alhasil ia mendapatkan peran sisa. Mengerem motor warna merahnya di depan rumah Reno, Regan menyita banyak perhatian dari teman perempuannya. "Akhirnya... Dateng juga nih kutu rambut," ujar Gema menyambut kedatangan Regan yang super sibuk. Memasang wajah datar, Regan berdehem singkat dan melakukan tos dengan kawan-kawannya. "Jadi gimana? Tugas gue ngapain?" Tanya Regan mendudukkan dirinya di sofa empuk. Gema dan 10 teman yang lain berpikir keras. Hanya Regan saja yang belum ada di scene mereka. "Oh ya! Kan masih ada tukang ojek, Regan aja!" Ujar Reno exited sambil menepuk pundak Regan jenaka. Melihat wajah para temannya yang sangat memelas, Regan bisa apa. Ini konsekuensinya lepas tanggung jawab. "Ya udah deh, ayo!" Teriak Regan membakar semangat temannya. Semua bersorak gembira, mereka sempat berpikir Regan tak akan

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Sadap Pesan

    Sibuk merebahkan tubuhnya di sofa, tangan Regan tetap menscroll WhatsApp Sei. Ia menemukan beberapa informasi lagi tentang Sei. Beberapa saat lelaki itu merasa sangat sedih karena Sei yang dulunya sering diabaikan Sagara. Adapun satu nomer yang tidak dikenal terus meneror Sei. Lelaki itu membukanya dan melihat chatingan mereka. Orang itu sering sekali memaksa Sei untuk memberitahukan sesuatu. Regan terkekeh ngeri saat tahu siapa yang mengirimkan pesan seperti ini pada Sei. Siapa lagi kalau bukan ayah kandungnya, yang selalu meminta warisan mendiang istrinya yang kaya raya. Regan memblokir nomor itu, beralih ke chat grup kelas Sei. Ternyata Sei sangat kalem dan pendiam, ia sangat jarang komentar. Tok tok tok"Permisi Tuan," ujar seorang lelaki dari luar pintu. Regan berteriak "Masuk!" Regan duduk di sofa dan meletakkan handphone di meja. "Saya sudah menemukan semua tentang gadis yang Tuan maksud." Regan berdehem kecil dan mengode orang itu agar duduk. "Ini berkas medisnya," Rega

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Intel

    Pukul setengah 6 pagi Sagara kembali masuk ke kamar Sei untuk memastikan Sei sudah bangun. Cowok itu melirik meja belajar, bahkan posisi piringnya masih sama persis seperti semalam. Sagara duduk di tepi ranjang, sedikit curiga karena posisi tidur Sei juga sama persis dengan terakhir kali ia masuk kamar. Sagara menggoyangkan tubuh adiknya. "Sa, kamu masih marah? Kok makanannya ga dimakan hmm?" "Dek?" Sagara menarik tubuh Sei agar menghadapnya. Lelaki itu terkejut melihat wajah pucat Sei, "Asa, kamu kenapa?" Tak ada respon apapun dari Sei, membuat Sagara semakin panik dibuatnya. "Bangun please, bangun!" "Ini ga lucu, please jangan buat Kakak takut," Sagara terus mencoba membuat Sei sadar tapi hasilnya nihil. Mata Sei tetap tertutup. Sagara segera turun mengeluarkan mobilnya. Lelaki itu meminta tolong Bi Ane untuk membuka gerbang depan rumah. Setelah itu Sagara kembali ke kamar Sei dan menggendong gadis itu ke mobil. Dengan bantuan Bi Ane di kursi belakang, Sagara melajukan mobiln

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status