Jehan merenung. Gadis itu terpikir seorang perempuan yang kemarin berani ke sekolahnya dan mengemis pada Sagara kekasihnya. Apa dia adalah seseorang dari masa lalunya? Atau keluarga? Sahabat? Jangan-jangan...selingkuhan?
Setelah kejadian yang hampir menewaskan mereka berdua, Jehan sedikit mengulur emosinya takut Sagara akan semakin marah dan berujung sesuatu yang buruk. Namun ia pikir akan baik-baik saja jika bertanya pada kekasihnya saat bukan sedang menyetir. Mungkin Sagara akan sedikit menjadi tenang.
Pacar Sagara ingin mencari tahu soal dia. Dengan bermodal nama saja, mana bisa ia mengetahui identitas seseorang? Mustahil nama Seinenda akan muncul di mesin pencarian g****e. Ah,Jehan hampir gila rasanya.Di tengah lamunan panjangnya, teman kelasnya-Manda secara mendadak memberikan satu nasi bungkus yang dititipkan padanya. "Nih, dari ayang lo," ujar Manda malas. Jehan tersentak kaget dan langsung menetralkan ekspresinya. "Ketemu di mana?" tanya Jehan.Manda duduk manis di bangkunya. Di suasana kelas yang luar biasa ramai dan penuh teriakan ini Jehan masih bisa melamun. Bahkan yang biasanya ia menggosip dengan yang lain kini hanya terdiam. Sudah jelas kalau sahabatnya sedang galau."Jujur deh sama gue. Lo kenapa sih hari ini? Lagi free class gini lo diem aja itu ga mungkin! Kenapa lagi? Si Saga ga ada kabar?" cerocos Manda yang mengikuti perkembangan hubungan mereka. Apalagi kalau Jehan sedang jatuh cinta dengan Saga untuk yang kesekian kali, Manda adalah orang pertama yang dicari."Bukan, ini soal kemarin." jawab gadis cantik yang mengucel rambutnya."Masih? Lo tadi malem telfon gue, sampe ga tidur semalem karena cowok lo itu. Sekarang masih?" herannya membalas perkataan Jehan."Kalau dia selingkuhannya Sagara gimana?" lirih Jehan semakin menjadi. Perasaannya sangat campur aduk memikirkan nasib hubungan mereka yang hampir menginjak satu tahun. "Jadi janda lo? Galau amat. Mendingan sekarang lo minta ketemu sama Abang Sagara terus nanya langsung deh."Saran itu boleh juga. Jehan akan meminta secara langsung pada Sagara untuk menjelaskan semua ini. Namun masalahnya Sagara adalah orang yang paling tidak suka kalau privasinya diungkap. Jehan harus extra hati-hati kalau mau melancarkan misi rahasia."Nih mendingan sekarang lo ambil nasi bungkusnya terus makan." Ujar Manda lagi. Namun Jehan pikir ini bukan saatnya untuk makan. Ia mau bertanya langsung pada Sagara. Pantang makanan masuk ke mulutnya sebelum tahu siapa perempuan itu sebenarnya.My SagaraKamu di kls ga?Aku pengin ketemu sekarang"Gue mau ke kelas Saga aja. Itu boleh dimakan." kata Jehan setelah mengetikkkan pesan kepada pacarnya. "Lo sengaja bikin diet gue gagal?" protes Manda membenarkan kucirnya. "Bukannya udah biasa gagal?""Sembarangan lo Je!"Jehan segera keluar kelas dan berjalan cepat ke kelas Sagara. Kalau tidak salah sekarang jamnya olahraga dan kemarin guru olahraga sedang sakit sehingga tidak masuk mengajar. Kakinya otomatis berhenti saat melihat Sagara dan teman-temannya yang lain sedang bermain di lapangan. Jam olahraga hampir habis, tapi seperti biasa para cowok biasanya menyempatkan beberapa menit tambahan untuk bermain apalagi kalau sedang tidak ada guru seperti sekarang ini.Tepat saat yang bersamaan, Regan dan Saka berjalan di pinggiran lapangan lengkap dengan baju karate. Regan melilitkan sabuk hitam di kepalanya sembari merapikan seragamnya. Sementara Saka sudah sangat siap dan rapi.Tak sengaja Sagara menembakkan bola basket ke arah ring tapi hanya memantul jauh. Bola itu diambil satu lawannya dan melemparnya jauh hingga sampai mau mengenai Jehan yang beridir di sisi lapangan.Regan yang saat itu kebetulan sedang mendongak ke atas berusaha menyelamatkan gadis di pinggiran lapangan. Regan berlari kencang dan menampik bola basket yang hendak mengenai Jehan. Teriakan Jehan menggema saat itu, beruntung ia tak terkena bola basket.Sagara menatap gadis itu khawatir. Segera ia mengambil langkah lebar dan mendorong tubuh Regan ke samping. "Minggir!""Kamu ga papa? Ga kena kan?" tanya Sagara panik. Ia mengecek tubuh Jehan memastikan tidak ada yang lecet. Saka mensejajarkan tubuh dengan Regan. Ia menduga pasti akan ada drama setelah ini."Makasih Regan,"Tidak, kalimat itu tidak muncul dari mulut Sagara. Melainkan dari Jehan. Hei, akan gila kalau sampai Sagara mau berterima kasih pada Regan. Entah sejak kapan mereka mulai menjadi musuh, tapi sepertinya sejak kemarin di parkiran."Sama-sama, lain kali hati-hati ya," jawab Regan sengaja mau membuat Sagara marah. Suaranya dilembutkan tak seperti biasanya. "Dan lo, jaga cewek lo baik-baik. Meskipun gagal jadi orang baik di hidup Asa paling ga lo berhasil kali ini." ujar Regan mengejek. Lelaki itu tersenyum licik, Sagara melepas kaitannya dengan Jehan dan berbalik membogem rahang Regan marah."Brengsek lo! Jangan pernah komentar kalo lo ga tahu yang sebenernya!" teriak Sagara lalu mendorong tubuh Regan kasar. Regan mengangkat kedua tangannya berlagak memohon ampun. "Wiih, santai dong. Jadi takut nih gue. Emang omongan gue tadi ada yang salah? Kan emang bener, Asa udah lo sia-siain sejak lama."Saka menarik Regan agar menjauh dari lapangan dan segera ke ruang fitness. Namun yang namanya Regan pasti tidak akan mengalah begitu saja. "Lo ga ada hak buat panggil dia Asa!""Kalo Sei yang kasih gue hak itu, kenapa?""Lo salah kalo deketin dia cuma buat ditinggalin. Lo akan jadi orang pertama yang gue cari kalo berani bikin dia nangis!" geram Sagara membogem pipi kanan Regan."Curang dong kalo gitu, masa lo boleh bikin dia nangis sementara gue enggak. Dasar egois," jawab Regan membalas bogeman ke rahang kokoh Sagara."Lo brengsek ya, anjing!" teriak Sagara karena kesabarannya sudah di ambang batas."Sayang udah, jangan berantem di sini." peringat Jehan takut."Gue ga akan diem aja kalo sampe lo bikin dia patah hati. Lagian Asa itu bukan buat cowok buaya kaya lo ya, babi!" marah Sagara sekali lagi dengan mata yang menukik tajam memberikan sinyal peperangan."Perasaan dari tadi lo ngabsenin binatang deh, santai kenapa sih? Udah lah, cowok ga bertanggung jawab kaya lo ga usah kebanyakan cocot. Ada cewek dateng baik-baik aja lo langsung kasih dia uang. Emang Asa minta uang lo yang ga seberapa itu? Engga kan?"Bouggghhhh"LO BISA DIEM GA?!" teriak Sagara menubruk tubuh Regan dan membrutal. Regan juga tak tinggal diam. Baru kali ini ada anak biasa yang mengajak adu pukul dengan atlet karate. Keberaniannya perlu diacungi jempol."Sagara udah!! Aku bilang STOP!"Saka menarik tubuh Sagara dengan sekuat tenaga. Regan meniup jambulnya."Sebelum ada guru liat, mendingan lo bawa pacar lo pergi dari sini!" perintah Saka pada Jehan."Bukan kaya gitu bersikap sama cewek! Asa itu minta waktu lo bukan uang lo! Waktu dia bener-bener pergi baru lo bakal sadar!" teriak Regan lagi dengan gusar karena marah mengingat kejadian kemarin.Saka menarik tubuh Regan agar menjauh dari lapangan. Regan mengacungkan jari tengahnya ke arah Sagara. "Fuck!"Gadis itu menurut dan menggandeng tangan Sagara ke UKS. Walau takut-takut cemas, tapi Jehan tetap mau ada di dekat Sagara."Kamu sayang sama dia?" tanya Jehan sambil mengoles obat ke luka kekasihnya. Sagara menatap kosong. Apa ia akan menjawab 'iya' begitu saja?Melihat ke arah Jehan, lelaki itu tersenyum palsu. "Engga,"Tanpa diketahui Sagara, hati Jehan menghangat. Ia menggenggam tangan Sagara dengan lembut dan duduk di sampingnya."Jangan berubah ya? Inget kan janji kamu untuk selalu sama aku?"Sagara mengangguk singkat, walaupun sebenarnya tidak fokus. Ia kembali memikirkan perasaannya. Padahal pikiran dan perasaan adalah dua hal yang tidak bisa disatukan, tapi Sagara mengalaminya.Mungkin Sagara perlu waktu. Untuk menghilangkan sakit hatinya yang sampai sekarang masih belum sembuh karena ulah seseorang.Sementara Regan dengan wajah memerahnya karena marah menyusuri koridor dengan langkah gontai. "Harusnya lo biarin gue bunuh dia!"
"Tenang Gan! Lo mau dapet masalah karena ini? Lo ga capek apa berantem mulu?!" tegur Saka menepuk pundak Regan.
Langkah mereka yang cepat itu berhenti dengan mendadak gara-gara seorang perempuan di hadapan Regan mengulum senyum. "Kamu kenapa Regan?"
Melihat orang di depannya saja Regan semakin marah karena perempuan ini hobinya melemahkan dirinya. "Gue sibuk!"
"Regan!" panggil cewek itu lagi saat kedua orang di depannya melewatinya. Saka memperingatkan gadis itu dengan tatapannya. Regan tak berhenti sama sekali. Ia semakin mengencangkan jalannya. Namun walau sudah diperingatkan oleh Saka tetap saja gadis menyebalkan itu berlari menuju Regan.
"Regan tunggu! Kapan kamu mau ketemu Mama aku?" tanyanya dengan merangkul lengan Regan.
Semakin marah dengan hal yang ditanyakan tak bisa membuat Regan menahan amarahnya lagi. Tanpa perasaan Regan menampik dengan kasar.
PLAKKK
Tak sadar ia menampar gadis yang tadi meneriaki namanya sampai jatuh tersungkur ke lantai dan mengerang kesakitan.
"AAAH! Bisa gila gue kalau dikejar tunangan abal-abal terus!"
Mengetuk pintu dengan hati yang berat, Regan terus saja menghela nafas panjang. Seorang ibu yang berpenampilan manis dari dalam rumah membukakan pintu untuk Regan. Melihat calon menantunya datang, Ayun segera menyambutnya dan mempersilakan masuk. "Wellcome Regan, sini masuk dulu." Sapa ibu dari Alya tersebut. Regan menyalami tangan Ayun dengan sopan. Ibu itu tersenyum lebar dan mempersilakan Regan ke kamar putrinya. "Maaf ya Tante jadi ngrepotin kamu, habisnya Tante udah bingung banget. Alya ga mau makan apapun dari tadi. Tahu kan kalau asmanya lagi kambuh bakal manja banget?" Regan tersenyum mencoba bersabar. Sesungguhnya dalam hati ia sudah mengumpat, harusnya sekarang ia sudah menemani Sei di rumahnya. Mereka sudah meluruskan masalah mereka dan menghilangkan kerinduannya akan Sei. "Ga papa kok Tante. Regan lagi ga sibuk," Alhasil itulah jawaban yang keluar dari tenggorokan Regan. Lelaki itu tak tega jika Ayun yang meminta, jika ia memang dibutuhkan maka Regan pasti akan datang
Setelah kejadian siang tadi, Sei lebih banyak diam dan menyendiri. Dewa yang duduk di samping Sei juga tak berani bertanya macam-macam karena takut mengusik privasi. Sei membuka handphonenya, ia menghidupkannya setelah dua minggu mati. Gadis itu menutupi handphonenya dengan buku agar tidak terlihat oleh guru. Dewa mengerti akan hal itu lalu menegakkan bukunya agar Sei lebih leluasa. "Makasih," ujar Sei. Dewa tersenyum manis membalas perkataan itu. Melihat-lihat room chat, Sei menemukan banyak kejanggalan. Ada banyak sekali pesan yang sudah terbalaskan, padahal Sei tidak membuka handphonenya. Handphone ini baru didapat Sei tadi pagi dan selama dua minggu ini Sagara selalu menyimpannya. Yang paling parah adalah chat antara Alya dengan Sei. Gadis itu melotot tak percaya dengan apa yang ia baca di layar handphone. Alya Sei, lo gapapa? Kemarin sakit apa? Gue baik2 ajaSei menghadap ke belakang melihat Alya, gadis itu tampak menatap Sei dengan sengit sebelum akhirnya kembali fokus p
Mata indah yang sudah seminggu tertutup itu kembali terbuka. Dengan alat-alat mengerikan di tubuhnya, geraknya tidak bisa leluasa. Ia menatap langit-langit kamar rawat. Seorang dokter langsung tergopoh-gopoh memeriksa tubuh Sei dengan serius. Sei menatap kakaknya yang setia menemaninya sejak hari pertama ia masuk rumah sakit. Sei sendiri tidak ingat apa yang terjadi pada dirinya sampai harus dirawat di rumah sakit. Yang pasti, Sei merasa seperti orang linglung dan baru bangun tidur. Setelah dokter itu keluar dari ruangan dengan Jehan di belakangnya, Sagara duduk di kursi samping brankar lalu menggenggam erat tangan adiknya. Sei melepas alat bantu nafas di hidung dan mulutnya lalu berujar serak pada Sagara. "Haus," Cepat-cepat Sagara mengambil air di nakas dan membantu adiknya minum. Sei meneguk beberapa kali dan mengode kepada Sagara sudah cukup. Melihat wajah tampan kakaknya, Sei tak tahu akan bicara apa. "Apanya yang sakit?" Tanya Sagara mengulum senyum tipis. Ketika tangan Se
Kelas 12 IPA 3, kelas Regan. Sekitar lima hari lalu telah diumumkan bahwa akan diadakan lomba membuat film antar kelas. Karena Regan sudah menghilang beberapa hari, alhasil ia mendapatkan peran sisa. Mengerem motor warna merahnya di depan rumah Reno, Regan menyita banyak perhatian dari teman perempuannya. "Akhirnya... Dateng juga nih kutu rambut," ujar Gema menyambut kedatangan Regan yang super sibuk. Memasang wajah datar, Regan berdehem singkat dan melakukan tos dengan kawan-kawannya. "Jadi gimana? Tugas gue ngapain?" Tanya Regan mendudukkan dirinya di sofa empuk. Gema dan 10 teman yang lain berpikir keras. Hanya Regan saja yang belum ada di scene mereka. "Oh ya! Kan masih ada tukang ojek, Regan aja!" Ujar Reno exited sambil menepuk pundak Regan jenaka. Melihat wajah para temannya yang sangat memelas, Regan bisa apa. Ini konsekuensinya lepas tanggung jawab. "Ya udah deh, ayo!" Teriak Regan membakar semangat temannya. Semua bersorak gembira, mereka sempat berpikir Regan tak akan
Sibuk merebahkan tubuhnya di sofa, tangan Regan tetap menscroll WhatsApp Sei. Ia menemukan beberapa informasi lagi tentang Sei. Beberapa saat lelaki itu merasa sangat sedih karena Sei yang dulunya sering diabaikan Sagara. Adapun satu nomer yang tidak dikenal terus meneror Sei. Lelaki itu membukanya dan melihat chatingan mereka. Orang itu sering sekali memaksa Sei untuk memberitahukan sesuatu. Regan terkekeh ngeri saat tahu siapa yang mengirimkan pesan seperti ini pada Sei. Siapa lagi kalau bukan ayah kandungnya, yang selalu meminta warisan mendiang istrinya yang kaya raya. Regan memblokir nomor itu, beralih ke chat grup kelas Sei. Ternyata Sei sangat kalem dan pendiam, ia sangat jarang komentar. Tok tok tok"Permisi Tuan," ujar seorang lelaki dari luar pintu. Regan berteriak "Masuk!" Regan duduk di sofa dan meletakkan handphone di meja. "Saya sudah menemukan semua tentang gadis yang Tuan maksud." Regan berdehem kecil dan mengode orang itu agar duduk. "Ini berkas medisnya," Rega
Pukul setengah 6 pagi Sagara kembali masuk ke kamar Sei untuk memastikan Sei sudah bangun. Cowok itu melirik meja belajar, bahkan posisi piringnya masih sama persis seperti semalam. Sagara duduk di tepi ranjang, sedikit curiga karena posisi tidur Sei juga sama persis dengan terakhir kali ia masuk kamar. Sagara menggoyangkan tubuh adiknya. "Sa, kamu masih marah? Kok makanannya ga dimakan hmm?" "Dek?" Sagara menarik tubuh Sei agar menghadapnya. Lelaki itu terkejut melihat wajah pucat Sei, "Asa, kamu kenapa?" Tak ada respon apapun dari Sei, membuat Sagara semakin panik dibuatnya. "Bangun please, bangun!" "Ini ga lucu, please jangan buat Kakak takut," Sagara terus mencoba membuat Sei sadar tapi hasilnya nihil. Mata Sei tetap tertutup. Sagara segera turun mengeluarkan mobilnya. Lelaki itu meminta tolong Bi Ane untuk membuka gerbang depan rumah. Setelah itu Sagara kembali ke kamar Sei dan menggendong gadis itu ke mobil. Dengan bantuan Bi Ane di kursi belakang, Sagara melajukan mobiln