Beranda / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 29 Luka Yang Tak Terucap

Share

Bab 29 Luka Yang Tak Terucap

Penulis: San_prano
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-01 23:57:09
Senja di Tokyo mulai memudar saat Luna berjalan sendiri menyusuri trotoar dekat penginapannya. Angin membawa aroma rumput yang baru disiram, tapi tak cukup mengalihkan perasaannya yang mulai menggumpal menjadi sesak. Tiga hari telah berlalu sejak konser kecil itu selesai, tapi kehampaan justru semakin membesar. Tidak ada kabar dari Adrian. Tidak satu pun pesan, tidak satu pun voice note.

Luna menatap layar ponsel untuk kesekian kalinya. Tidak ada notifikasi dari nama yang ditunggu. Hanya update dari kampus seni, pengingat jadwal pertemuan evaluasi konser, dan pertanyaan dari tim produksi soal proyek lanjutan. Tapi tak ada satu pun dari Adrian. Seolah… lelaki itu benar-benar memilih diam.

Luna mengembuskan napas perlahan dan membuka pesan terakhir yang ia kirim sebelum konser. “Di, kamu beneran nggak datang?” Tulisan itu kini terasa konyol. Ia tahu Adrian melihatnya—tanda centang dua itu tak pernah membohongi. Tapi balasan yang tak kunjung datang mulai membuat hatinya retak pelan-pela
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 42 Di Antara Jarak Dan Doa

    Suara pengumuman dari bandara Narita menggaung samar di kejauhan, bercampur dengan suara langkah kaki para penumpang yang hilir mudik. Di tengah keramaian itu, Luna berdiri mematung, menatap layar ponselnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Pesan terakhir dari Adrian belum dibalasnya, bukan karena ia tak ingin, tapi karena ia masih mencari kata yang tepat untuk menjawabnya.“Aku harap kamu bisa nyanyi dengan hati yang sama kayak waktu kamu nyanyi lagu kita,” tulis Adrian semalam, tepat sebelum Luna terbang ke Jepang.Luna menghela napas dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia tahu, festival ini bukan hanya tentang pencapaian, tapi juga tentang pembuktian. Ia ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia bisa berdiri di atas panggung tanpa membawa bayang-bayang masa lalu. Tapi nyatanya, bayangan itu tetap menempel—dalam bentuk lirik lagu yang ia dan Adrian ciptakan bersama.“Luna-san,” suara seorang panitia festival memanggil. “Kami akan mulai persiapan. Mohon bersiap di belakan

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 41 Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri

    Pagi itu, Jakarta dibasahi gerimis halus yang menggantung di udara seperti perasaan dalam dada Adrian—tenang di permukaan, tapi sesungguhnya penuh gelombang kecil di dalamnya. Di meja kayu berdebu yang terletak di sudut kamar, laptopnya terbuka dengan layar kosong. Namun untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia tidak merasa tertekan oleh keheningan itu.Adrian menatap layar kosong tersebut lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Musik pelan mengalun dari speaker kecil—bukan lagu sedih, bukan pula lagu cinta. Hanya denting piano instrumental yang mengalir seperti napasnya pagi itu.Ia baru saja selesai membaca ulang catatan jurnal yang ia tulis selama beberapa minggu terakhir. Di dalamnya, tersimpan potongan emosi yang dulu sulit ia kenali: marah, kecewa, rindu, takut. Tapi yang paling menonjol—kejujuran. Semua luka yang pernah ia hindari kini justru menjadi bahan bakar untuk karya barunya.Di sisi lain kota, Luna tengah sibuk merapikan koper kecil di kamar kosnya. Di atas meja

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 40 Saat Semua Tak Lagi Sama

    Malam konser itu tiba lebih cepat dari yang mereka bayangkan. Langit kota terlihat bersih, bintang-bintang malu-malu muncul di sela awan, seolah ikut menanti sebuah pertunjukan yang sudah lama dipersiapkan. Aula kampus penuh sesak. Cahaya lampu panggung menari-nari, penonton berdatangan, dan deru suara penuh semangat memenuhi udara.Tapi di balik semua gemerlap itu, Luna berdiri di belakang panggung dengan napas tak beraturan.Bukan karena gugup akan penampilan Adrian. Bukan karena panggung megah yang harus ia kendalikan visualnya malam ini. Tapi karena dadanya sesak, tenggorokannya kering, dan suhu tubuhnya tidak bersahabat sejak sore tadi.Ia sudah merasa demam sejak siang. Tapi ia memaksakan diri tetap datang. Ini malam penting bagi Adrian—dan ia tak mau mengecewakan siapa pun. Terutama dirinya sendiri.Adrian sedang bersiap di ruang ganti, mengenakan jaket denim kesayangannya. Di tangannya, ia memegang lirik lagu yang sudah tak asing lagi—lagu tentang mereka, tentang proses, tenta

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 39 Awal Yang Baru

    Pagi itu, kampus masih sepi. Embun belum sepenuhnya hilang dari rerumputan taman, dan langit abu-abu menyisakan dingin yang menusuk. Tapi ada kehangatan yang aneh dalam dada Luna saat ia menatap pohon besar di sudut taman fakultas. Di bawah pohon itu, ia dan Adrian pernah duduk dalam diam—waktu itu mereka masih canggung, masih saling menahan kata. Tapi kini, setelah percakapan panjang semalam, sesuatu terasa berbeda. Ia tiba lebih awal hari ini. Di tangannya tergenggam sebuah kotak kecil berwarna hitam, berisi sesuatu yang ia siapkan sejak lama, tapi baru berani ia bawa sekarang—sebuah gantungan kunci berbentuk bintang, kecil, sederhana, tapi penuh makna. Itu hadiah ulang tahun Adrian yang seharusnya ia beri beberapa bulan lalu. Ia simpan karena waktu itu mereka bertengkar, dan lalu semuanya jadi rumit. Luna duduk di bangku yang basah oleh embun, memegang kotak itu erat-erat. Jantungnya masih berdebar. Percakapan semalam memang menghangatkan, tapi sekarang adalah ujian yang seben

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 38 Kata Yang Tak Terucap

    Hari-hari berlalu dengan ritme yang perlahan. Setelah kejadian di rumah sakit dan percakapan yang menghangatkan antara Luna dan Adrian, keduanya mencoba melanjutkan hidup masing-masing. Namun, seperti sisa hujan yang masih meninggalkan genangan di jalan, hati mereka pun belum sepenuhnya kering.Luna kembali disibukkan oleh skripsi dan tugas akhir. Di sela-sela waktu menulis, ia sesekali membuka galeri foto lama. Bukan untuk menyiksa diri, tapi untuk mengenang betapa jauh mereka telah berjalan—dan betapa rapuhnya perasaan jika tidak dijaga dengan baik.Suatu siang, saat hujan turun lagi, Luna duduk di kantin kampus bersama Ayu. Ia menyesap teh hangat sambil menatap luar jendela.“Kamu udah coba ngobrol sama Adrian lagi?” tanya Ayu perlahan, nada suaranya hati-hati.Luna menggeleng. “Belum. Kita masih suka saling kirim pesan. Tapi aku takut kalau kami buru-buru memperbaiki semuanya, lukanya justru makin dalam.”Ayu mengangguk. “Mungkin memang harus pelan-pelan. Yang penting kalian nggak

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Baba 37 Bersama Dalam Senyap

    Suara hujan rintik-rintik membasahi atap rumah sakit malam itu. Dari dalam kamar rawat, Luna duduk diam di sisi ranjang Adrian. Ia tidak lagi menangis, tapi mata sembabnya masih menyimpan sisa-sisa duka yang belum reda. Di antara mereka tidak ada lagi percakapan, hanya ada kehadiran yang pelan-pelan mulai menambal luka masing-masing.Adrian menatap ke arah jendela. Cahaya lampu jalan memantul samar di permukaannya. Ia belum tidur sejak percakapan terakhir mereka, pikirannya berputar seperti kaset rusak yang tak kunjung berhenti.“Kamu mau pulang?” tanyanya akhirnya, pelan.Luna menggeleng. “Aku masih mau di sini. Kalau kamu nggak keberatan.”Adrian tersenyum kecil. “Nggak, aku senang kamu di sini.”Luna menarik napas lega. Untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu, suara itu tidak terdengar dingin. Ada kehangatan, walau samar, yang membuat dadanya tidak sesak seperti sebelumnya.Ia memandang tangan Adrian yang masih terhubung dengan infus, lalu perlahan menyentuhnya.“Besok dokter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status